"Anin, ayah sangat menyayangimu, kembalilah kepada ibumu, ia sudah menantimu nak, masa depanmu masih sangat panjang, jangan pernah menyerah, ayah selalu ada disampingmu, pergilah," tutur sosok itu.
"Tapi Yah, aku rindu ayah, aku tak mau kembali, aku ingin ikut ayah saja, ibu jahat ia selalu mengekangku yah, aku tak bisa," sebuah butiran bening mengalir dari kelopak mata itu.
"Tidak nak, jangan pernah berkata seperti itu, Ibumu ingin yang terbaik untuk dirimu, percayalah Anin, pergilah ayah sangat menyayangimu nak," tutur sosok itu lagi sebelum perlahan-lahan menghilang dari tempat itu.
***
Di ruang serba putih itu Anin terbaring, disampingnya ibunya berada yang tengah tertidur lelap mendekap tangan Anin, matanya sembab, sepertinya berhari hari ia tak berhenti menangis.
Anin perlahan-lahan membuka matanya, terkejut karena tiba tiba ia berada diruangan serba putih ini dan ada ibunya disana, kepalanya berdenyut sakit sekali.
"Ibbuu," lirih Anin mencoba membangunkan ibunya.
Seketika ibunya tersenyum bahagia
"Masya Allah nak, akhirnya kamu sudah sadar, ibu sangat menyayangimu," haru ibunya mendekap erat Anin hingga butiran bening itu keluar kembali dari matanya,
"Aakku hhaus, Bu," tutur Anin.
Ibunya segera mengusap air matanya dan mengambilkan nya air putih dinakas itu.
"Ibu, Anin minta maaf," tutur Anin pada ibunya.