Mohon tunggu...
Intan Pratama Putri
Intan Pratama Putri Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

NIM : 43121010064 Dosen : Apollo, Prof.Dr,M.Si.Ak kampus : Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Asuransi Jiwasraya Aplikasi Pemikiran Panopticon Jeremy Bentham dan Kejahatan Structural Giddens Anthony

31 Mei 2023   23:29 Diperbarui: 31 Mei 2023   23:29 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masalah dunia tidak bisa diselesaikan hanya dengan membela kebenaran ideologi sayap kanan atau sayap kiri. Kita harus mampu mengatur kehidupan masyarakat secara elegan, menemukan titik temu dalam berbagai ketidaksepakatan untuk mengembangkan ide-ide baru, orisinal, dan konstruktif. Diasumsikan bahwa ideologi kanan atau kiri saja tidak dapat menganalisis dan menyentuh akar permasalahan sosial, seperti: Kerusakan lingkungan, migrasi sosial, homoseksualitas, keharmonisan keluarga dan masalah lainnya karena membutuhkan kerjasama antara berbagai pihak (Giddens, 1998).  

Sosialisme dan kapitalisme tidak dapat dipisahkan dari sudut pandang konflik, sehingga klaim mereka atas kebenaran hanya memperkuat bipolaritas opini. Salah satunya adalah bahwa sosialisme muncul sebagai reaksi terhadap bahaya kapitalisme. Sosialisme percaya bahwa perubahan hanya dapat dicapai melalui konflik, menghilangkan kelas penindas untuk menciptakan masyarakat yang adil (Giddens and Held, 1982).

Masyarakat kapitalis memiliki masalah besar yang semakin buruk. Kebebasan pasar, yang menjanjikan pertumbuhan ekonomi, juga menyebabkan resesi ekonomi yang besar. Kekejaman kapitalisme pasar bebas hanya menguntungkan sebagian kecil masyarakat dan tidak mendorong kolektivisme. Sistem kapitalis gagal di tempat kelahirannya, Barat (Adams, 2002).

Kapitalisme mendorong terjadinya persaingan yang tidak sehat karena kelompok masyarakat yang memiliki modal dapat dengan mudah menyingkirkan kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan modal, kesempatan dan pengetahuan (Mashud, 2010).

Dominasi kelompok kapitalis menciptakan sistem kapitalis yang rentan terhadap ketimpangan sosial karena pertumbuhan hanya terfokus pada yang kuat. Hal ini menimbulkan persaingan yang tidak sehat (Achmad dan Alamiyah, 2015). Sistem kapitalis mendorong produsen untuk mengupayakan efisiensi maksimum dan mencapai output sebesar mungkin agar dapat bertahan hidup (Raharjo, 1999). Prinsip bahwa orang dapat menghasilkan keuntungan sebanyak-banyaknya untuk dirinya sendiri. Ideologi semacam itu mengabaikan campur tangan Tuhan dalam segala aktivitas manusia (Sasono, 1998).

Kapitalis bergantung pada persaingan bebas untuk mencari dan meningkatkan kekayaan. Persaingan bebas meninggalkan aktivitas ekonomi ke pasar. Kekuatan pasar dikendalikan oleh tangan tak terlihat yang mengarahkan perilaku produsen tentang barang apa yang akan diproduksi. Belakangan, kekayaan sebagian orang mengalir ke anggota masyarakat lainnya (Fakih, 2004).

Giddens berpendapat dengan tegas bahwa puncak kemakmuran tidak akan pernah tercapai. Ketimpangan dan keserakahan justru menjelma dan berdampak pada tragedi kemanusiaan. Persaingan bebas bahkan menjadi ancaman karena mengarah pada eksploitasi yang tidak terkendali.

Pasar mendefinisikan dan mengontrol kebutuhan orang. Berbagai perusahaan raksasa seperti Bank Dunia, IMF dan WTO tampil menjadi juru bicara dan pembela penindasan, kolonialisme dan berbagai bentuk rekolonisasi (Giddens, 1998). Kapitalisme gagal karena tidak mampu mengatasi "nue obscurity", ungkapan yang dikutip oleh Jrgen Habermas untuk merujuk pada percepatan pembangunan yang diasosiasikan dengan ketidakpastian (Hatta, 2000).

Akibat korupsi kapitalisme, Hegel dan Marx berpendapat bahwa masyarakat komunis merupakan puncak peradaban karena kapitalisme mengalami korupsi yang tidak termaafkan (Fukuyama, 1992). Sejarah filsafat adalah proses evolusioner atau dialektis, di mana munculnya tesis mengarah pada munculnya antitesis, yang diakhiri dengan munculnya sintesis. Pada saat berikutnya, sintesis diandaikan sebagai tesis yang menghasilkan antitesis dan kemudian sintesis baru. Begitulah siklus bekerja.

Namun akhirnya menjadi kontradiksi bahwa posisi tesis dalam siklus pemikiran ketiga menganggap bahwa sejarah (peradaban) tidak melahirkan peradaban lain karena peradaban mencapai klimaks (akhir) setelah tiga klimaks peradaban terwujud (Fukuyama, 1992).

Teori perkembangan sosial menjelaskan bahwa "sejarah" dapat diceritakan dalam bentuk "plot" yang menciptakan gambaran kacau tentang peristiwa yang terjadi secara berurutan. Cerita "dimulai" dengan budaya berburu hingga masyarakat agraris, berkembang menjadi budaya agraris, dan berpuncak pada budaya Barat modern. Teori itu didekonstruksi oleh gagasan Jean-Franois Lyotard dan pemikir postmodern lainnya. Sejarah tidak memiliki bentuk keseluruhan karena sejarah tidak dapat dilihat sebagai kesatuan yang mencerminkan perubahan (Giddens, 1990).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun