Namaku, Nita, aku tinggal bersama kedua orang tuaku di sebuah Perumahan Elit daerah Ibu Kota. Keseharian ku dihabiskan dengan sekolah dan bermain hp selayaknya anak-anak remaja seumuranku. Selain itu, aku hanya menghabiskan waktu bergulat di atas kasurku berukuran king size bertama monokrom.Â
Selama ku dirumah aku tidak  pernah berkomunikasi dengan orang tuaku, mereka sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Rumah sebesar ini aku seperti tinggal seorang diri, walaupun ada pelayan dirumahku.Â
Tapi, tetep saja aku hanya butuh waktu orang tuaku saja, karena sejak kecil aku selalu bersama pelayan ku. Sampai aku menganggap mereka keluargaku. Sempat aku berpikir aku bukan anak kandung orang tuaku. Tapi, anak kandung dari salah satu pelayan yang merawat ku dari kecil.Â
Aku berpikir seperti itu sejak aku duduk di bangku SMP. Akan tetapi, kini aku sudah SMA aku mulai mengerti kesibukan orang tuaku. Ya. Walaupun, saat masuk  aku ke rumah serasa hampa tidak seperti aku di sekolah.Â
Kehidupan ku di sekolah dipenuhi dengan tawa dan canda bersama sahabat-sahabatku. Mereka membuat hidup ku lebih berwarna dengan mereka beban di pundakku runtuh seketika, lebay sekali diriku. Tapi, memang benar itu adanya.Â
Kami bersahabat dari SD, maka dari itu kami begitu dekat hingga kini.Walau, kedekatan kami hanya di lingkungan sekolah berbeda dengan dulu. Kini, setiap pulang sekolah mereka quality time dengan pacar mereka masing-masing. Aku? Ya, kalau aku belum memiliki pasangan , mengapa begitu? Jawabnya orang tua.Â
Orang tuaku melarang ku untuk berpacaran, mereka menyuruhku untuk fokus dengan sekolah. Tapi, mereka tidak tahu bahwa aku bosen dengan runitas  itu. Aku ingin melakukan hal lain, tapi untuk keluar rumah harus mohon-mohon terlebih dahulu. Jadi ya, itulah mengapa? Aku  hanya menghabiskan waktu ku di atas KasurÂ
Seringkali, aku menghabiskan waktu di taman atau mengelilingi seluruh sudut rumah ku hingga malam hari sambil melihat pergerakan awan menyelemuti bintang kecil dengan meminum kopi susu buatan Mba Yun, pelayanku yang merawat ku sejak kecil. Bila, sudah dingin aku masuk ke rumah langsung menuju kamar. Mungkin, seperti itulah keseharian ku orang tua ku berangkat kerja dan pulang kerja pun aku tidak tahu.Â
Jejak mereka datang dan pergi sama sekali tidak terdengar oleh ku yang ku tahu saat mereka sudah ada di rumah barulah ku tahu, sebagai tandanya itu suara keributan. Ya, orang tua ku kerap kali cekcok setiap mereka berada di rumah. Entahlah, apa yang di ributkan aku tidak peduli. Toh. Mereka juga tidak  peduli dengan keberadaan ku.Â
Mereka hanya peduli diri mereka masing-masing dari aku kecil hingga kini. Terkadang, aku ingin kabur dari rumah ini. Tapi, aku bingung harus pergi kemana? Apalagi penjagaan rumah ini begitu ketat. Ya. Beginilah hidupku layak seorang putri yang terkurung dalam sangkar. Aku pernah sesekali meminta tolong kepada Mbak Yun untuk keluar dari rumah ini. Tapi, Mbak Yun takut dengan sikap ayahku yang kejam.Â
Ayah ku memiliki sifat temperamental, begitu pun ibu ku. Aku hidup diantar dua monster hidup, terkadang aku bingung harus bersikap seperti apa, bila berhadapan dengan mereka. Hidup ku sejak kecil sudah diatur oleh dua monster itu. Mereka saling bersaing dalam mengatur masa depanku. Rasanya aku ingin menghilang dari beradapan saja, aku tidak sanggup menghadapi semua nya seorang diri.Â
Hingga hari itu, hari berarti bagiku. Dimana, aku bertemu dengan sosok malaikat, ia memiliki rupa yang begitu indah, mata cokelat, rambut berwarna hitam legam. Tidak lain, ia adalah tetangga baru ku, kami bertemu pada saat aku sedang merenung dengan meminum cokelat panas di balkon yang berdekatan dengan balkonnya. Saat itu ia menyapa ku dengan suaranya yang lembut .Â
"Hai.", sapanya. Aku menoleh kearah sumber suara dengan raut wajahku yang terheran di tambah terkejut dan bingung.
Bukannya rumah itu kosong yah, ucap ku dalam hati. Aku mencubit wajah ku untuk memastikan apa aku berkhalusinasi.
'aww' rengah ku
Ternyata aku tidak halu, dengan gugup aku membalas sapanya. Tapi, dia malah tertawa melihat tingkah ku yang kikuk. Aku malu sejadi jadinya, mukaku memerah tanpa basa-basi aku meninggalkannya seorang diri. Akan tetapi, tawanya semakin keras. Aku  menutup dan mengunci pintu kamarku. Aku bingung harus bersikap apa, bila nanti aku bertemu dia dijalan. Tanpa ku sadari sedari tadi Mbak Yun melihatku yang sedang menggelut diri di atas Kasur.
"Nit,gak makan siang?"
Mbutak, aww, suara Mbak Yun mengagetkan ku hingga aku terguling ke lantai untung di lantai kamar aku ada karpet bulu. Jadi, tubuh ku masih aman.Â
"Kenapa, Nitanya Mbak Yun? Kok, seneng banget?,hmm."
"Hehe.. gapapa Mbak."Â
Mbak Yun iseng banget sih, sambil menggaruk tekukku yang tidak gatal. Aku menatap Mbak Yun dengan malu-malu. Gimana, tidak malu? Mbak Yun menatap ku dengan jahilnya.Â
"Iyah, Mbak ini aku mau makan siang ko" aku mengambil makanan yang sudah Mbak Yun letakkan di tempat biasa, tepat di nakas samping tempat tidurku. Mbak Yun mengelus kepala ku dengan lembut, ia senang melihat ku yang riang seperti itu, tidak seperti biasanya, Lesuh tidak berdaya. Dengan melihatku seperti ini ujarnya mengingatkanku saat masih kecil, wajah penuh tawa tidak ada air mata yang membasahi pipi kecil ku kala itu. Semakin Beranjak dewasa air mata kerap kali membasahi pipiku yang suci, ucapnya sambil melihat aku makan siang dengan lahap.Â
"Pelan-pelan makan nya", sambil mengacak- ngacak rambut pirangku, lalu ia pergi untuk melanjutkan kerjanya. Oh iya, hari itu terjadi saat weekand, jadi aku bisa bersantai di kamar atau melakukan hal seperti biasanya. Tapi, saat itu beda, tepat seusai aku selesai makan siang pintu kamarku yang menuju Blankon, ada yang mengutuknya secara berulang. Aku abaikan ku suara pintu itu, lanjut menonton drama kesukaanku.Â
Tapi, suara itu mengganggu ketenanganku menonton drama. Yang awal nya ku pikir hanya orang iseng,tapi rasa kesal campur penasaran  ku semakin memuncak hingga aku mengambil sapu lidi untuk berjaga- jaga. Dan, ternyata itu adalah perilaku orang yang sudah membuat aku malu hari ini. Saat itu aku mematung dengan memegang sapu lidi seakan akan aku ingin memukulnya. Respon dia melihat ku saat itu hanya,
"Namaku Andreas, sekian." Setelah itu dia berjalan dengan meninggalkan ku dengan pertanyaan yang terus muncul di kepalaku. Aku mengikuti ia berjalan sambil memangang sapu lidi,ia berjalan menuju rumah nya.Saat ia sadar sedang ia menengok ke arah ku cepat sambil tersenyum.
Senyumnya begitu indah
Dengan cepat aku sadar dan langsung masuk ke kamarku.Â
Namanya Andreas . Nama yang IndahÂ
Entah kenapa saat itu aku begitu bahagia walau, di temukan dengan kejadian yang tidak terduga. Aku langsung menceritakan semua yang terjadi hari itu ke sahabat- sahabat ku melalui whatsapp grub. Saat itu sahabat ku bilang aku sedang jatuh cinta.Â
Sejak hari itu Andreas mengajak aku pergi keluar hampir setiap aku pulang sekolah. Kebetulan sekolah nya dengan sekolah ku bersebelahan. Saat jalan kami saling bertukar cerita tentang keluarga, sahabat, bahkan masa depan. Terkadang aku iri dengan masa depannya yang didukung oleh keluarganya, sedangkan aku.Â
Tapi, sejak itu aku mengerti mengapa orang tua nya mendukung seluruh mimpinya. Jawabannya adalah Kini. Baru saja kami bersenang-senang . Tapi, dia begitu tega meninggalkan aku. Kenangan dengan nya selama 3 Bulan lamanya usang begitu saja.Â
Saat itu seusai kami pergi  ia ingin mengunjungi temannya ke rumah sakit. Tapi, pada kenyataannya saat itu ia ada jadwal untuk kontrol penyakitnya, ia mengidap penyakit yang  memiliki harapan untuk hidup hanya 20%.Â
Aku menyesal kepada diriku, mengapa aku saat itu terlalu begitu percaya dengan ucapannya. Saat itu aku hanya bilang pada nyaÂ
'hati-hati ya kalau udah sampai kabarin aku, ya'
Kalimat simple tapi memiliki arti yang cukup luar biasa. Memang kedekatan kami begitu erat, tapi orang tua ku tidak mengetahuinnya. Mengapa?Karena, mereka tidak peduli akan tentang ku . Sampai sekarang mereka tidak pernah menanyakan akan kabar ku. Padahal, aku sudah terang-terangan bila ingin jalan dengan Andreas. Â Aku pun juga bingung dengan mereka.Â
Tapi aneh nya bila aku sudah pulang, mereka berantem tanpa ku tau permasalahannya apa yang mereka ributkan? Begitu aneh perilaku orang tuaku. Aku anak nya pun bingung dengan sifat mereka.Â
Ternyata sama saja memang aku ditakdirkan untuk hidup sendiri bila sudah di rumah, seperti tidak  ada kehidupan. Semua nya FLAT . Bila ada Andreas, banyak hal yang kami lakukan. Entah, itu hanya melihat pemandangan ataupun makan-makan di pinggir jalan. Semua penuh canda dan tawa ,tidak ada tangis maupun luka. Mungkin kini, aku kesepian kenangan itu menjadi boomerang bagiku. Kenangan itu menjadi tangis ku sepanjang malam.Â
Oh iyah, kini aku sudah berkuliah di salah satu Universitas Favorit aku mengambil jurusan yang melenceng dari impian kedua orang ku. Hingga mereka bercerai perihal masalah sempele ini saja. 'PERMASALAHAN MASA DEPAN'. Tapi, tak apa aku menjalani semuanya dengan  enjoy tanpa ada beban.Â
Terkadang bila ku mengingat masa SMA ku kembali begitu menyedihkan. Denganku menulis cerita ini akan membantu ku luput dari kenangan kelam itu jauh-jauh dari pikiran ku.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H