Ia langsung berbalik reflek penasaran siapa yang memanggil. Tiba-tiba bahunya ditepuk dari belakang.
"Heyy, ini aku Dahlan"
Aku kaget ternyata pak Dahlan mengikuti acara bedah buku juga. Raka diajak ngopi oleh pak dahlan di caffe mall dan berbincang-bincang hangat.
"Aku punya sahabat, katanya ia ingin dicarikan menantu yang pas untuk menjadi pasangan putrinya dan aku merasa kaulah yang cocok, coba besok kamu datangi alamat ini, umurmu dan karirmu sudah juga sudah matang jadi tidak masalah jika kau melanjutkan fase hidupmu ke jenjang selanjutnya". Ucap pak Dahlan
Dirinya seperti tersengat dan tiba-tiba kaku, ia mulai bertarung dengan pikirannya sendiri seakan hatinya berkata "Bisakah aku melanjutkan hidup baru?". Tapi karena tidak enak ia terima alamatnya dan berbincang seperti biasa.
Beberapa hari ia memikirkan untuk berangkat ke rumah yang diceritakan pak Dahlan, trauma masa launya masih terus menghantui hingga tak percaya dirinya akan diterima baik oleh sang calon. Sampai ia dikirim pesan oleh pak Dahlan dengan sebuah ancaman
"Keluarga sahabatku sudah menunggu kehadiranmu, jika kamu tidak mendengarkanku dan menemuinya kamu pasti akan menyesal seumur hidupmu".
Menyesal? Yang ia pikir hanya trauma masa lalu harusnya yang ia sesali tapi kenapa aku hatiku berkata lain? Batinnya seperti memaksa untuk mengikuti saran pak Dahlan.
Raka bergegas berangkat ke rumah yang dituju menggunakan motornya, rumahnya lumayan jauh sekitar 45km jarak yang ditempuh kemungkinan akan memakan waku kurang lebih satu setengah jam.
Sebenarnya dengan karir yang ia tempuh saat ini bisa aja ia membeli sebuah rumah dan mobil tapi menurutnya itu tidak terlalu penting dan membuang uangnya karena ia hidup hanya sendiri sebagai anak tunggal, kedua orang tuanya meninggal saat ia kuliah semester kedua.
Raka memasuki sebuah komplek agak dekat dengan pertengahan kota, meskipun dipertengan kota rumah di komplek tersebut terlihat sederhana namu elegan, tfiak seperti komplek pada umumya.