" Grup tukang pijit!!" ujar gue sambil nyelonong pergi
1
Hari yang menyebalkan. Sebenarnya gue nggak mau ketemu sama dia. Tapi, mau gimana lagi, kalau nggak pernah ketemu ya kebengetan. Lah, orang rumahnya aja sebelah rumah gue, nggak usah jalan kalau ingin ketemu dia, cukup nongolin kepala di jendela, teriak-teriak sedikit, tunggu lima menit pasti tuh si hidung besar keluar. Seharusnya gue seneng karena ada temen baru di komplek ini, tapi, nggak tahu kenapa, gue kok eneg. Apa mungkin karena dia lebih keren? Ah, nggak! Gue cowok paling keren di komplek ini. Catat!
Sial! Udah ketemu Afgan, pulang kerumah harus lihat bungkus cokelat berserakan. Pasti ini kerjaan Reni, kapan sih dia berhenti makan cokelat? Mending kalau gue dikasih cokelatnya, yang ada gue harus menahan iler cuma ngelihat bungkus cokelat.
" Renii.. gila loe ya, itu kasur gue, bukan tempat sampah. Jangan buang bungkus cokelat di situ, pesekk.!" teriak gue lebar. Ah, kenapa sih hari ini gue pengen makan orang? Nggak cukup penderitaan gue ngadepin Reni dan bungkus cokelatnya? Dan, harus nongol lagi mahluk yang juga lumayan kece, Afgan. OMG! Eyaangg..tolonglah cucumu! Upst! Eyang gue kan udah mati.
****
Malam udah larut. Gue masih saja guling-guling di kasur. Dari balik jendela, gue lihat bulan udah purnama. Kayanya ini saat yang tepat buat gue cari inspirasi untuk ultah Story. Gue pengen memberikan sesuatu yang berbeda, yang belum pernah terpikirkan oleh orang lain. Sebaiknya gue cari inspirasi diluar rumah. Malam ini memang sempurna! Udah indah dengan cahaya bulan, ada cewek cantik lewat.
" Hai Neng, sendirian nih..?"
" Ih, Abang buta apa emang nggak bisa matematika..?"
" Maksudnya, Neng..?"
" Kan, Abang tahu kalau saya sendiri, kok tanya sih..?"