Betapa hebat mereka di lapangan dan di panggung. Publik tiada henti bertepuk tangan dan mengagumi kehebatan mereka. Penggemar pun tak pernah mengedipkan mata dan memburu foto bersama jika berjumpa dengan mereka.
Kurang cerdas apa mereka? Selain bermain di lapangan, mereka juga menjadi bintang iklan. Saat jadi bintang iklan, mereka hanya perlu sekali syuting dan uang mengalir sendiri sepanjang iklan mereka ditayangkan di seluruh saluran media. Mereka cerdas menggandakan “revenue stream” sehingga mereka bisa enjoy menekuni profesi utamanya seolah tanpa beban kekhawatiran akan kelangsungan hidup jika tidak lagi laku.
Cek, apakah ketika mereka menjadi bintang dan bertengger di puncak kejayaan, mereka tak lagi bekerja keras? Tidak! Mereka tetap bekerja keras. Di belakang arena, yang tak semua orang tahu dan melihat, mereka tetap berlatih dengan keras setiap waktu. Selain meningkatkan kecakapan, menjaga mental bertanding, mereka juga merawat otot juara agar tetap lincah kala berlaga. Di belakang panggung mereka tetap berkeringat, di belakang panggung mereka tetap menempa diri dengan disiplin tinggi, di belakang panggung mereka terus mengasah keahlian… di belakang panggung, tanpa tepuk tangan, mereka terus memastikan bahwa saat naik ke pentas, mereka tetaplah yang terbaik.
Atas kerja cerdas, mereka mendapatkan upah. Saat kerja keras, yakni saat latihan, boro-boro dapat upah, bisa jadi yang mereka dapat dari pelatih adalah sumpah serapah, plus harus keluar uang untuk membiayai latihan. Mengapa mereka lakukan itu? Karena tanpa kerja keras, mereka tak akan bisa bekerja cerdas, dan tanpa semuanya mereka tak layak dapat upah lebih dari layak.
Jadi, sebagai trainer dan motivator, saya berpendapat, betapa penting kerja cerdas bersanding dengan kerja keras. Bagaimana menurut Anda?
Selamat bekerja cerdas dan bekerja keras.
Salam Juara!
Putera Lengkong, MBA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H