Mohon tunggu...
Putera Lengkong
Putera Lengkong Mohon Tunggu... Coach OLIMPIAN Emas Indonesia di Rio 2016 dan Motivator PARA JUARA -

Putera Lengkong, MBA adalah Mental Coach OLIMPIAN EMAS Indonesia di Rio 2016 dan Motivator PARA JUARA. Pembicara Seminar, Trainer, Mentor, Coach NLP untuk Personal, Team, Business, dan Sport Excellence. Penulis 3 Buku BEST SELLER, 4 CD Audio Laris, dan Business Owner (EO dan training provider, retail, perbankan, developer properti)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kerja Cerdas Tidak Lagi Cukup, Lalu?

16 Maret 2017   15:31 Diperbarui: 26 April 2017   07:00 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sahabat Juara,

Ada pendapat: kerja keras saja tidak cukup. Harus kerja cerdas. Apalagi sekarang adalah jaman generasi Y mulai mendominasi dunia tenaga kerja bahkan hingga ke level top management. Mereka menginginkan hasil yang serba cepat (instan) sehingga mengutamakan kerja cerdas. (Generasi Y adalah mereka yang lahir di antara tahun 1980 hingga 2000).

Namun, segera ada yang membantah: kerja cerdas saja tidak cukup. Harus kerja keras. Dan ini adalah potret generasi X yang memulai segala sesuatunya dari 0 dengan bekerja keras membanting tulang. (Generasi X adalah mereka yang lahir di antara tahun 1960 hingga 1980).

Terus, mana yang sebaiknya kita ikuti?

Menurut pengikut pendapat pertama, kerja keras itu baik namun hasilnya terbatas alias “segitu-segitu aja”. Pendapat mereka ini didasarkan pada potret orang-orang yang bekerja keras namun tidak ada perubahan signifikan, baik atas pekerjaannya maupun imbalan atas pencapaian pekerjaannya. Orang-orang yang bekerja keras itu cenderung mengulang-ulang cara yang sama.

Einstein mencibir orang-orang seperti ini sebagai “gila”: melakukan hal-hal yang sama namun menginginkan hasil yang berbeda. Mustahil! Merujuk Einstein, untuk mendapatkan hasil yang berbeda haruslah menempuh cara yang berbeda. Berbeda berarti cara lama ditambahi cara baru, atau cara lama diganti cara baru. Di sinilah , “kerja cerdas” diperlukan.

Orang yang bekerja cerdas adalah orang yang bekerja dengan dasar-dasar leadership inovasi, delegasi, dan sinergi. Inovasi berarti selalu tergerak untuk menciptakan pembaruan, mulai dari pembaruan produk, pembaruan komunikasi pemasaran, pembaruan metode pelipatgandaan keuntungan finansial, dll. Mereka adalah pemimpin pasar di industrinya. Dalam kompetisi, mereka selalu melejit lebih depan dari pesaing.

Delegasi dimengerti sebagai pembagian pekerjaan. Tidak semua dikerjakan sendiri. Supaya bisa berinovasi atau merampungkan pekerjaan yang lebih besar, maka pekerjaan dipercayakan kepada tim. Pertimbangannya sederhana. Jika dikerjakan sendiri kapasitasnya terbatas. Contoh: jika sendiri bisa menyelesaikan 5 pekerjaan. Ambil 2 pekerjaan, lalu serahkan 3 pekerjaan kepada 3 orang yang masing-masing memiliki kapasitas menyelesaikan 2 pekerjaan. Maka, untuk waktu yang sama, 8 pekerjaan bisa diselesaikan bersama-sama. Ini namanya mengungkit.

Sedangkan sinergi berarti bekerja sama dengan pihak lain yang lebih ahli di bidang yang kita tidak kuasai namun harus kita selesaikan. Daripada memaksa diri menaikkan kapasitas di aspek yang bukan kompetensi utama kita, lebih baik alihkan pekerjaan kepada pihak lain yang memang sangat ahli di bidang itu. Sementara itu kita bisa fokus menaikkan kompetensi kita. Hasilnya apa? Kita akan dikenal menguasai kompetensi yang jauh di atas kompetensi yang senyatanya kita miliki. Orang lain tidak perlu tahu bahwa sebagian pekerjaan kita ditopang oleh pihak lain yang wajahnya tidak kita tampilkan ke permukaan.

Meski begitu, ternyata, kerja cerdas saja tidak cukup. Tetap harus bekerja keras. Bagaimana penjelasannya?

Anda kenal pebasket NBA legendaris Michael Jordan? Anda kenal pemain bola dunia asal Portugal Ronaldo? Anda kenal penyanyi Indonesia yang mendunia Agnez Monica? Dan, anda tentu tahu Liliyana Natsir dan Tontowi Ahmad, pasangan olimpian emas yang dimana saya menjadi Coach Juara untuk mereka.

Betapa hebat mereka di lapangan dan di panggung. Publik tiada henti bertepuk tangan dan mengagumi kehebatan mereka. Penggemar pun tak pernah mengedipkan mata dan memburu foto bersama jika berjumpa dengan mereka.

Kurang cerdas apa mereka? Selain bermain di lapangan, mereka juga menjadi bintang iklan. Saat jadi bintang iklan, mereka hanya perlu sekali syuting dan uang mengalir sendiri sepanjang iklan mereka ditayangkan di seluruh saluran media. Mereka cerdas menggandakan “revenue stream” sehingga mereka bisa enjoy menekuni profesi utamanya seolah tanpa beban kekhawatiran akan kelangsungan hidup jika tidak lagi laku.

Cek, apakah ketika mereka menjadi bintang dan bertengger di puncak kejayaan, mereka tak lagi bekerja keras? Tidak! Mereka tetap bekerja keras. Di belakang arena, yang tak semua orang tahu dan melihat, mereka tetap berlatih dengan keras setiap waktu. Selain meningkatkan kecakapan, menjaga mental bertanding, mereka juga merawat otot juara agar tetap lincah kala berlaga. Di belakang panggung mereka tetap berkeringat, di belakang panggung mereka tetap menempa diri dengan disiplin tinggi, di belakang panggung mereka terus mengasah keahlian… di belakang panggung, tanpa tepuk tangan, mereka terus memastikan bahwa saat naik ke pentas, mereka tetaplah yang terbaik.

Atas kerja cerdas, mereka mendapatkan upah. Saat kerja keras, yakni saat latihan, boro-boro dapat upah, bisa jadi yang mereka dapat dari pelatih adalah sumpah serapah, plus harus keluar uang untuk membiayai latihan. Mengapa mereka lakukan itu? Karena tanpa kerja keras, mereka tak akan bisa bekerja cerdas, dan tanpa semuanya mereka tak layak dapat upah lebih dari layak.

Jadi, sebagai trainer dan motivator, saya berpendapat, betapa penting kerja cerdas bersanding dengan kerja keras. Bagaimana menurut Anda?

Selamat bekerja cerdas dan bekerja keras.

Salam Juara!

Putera Lengkong, MBA

http://PuteraLengkong.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun