Atau, ia juga bisa menempatkan tuntutan pernikahan ideal menurut adat di antara Aceh dan kekerasan psikologis yang menyebabkan kematian Yanti dalam cerpen "Sangkar" (hal. 121).
Jika dipikirkan lebih lanjut, rangkaian pemikiran ini mengarah pada kesimpulan bahwa tanpa adanya militer atau tuntutan pernikahan yang ideal, Aceh tidak akan terkait secara langsung dengan kekerasan.
Kesimpulan ini dalam dunia semiologi bisa saja sama atau berbeda dari pembahasan di luar konteks sastra tentang hubungan antara Aceh dengan kekerasan, militer, adat, atau bahkan agama.
Kita tahu bahwa kekerasan bisa terjadi di mana saja dalam kehidupan sehari-hari, sehingga penting untuk mencari tahu apa penyebabnya, bagaimana cara kerjanya, dan bagaimana mencegah atau menanganinya jika sudah terjadi.Â
Melalui dunia fiksi dalam "Kebun Jagal", hal ini dieksplorasi, memberikan pandangan yang mungkin bisa diterapkan dalam kehidupan nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H