Mohon tunggu...
PURWONO 1
PURWONO 1 Mohon Tunggu... Administrasi - Circular economy

Adanya menggenapkan , ketiadanya mengganjilkan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Model Pengelolaan Sampah Berbasis Circular Economy di Kabupaten Banyumas

2 Januari 2021   11:11 Diperbarui: 2 Januari 2021   11:54 1636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi serta pembangunan tidak hanya membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat, tetapi juga membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat seperti adanya kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan saat ini telah sangat nyata dan dapat dirasakan, salah satu penyebabnya adalah sampah yang tidak terkelola dengan baik. Sampah telah menjadi persoalan yang cukup pelik bagi negara berkembung khususnya, termasuk di Indonesia. Kehidupan kegiatan manusia tidak dapat terlepas dari sampah. Setiap hari manusia menghasilkan sampah yang harus dibuang, baik di rumah, di kantor, maupun dimana kita berada. Tidak mengherankan jika sampah bertambah, seiring dengan bertambahnya jumlah manusia.

Negara Indonesia menghasilkan sampah 175.000 ton/hari dengan jumlah Penduduk 327 juta jiwa. Volume sampah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2025. Berdasarkan data statistik sampah di Indonesia menempati peringkat kedua produksi sampah setelah Cina pada tahun 2014. Menurut Sri Bebassari (ketua umum Indonesia Solid waste Association) mengatakan jumlah sampah yang dihasilkan mencapai 50 juta ton/tahun,  Jumlah tersebut akan terus bertambah jika tidak dilakukan pengelolaan sampah dengan baik. Menurut Tuti Hendrawati Mintarsih ( Dirjen pengelolaan sampah, limbah dan B3 KLHK) bahwa tahun 2019 volume sampah di Indonesia diperkirakan mencapai 68 juta ton/tahun. Dari jumlah total tersebut 60% berupa sampah organik dan sisanya berupa anorganik, dengan target pengurangan 25 % dan 75%  penanganan dengan cara composting dan recycle serta pembuangan ke TPA.

Berdasarkan data perhitungan timbulan sampah menurut SNI 1955 didapatkan jumlah timbulan sampah di Kabupaten Banyumas pada tahun 2018 sebanyak 4.267 m3/hari pada jumlah penduduk sebanyak 1.665.025 jiwa. Perhitungan jumlah timbulan sampah berdasarkan SNI bagi kota kecil dan sedang yaitu estimasi sampah yang dihasilkan per jiwa sebesar 2,5-2,75 liter/orang/hari dikalikan jumlah penduduk.

Tabel. 1.1. Komposisi timbulan sampah di TPA Kaliori Kabupaten Banyumas tahun 2016-2018.

No. 

Bahan (%) 

2016 

2017 

2018 

1.

Kertas

5,05

11,24

11,24

2.

Kayu

3,09

0,63

0,63

3.

Kain

2,49

0,76

0,76

4.

Karet/kulit

2,23

0,66

0,66

5.

Plastik

14,09

26,08

26,08

6.

Metal/logam

3,02

2,66

2,66

7.

Gelas/kaca

3,16

3,86

3,86

8.

Organik

63,95

52,88

52,88

9.

Lain-lain

2,81

1,23

1,23

Sumber : Laporan Periodik Sampah, DLH Kabupaten Banyumas, 2016-2018

Berdasarkan (Statistik Lingkungan Hidup Indonesia, 2018), menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, tahun 2017 sumber sampah terbesar berasal dari sampah rumah tangga sebesar 36%, sampah pasar 24%, sampah pusat perniagaan 14%, sampah fasilitas publik 12%, sampah kantor 9%, sampah kawasan 3% dan sampah lainnya 2%, dan baru sebesar 14% dimanfaatkan atau dikelola, sedangkan sebagian besar ditimbun ke TPA sebesar 66,39%.

Pada umumnya pengelolaan di Indonesia menganut model kumpul, angkut buang dan berujung ke TPA, pengelolaan sampah ini merupakan bom waktu karena suatu saat TPA overload  maka menimbulkan masalah bagi suatu daerah dalam penanganan sampah. Hal ini juga terjadi di Kabupaten Banyumas dimana TPA Kaliori yang merupakan TPA utama di Kabupaten Banyumas sebagai tempat pemrosesan akhir sampah mengalami permasalahn dan overload. 

Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan sampah antara lain, upaya pengurangan sampah yang dihasilkan sendiri dari kegiatan rumah tangga oleh masyarakat belum menjadi budaya, serta adanya anggapan di masyarakat bahwa kegiatan pengelolaan sampah adalah kewajiban pemerintah.

Pemerintah Kabupaten Banyumas telah melakukan berbagai upaya untuk mengelola sampah dengan pendekatan regulasi maupun teknis. Regulasi pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas melalui Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 6 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah dan telah menerbitkan Peraturan Bupati Banyumas Nomor 45 tahun 2018 tentang Kebijakan Strategi Daerah dalam pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah tangga serta Bupati Banyumas mengeluarkan Surat Edaran Nomor : 660.1/7776/2018 tentang Pengelolaan Sampah di Sumbernya. Adapun pendekatan teknis Pemerintah Kabupaten Banyumas membangun beberapa TPS3R skala besar yang sering disebut “hanggar” di lima lokasi Kecamatan di luar wilayah perkotaan Purwokerto dan membangun Pusat Daur Ulang Sampah (PDU) di delapan lokasi di wilayah perkotaan Purwokerto.

Berdasarkan laporan evaluasi pelaksanaan Kebijakan Strategi Daerah (Jakstrada) bahwa Kabupaten Banyumas pada tahun 2019 dapat melakukan pengurangan sampah melalui pemanfatan sampah yang dilakukan oleh berbagai kegiatan TPS3R/hanggar, bank sampah  sebesar 22% , dan ada 78% sampah yang belum termanfaatkan yang berakir di TPA.

Dengan masih tingginya sampah yang dibuang ke TPA dapat menjadi persoalan yang serius dikemudian hari, maka perlu upaya konfrehensif untuk malakukan upaya pengelolaan berbasis pemanfaatan sampah dimana sampah tidak lagi dibuang ke TPA tapi dapat dimanfaatkan  dari hulu atau sumbernya.

Pengertian Sampah

Beberapa pengertian sampah yang dilontarkan oleh para ahli dan pakar memperlihatkan bahwa sebelum dikeluarkannya Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah dipandang sebagai sesuatu yang tidak berguna. beberapa pengertian tersebut antara lain (Basyriyanta, 2007:17-18):

1. Kamus Lingkungan (1994), sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk digunakan secara biasa atau khusus dalam produksi atau pemakaian; barang rusak atau cacat selama manufaktur; atau materi berkelebihan atau buangan.

2. Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink (1996), sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.

3.  Tanjung, sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula.

Berbagai pengertian sampah tersebut menggambarkan bahwa sampah bagi masyarakat Indonesia masih dianggap sebagai sesuatu yang tidak berguna sehingga harus dibuang. Sampah yang dibuang tersebut menjadi masalah ketika jumlah timbulan sampah terus bertambah tetapi pengelolaan sampah tidak dilakukan. Dampaknya lingkungan menjadi kotor, sumber air dan tanah tercemar, menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit, dan penyumbat air yang menimbulkan banjir ketika musim hujan. Tidak hanya itu, sampah pun dapat merusak keindahan lingkungan dan dapat menimbulkan bau yang tidak sedap, serta mengeluarkan gas metan yang merupakan salah satu gas rumah kaca yang menimbulkan pemanasan global.

Dirumuskannya UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, ternyata membawa  paradigma baru dalam pengelolaan sampah. Sampah menurut UU No. 18 Tahun 2008 diterjemahkan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam, yang berbentuk padat yang pengelolaannya ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Dengan kata lain, sampah bukan lagi sebagai sesuatu yang tidak berguna, akan tetapi pada tingkat tertentu merupakan sumber daya yang memiliki nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Ingat hukum termodinamika I,  tentang kekekalan energi,  energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, melainkan hanya dapat berubah bentuk begitu juga sampah.

Sampah merupakan hasil sampaing dari suatu kegiatan atau usaha , dapat menjadi sumber energi, menjadi kompos, pupuk, ataupun bahan baku industri yang kesemuanya diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan sumber daya alam yang diperoleh dijadikan produk, digunakan dan setelah itu sisa atau menjadi limbah/sampah. Paradigma guna dimanfaatkan lalu menjadi limbah merupakan konsep linier. Pemanfatan sampah untuk dijadikan bahan baku daur ulang atau digunakan kembali merupakan kegiatan melingkar atau lebih dikenal dengan kegiatan circular economy  atau kegiatan ekonomi melingkar (Ellen Macarthur Foundation, 2013).

 

Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah adalah kontrol terhadap timbulan sampah, mulai dari pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, proses, dan pemrosesan akhir sampah dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip kesehatan, ekonomi, keteknikan, konservasi, estetika, lingkungan dan sikap masyarakat (Tchobanoglous, et al., 1993).

Secara umum pengelolaan sampah di Indonesia menggunakan dua pendekatan yaitu penanganan sampah dan pengurangan sampah dalam hal ini telah dituangkan target nasional penagnanan sampah 70% dan pengurangan sampah 30% sampai pada tahun 2025 (Perpres Nomor 97 Tahun 2017). Peengurangan sampah dapat dilakukan dengan sisitim 3 R (Reduse, Reuse, Recycle). Sedangkan penanganan sampah dalam Jakstranas lebih kepada yaitu upaya Pemerintah dalam pengelolaan sampah meliputi pengumpulan, pewadahan, pengangkutan dan proses akhir pengelolaan sampah.

Sedangkan pengelolaan sampah versi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, terdapat 2 (dua) kelompok utama dalam hal pengelolaan sampah yaitu pengurangan sampah (waste minimization) dan penanganan sampah (waste handling). Tujuan pengelolaan sampah adalah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Menurut (Damanhuri & Padmi, 2019) pengelolaan persampahan mempunyai tujuan yang sangat mendasar, yaitu :

1. Menciptakan estetika lingkungan.

2. Meningkatkan kesehatan msyarakat dan lingkungan.

3. Melindungi sumber daya alam (khususnya air).

4. Melindungi fasilitas sosial ekonomi.

5. Menunjang pembangunan sector strategis lainnya.

Model Pengelolaan Sampah

            Model adalah representasi dari suatu objek, benda, atau ide-ide dalam bentuk yang disederhanakan dari kondisi atau fenomena alam. Model berisi informasi- informasi tentang suatu fenomena yang dibuat dengan tujuan untuk mempelajari fenomena sistem yang sebenarnya. Model dapat merupakan tiruan dari suatu benda, sistem atau kejadian yang sesungguhnya yang hanya berisi informasi- informasi yang dianggap penting untuk ditelaah. (Achmad, M, 2008).

            Model pengelolaan sampah di Indonesia secara umum ada dua yaitu urug dan tumpukan. Model urug yaitu membuang sampah di lahan cekungan ataulembah lalu diurug tanah tanpa ada perlakuan apapun, sedangkan model tumpuk, merupakan model yang lebih maju dibandingkan dengan model urug. Tumpukan sampah dikelola seperti aerob dengan dilengkapi kolam penampung air buangan (leachet ) dan pembakaran gas methan, (Sudrajat, 2006)

            Upaya pengelolaan sampah telah dilakukan oleh berbagai stakeholder dengan berbagai model dan inovasi pengelolaan sampah dinataranya, pengelolaan sampah berbasis masyarakat, penggelolaan sampah dengan pendekatan bank sampah, pengelolaan bebrbasis TPS 3R maupun pengelolaan sampah dengan sisitim “hanggar” yang digunakan di Kabupaten Banyumas (Tristanti Y, 2020).

        

Circular Economy

            Circular economy (CE) adalah konsep alternatif dari ekonomi linear (produksi – penggunaan – pembuangan) yang bertujuan untuk menggunakan potensi setiap material semaksimal mungkin serta untuk memulihkan material yang telah sampai pada usia akhirnya. Konsep ini penting untuk diterapkan di Indonesia karena sistem linear di Indonesia telah menyebabkan negara ini terus mengeksploitasi sumber daya alamnya dan terus menghasilkan sampah. Sebanyak 175,000 ton sampah per hari dihasilkan oleh Indonesia (KLHK, 2015) dan diprediksi ada kehilangan 28,1 triliun rupiah akibat sebagian besar sampah dikirim langsung ke pembuangan akhir (Waste4Change, 2015).

            "Circular Economy" mengacu pada model produksi dan konsumsi yang secara fundamental berbeda dari model "ekonomi linier" yang telah mendominasi masyarakat. Ekonomi linierdidasarkan pada proses linier yang sederhana; ekstrak, produksi, konsumsi dan buang,dengan sedikit atau tanpa perhatian pada polusi yang dihasilkan pada setiap langkah. Model ekonomi linier dicirikan oleh keunggulan yang diberikannya pada tujuan ekonomi, dengan sedikit perhatian pada masalah ekologi dan sosial (dan internalisasi biaya ini) serta sedikit ketergantungan pada intervensi kebijakan publik terkait. Namun, planet ini memiliki batas yang terbatas, dan bahkan dalam model ekonomi linier produksi dan konsumsi, limbahyang dihasilkan melalui ekstraksi dan produksi barang dan produk pasca konsumsi datangmenghantui kita sebagai polusi karena akhirnya berakhir di tempat pembuangan sampah ataudisebarkan dengan cara yang mencemari lingkungan kita ( Sebastian, S et. al. 2016).

            Ekonomi sirkular bertujuan untuk mengurangi volume sampah yang dihasilkan di dunia, mengubahnya menjadi sumber daya. Konsep indikator ekonomi melingkar diperkenalkan mengevaluasi peningkatan yang diperoleh terkait efisiensi dalam hal pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang limbah yang dihasilkan di kampus Universitas Lome (Togo). Indikator tersebut menunjukkan bahwa 59,5% limbah yang dihasilkan di kampus pada tahun 2018 dapat dimasukkan ke dalam paradigma ekonomi sirkuler melalui pengomposan, dan 27,0% dari energi yang dikonsumsi dapat diganti dengan energi bersih yang diperoleh dari biogas. Seluruh pecahan plastik dapat dimasukkan ke dalam paradigma ekonomi melingkar oleh menggunakan kembali botol plastik dan sisanya dijual di pelabuhan kota. Dengan demikian, penghasilan yang didapat bisa berkisar dari 15,5 / hari pada tahun 2018 hingga 34,5 / hari pada tahun 2027. Untuk ban bekas, 1,5% kebutuhan karet untuk mengaspal di seluruh jalan kampus bisa tergantikan oleh limbah yang dihasilkan oleh ban saat ini ada disana. Alhasil, pengelolaan sampah di kampus bisa terkendali berkat hal tersebut indikator, dan ini bisa menjadi model untuk negara lainnya (Lucía Salguero-Puerta, et al, 2019).

            Pengelolaan sampah saat ini dilakukan dengan urutan sebagai berikut: produksi, presentasi, pengumpulan, transportasi, dan perawatan. semua limbah harus digunakan kembali, dan untuk itu, ekonomi sirkuler bertujuan untuk meminimalisir eliminasi. Gambar 1 menunjukkan transisi dari alinier ke model ekonomi melingkar (Lucía Salguero-Puerta, et al, 2019).

Pembahasan

Dirumuskannya UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, ternyata membawa  paradigma baru dalam pengelolaan sampah. Sampah menurut UU No. 18 Tahun 2008 diterjemahkan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam, yang berbentuk padat yang pengelolaannya ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Dengan kata lain, sampah bukan lagi sebagai sesuatu yang tidak berguna, akan tetapi pada tingkat tertentu merupakan sumber daya yang memiliki nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Ingat hukum termodinamika I,  tentang kekekalan energi,  energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, melainkan hanya dapat berubah bentuk begitu juga sampah. Sampah merupakan hasil sampaing dari suatu kegiatan atau usaha , dapat menjadi sumber energi, menjadi kompos, pupuk, ataupun bahan baku industri yang kesemuanya diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (dapat dilihat pada Gambar.1).

Pengembangan Kegiatan Ekonomi dalam Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan nilai ekonomi, selain memberikan manfaat positif bagi lingkungan. Pengelolaan sampah yang baik adalah pengelolaan sampah yang dilakukan secara terpadu mulai dari sumber sampai ke TPA atau dengan kata lain dilakukan mulai dari hulu hingga hilir seperti yang diamanatkan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam setiap prosesnya, memungkinkan berkembang berbagai kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Praktik pengelolaan sampah yang baik seperti yang diatur dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah tersebut telah dilakukan di Kabupaten Banyumas. Beberapa praktik pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas memberi kontribusi pada peningkatan pendapatan masyarakat, mengurangi pengangguran, karena membuka lapangan kerja baru di masyarakat dan dapat mengurangi kemiskinan.

Pengembangan Bank Sampah

Perubahan paradigma dalam pengelolaan sampah yang dahulu dengan metode kumpul-angkut-buang (ke TPA) menuju sistim pengelolaan yang baru yaitu bertumpu pada pengurangan sampah dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi pembatasan timbulan sampah (reduce), pemanfaatan ulang sampah  reuse ) , daur ulang sampah (recycle) atau dikenal dengan istilah 3R, 3R dilakukan disumber sampah seperti rumah, kantor, rumah makan, super market, fasilitas umum dan lain-lain tempat penghasil sampah. Pengurangan sampah dengan prinsip 3R diawali dengan proses pemilahan sampah dari sumbernya, sehingga yang melakukan pemilahan akan mendapatkan sampah yang bisa digunakan ulang, sampah yang bisa didaur ulang dan sampah residu. Adanya proses pemilahan sampah dari sumber menjadikan beberapa sampah menjadi bernilai dan dari sinilah berbagai inovasi muncul memanfaatkan sampah yang telah terpilah. Salah satu inovasi dari sisitim pemilahan sampah dengan munculnya bank sampah. Bank sampah merupakan salah satu inovasi bagaimana mensejajarkan sampah yang tadinya barang tak bernilai dengan suatu makna bank yang merupakan tempat atau sumber uang.  Sampah yang telah terpilah dapat ditabungkan ke bank sampah, setelah terkumpul banyak sampah yang dapat diguna ulang atau didaur ulang dapat dijual ke pengepul atau industri daur ulang. Bank sampah merupakan  implementasi Permen Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle.

            Pengembangan bank sampah di Kabupaten Banyumas sangat pesat hal ini dapat dilihat dari jumlah bank sampah. Bank sampah yang tercatat di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas sampai saat ini ada 1000 lebih bank sampah. Bank sampah-Bank sampah tersebut ada yang dikelola oleh instansi pemerintah, ada juag yang dikelola swasta dan pada umumnya dikelola secara mandiri oleh masyarakat. Berbagai inovasi pengelolaan muncul, ada yang menjadikan bank sampah yang dikelola masyarakat sebagai pusat kampanye pengelolaan lingkungan hidup, ada yang sebagai pusat ekonomi masyarakat terbawah dilingkup RT/RW, ada juga sebagai bentuk kegiatan bantuan sosial masyarakat dengan lebih dikenal dengan gerakan sodaqoh sampah. Hampir di setiap desa di Kabupaten Banyumas terdapat bank sampah. Nilai ekonomi dengan adanya bank sampah jika dihitung per bank sampah nilainya tidak terlalu besar akan tetapi jika digabung seluruh bank sampah yang ada di Kabupaten Banyumas cukup besar, dengan perhitungan kasar dari 1000 bank sampah di Kabupaten Banyumas dikalikan setiap bulan nilai ekonomi rata-rata yang diperoleh setiap bank sampah sebesar Rp. 100.000,- maka ada nilai Rp. 100.000.000,- setiap bulan nya dari bank sampah. Selain bank sampah secara konvesional menabung sampah yang nantinya dikonversi terhadap uang ada bank sampah di Kelurahan Bobosan yaitu Bank Sampah Makaryan Bobosan melakukan kerjasama dengan PT. Pegadaian Purwokerto. Tabungan sampah dari nasabah dikonversikan dengan nilai emas, nasbah dengan menabung yang dikonversikan dengan emas  lebih diuntungkan dibandingkan yang konvesional karena nilai tukar emas terhadap rupiah setiap bulan ada kenaikan.

 

Pengembangan Hanggar Pengelolaan Sampah

            Bagi sebagian orang mendengar hanggar sampah tentunya asing dan yang dibayangkan adalah hanggar tempat pesawat terbang. Istilah hanggar pengelolaan sampah hanya ada di Kabupaten Banyumas. Pada prinsipnya hanggar pengelolaan sampah merupakan Tempat Pengelolaan Sampah dengan prinsip 3R atau yang lebih dikenal dengan TPS 3R. Hanggar pengelolaan sampah yang ada di Kabupaten Banyumas sama dengan TPS 3R yang ada ditempat lain akan tetapi luasan hanggar lebih luas dibandingkan dengan TPS 3R yang sudah ada di berbagai daerah di Indonesia. Hanggar dilengkapi dengan berbagai mesin untuk pemilahan, mesin pencacah sampah organik dan mesin ayak untuk pengomposan dan mesin pres untuk sampah plastik atau kertas hasil dari pilahan. Alur pengelolan sampah di hanggar / TPS 3R dapat dilihat pada gambar 2. Hanggar di Kabupaten Banyumas ada 5 unit yang masing-masing luasanya sebesar 1200M2 yang tersebar di wilayah Kabupaten Banyumas yaitu di Kecamatan Wangon, Kecamatan Ajibarang, Kecamatan Sumpiuh, Kecamatan Sumbang dan Kecamatan Patikraja.

            Hanggar sampah menyerap banyak tenaga kerja , juga hasil pilahan sampah di hanggar berupa sampah anorganik yang punya nilai jual rata-rata hasil penjualan sebesar  Rp. 3.000.000,- per bulan per hanggar, belum lagi hasil penjualan kompos rata-rata hanggar menghasilkan 2 ton kompos yang semuanya dibeli oleh pemerintah daerah dengan nilai Rp. 2.000,- per kg, dan tentunya iuran sampah dari pelanggan hanggar yang sampah nya dikelola oleh hanggar. Pengelolaan hanggar / TPS 3R di Kabupaten Banyumas seluruhnya dikelolakan kepada masyarakat sehingga nilai ekonomi yang didapat dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat kurang mampu yang menjadi tenaga pengelola hanggar. Selain nilai ekonomi yang didapat dari adanya pengelolaan sampah melalui hanggar / TPS3R maka ada nilai lingkungan yang tidak bisa diukur dengan uang, lingkungan yang bersih sehat dan nyaman merupakan nilai yang didapat pula. Selain hanggar sampah di wilayah perkotaan Purwokerto juga terdapat Pusat Daur Ulang (PDU) Sampah yang secara prinsip oprasionalisasinya sama dengan TPS3R / hanggar akan tetapi luasanya lebih kecil dibandingankan dengan hanggar. PDU mempunyai luas rata rata 500M2 dan cakupan layanannya hanya untuk untuk satu kelurahan, sedangkan hanggar cakupan layanannya untuk satu kecamatan.

dokpri
dokpri
Sampah Online Banyumas “Salinmas”

            Pemanfaatan teknologi informasi tidak hanya terbatas pada saince, industri manufactur, maupun perdagangan umum. Pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas tidak ingin tertinggal dalam penggunan teknologi informasi, salinmas adalah salah satu pemanfaatan teknologi informasi dalam pengelolaan sampah. Secara prinsip program salinmas merupakan upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas untuk memberikan insentif kepada masyarakat yang telah melakukan pemilahan sampah dari rumah tangga. Sampah hasil pemilahan dalam program salinmas digolongkan dua yaitu sampah anorganik berupa plastik dan sampah organik berupa sampah sisa makanan. Sampah yang telah dipilah dapat dijual melalui aplikasi berbasis android ini kepada pemerintah daerah. Alur kerja program salinmas hampir mirip dengan aplikasi android untuk mengantar penumpang atau makanan. Aplikasi salinmas tentunya dapat diunduh melalui play store , hanya warga Kabupaten Banyumas yang dapat memanfaatkan aplikasi salinmas , karena tujuan awal dari aplikasi ini yaitu upaya pengurangan timbulan sampah di Kabupaten Banyumas.

Sampah organik melalui aplikasi salinmas dihargai Rp. 400,- per kg sampai lokasi pengumpulan, dengan rincian  Rp. 100,- untuk masyarakat penghasil dan Rp. 300,- untuk operator aplikasi, dalam hal ini operator merupakan kelompok masyarakat penggiat / pengelola sampah di wilayah masing-masing keluarahan dengan nama yang umum dikenal KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat). Sampai dengan saat ini pengguna program salinmas lebih dari 700 orang atau user dengan nilai total omzet sejak aplikasi ini di lounching tanggal 7 November 2019 oleh Bupati Banyumas, sejumlah lebih dari Rp. 50.000.000, itu hanya dari penjualan sampah organik. Aplikasi salinmas merupakan inovasi pengelolaan sampah di Banyumas, sampai saat ini baru dilaksanakan di 11 kelurahan di wilayah perkotaan Purwokerto dan diharapkan pada akhir tahun 2021 sudah dapat dirasakan oleh seluruh warga yang ada di wilayah perkotaan Purwokerto.

Model Pengelolaan Sampah Berbasis Circular Economy (CE)

            Dari berbagai kegiatan pengelolaan sampah yang telah dilakukan di Kabupaten Banyumas baik yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas maupun oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) maupun Rumah Tangga dapat dirumuskan model pengelolaan sampah berbasis circular economy dengan pedoman payung yaitu Jakstrda pengelolaan sampah Kabupaten Banyumas.

            Secara umum pengelolaan sampah berbasis circular economy menurut Hesmati (2015) menerapkan CE berdasarkan prinsip 3R (pengurangan penggunaan material, penggunaan kembali, dan daur ulang) dengan bertujuan tidak hanya pengurangan sampah tapi bagaimana memanfaatkan sampah untuk kesejahteraan. Berbagai kegiatan pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas melalui TPS3R / hanggar, bank sampah, aplikasi salinmas telah menghasilkan nilai ekonomi jika dikelola dengan baik dan sungguh-sungguh dan telah mengarah kepada prinsip-prinsip CE, akan tetapi untuk mengarah kepada CE maka perlu diupayakan panduan atau model pengelolahan sampah berbasis CE.

            Pemembuatan model pengelolaan sampah berbasis circular economy maka diperlukan perangkat regulasi maupun  krangka teknis, dalam penyususnan model dapat dimulai dengan perencanaan, perorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Regulasi model pengelolaan sampah berbasis CE dapat berupa Surat Keputusan Kepala Dinas Teknis (pengelola sampah) di dalamnya memuat tahapan-tahapan dari persiapan, pelaksanaan dan evaluasi pengelolaan sampah berbasis CE. Secara umum kebijakan dan strategi pengelolaan sampah dengan pola pendekatan 3R (reduce, reuse , recycle) dan pemberian insentif telah tertuang dalam Peraturan Bupati Banyumas Nomor 45 tahun 2018.

Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

  1. Model pengelolaan sampah berbasis circulasr economy (CE) untuk sampah rumah tangga di Kabupaten Banyumas dapat dibuat berdasarkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dengan kegiatan-kegiatan pengelolaan sampah yang sudah dilasanakan baik oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas melalui dinas teknis (Dinas Lingkungan Hidup) maupun yang telah dilakukan KSM dan masyarakat berupa pengelolaan sampah di TPS3R, bank sampah dan program “salinmas” .
  2. Model pengelolaan sampah berbasis circular economy ditetapkan melalui regulasi yang berlaku di Pemerintah Kabupaten Banyumas dapat berupa Surat Keputusan Kepala Dinas Lingkungan Hidup  dengan mengacu kepada regulasi yang ada yaitu Peraturan Bupati Banyumas Nomor 45 tahun 2018 tentang Jakstrada Pengelolaan Sampah.
  3. Model pengelolaan sampah berbasis circular economy memuat minimal berupa kebijakan secara umum serta tahapan persiapan, pengorganisasian , pelaksanaan dan evaluasi secara konfrehensif.

Saran

Diharapkan model pengelolaan sampah berbasis circular economy ini dapat dijadikan model pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas , maka diperlukan adanya komitmen yang kuat dari pemerintah daerah. Komitmen yang kuat tersebut dijabarkan dalam bentuk penganggaran, program-program, dan peraturan daerah yang mendukung bagi pelaksanaan pengelolaan sampah yang baik seperti yang diatur dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Daftar  Pustaka

 

Achmad, Mahmud, (2008). Tehnik Simulasi dan Permodelan, Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.

Basriyanta. (2007). Memanen Sampah. Yogyakarta: Kanisius.

Damanhuri, E dan Tri Padmi. (2019). Pengelolaan Sampah Terpadu. Bandung : ITB Press.

Ellen MacArthur Foundation. (2013). Towards The Circular Economy Vol.1. website www.ellenmacarthurfoundation.org.

Hesmati, A. (2015) A Review of the Circular Economy and its Implementation. Sogang University and IZA.

Lucía Salguero-Puerta, et al, (2019). Sustainability Indicators Concerning Waste Management for Implementation of the Circular Economy Model on the University of Lome (Togo) Campus. Int. J. Environ. Res. Public Health 2019, 16, 2234; doi:10.3390/ijerph16122234. 

Purwono. (2020). Pengelolaan Sampah Sebagai Ekonomi Kreatif. Harian Radar Banyumas November 2020.

Sebastian, S. et. al (2015) Environmental sciences, sustainable development and circular economy: Alternative concepts for trans-disciplinary research. https://www.sciencedirect.com/journal/environmental- development/vol/17/

Sudrajat. (2006). Mengelola Sampah Kota. Jakarta : Penebar Swadaya.

Waste4Change, 2015 Sirkular Ekonomi. diunduh dari https://waste4change.com/blog/supporting-circular-economy-through-responsible-waste-management-with-aste4change/.

Yuni,T. (2020).  Dinamika Pengelolaan Sampah Di Kabupaten Banyumas (Studi Kasus Sistem Hanggar). Tesis. Purwokerto. Program Magister Ilmu Lingkungan UNSOED.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun