Mohon tunggu...
Purwati Idamaningsih
Purwati Idamaningsih Mohon Tunggu... Guru - Penulis Indie

Purwati Idamaningsih atau yang lebih sering disapa bu Ida oleh para siswanya. Adalah seorang pengajar di MA Masyithoh Gamping dan Di MA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia,. Dunia literasi sudah digeluti sejak masa kuliah di Universitas Tidar Magelang sampai sekarang ini, Beberapa tulisannya berupa cerpen, opini, SST,serta Citicen Jurnalis pernah dimuat di berbagai media seperti Kedaulatan Rakyat, Bernas, Harian Yogya dan Tribun, dan Majalah Candra, majalah Dinas Pendidikan dan Pemuda DIY. Tulisannya juga ada yang sudah dibukukan dalam bentuk antologi salah satu tulisannya ada didalam buku yang berjudul Mozaik Pendidikan kumpulan tulisan penulis Sahabat Candra, Maaf Aku Bukan Super Mom, Buku Haru Biru dari Kementerian Agama serta membuat modul Bedah Soal UN dan Modul Pelajaran Bahasa Indonesia SMA, ditambah buku Antologi terbarunya yang tidak lama lagi terbit yang berjudul Di Balik Sosok Kartini Kementerian Agama DIY. Untuk mengenal lebih jauh dengan penulis bisa mengakses medsosnya melalui FB Purwatiidamaningsih, IG Pur_idaman, WA 081391428705.Email purida68@gmail,com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Balada Sambalado

23 Juli 2020   22:26 Diperbarui: 23 Juli 2020   22:18 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi ini cuaca lumayan tak bersahabat, gerimis dari subuh  tak kunjung berhenti, hawa dingin langsung menyergap saat aku membuka pintu rumah. Kukenakan jas hujan dan masker , walaupun sebenarnya aku paling malas mengenakan kostum satu ini, tapi apa daya aku harus pergi ke pasar untuk belanja berbagai bahan kebutuhan memasak. Semalam kutengok dalam lemari es persediaan sayur, dan lain-lain sudah habis hanya tinggal telur dan beberapa buah-buahan yang tersisa. Aku sempat protes kepada Mama.  Mama dengan cepat menyahut

" Mama gak sempat belanja Dek! Pekerjaan Mama menumpuk".

Yahh .. aku maklum , mama adalah seorang penjahit, pelanggan mama banyak, konon kata orang-orang yang suka jahitin  , baju buatan mama bagus, jahitannya halus serta enak dipakai ketiplek kata mereka. Gak perlu revisi atau permak-permak lagi. Setiap hari mama harus kejar tayang menyelesaikan baju --baju pelanggannya yang rata --rata minta dijadikan cepat .

Dengan sedikit memaksakan diri kukayuh sepeda menuju pasar, untuk membeli keperluan bahan masakan, pagi ini aku berencana mau masak Sambal Lado Udang, reques dari calon mertuaku. Gak pakai lama aku sampai ke pasar yang tidak terlalu jauh dari rumah. Walaupun gerimis, pasar ini tetap ramai di kerumuni ibu-ibu padahal saat ini masa pandemic covid 19, gak ada bedanya . Pelaku pasar sepertinya tak gentar dengan sang Corona, segera kuparkir sepeda ontel kesayanganku di tempat penitipan sepeda, aku belanja sesuai dengan daftar resep yang aku catat dari pelajaran singkat calon mertuaku , plus selancar di internet mencari resep dan cara membuat "Sambalado".

 Ku ubeg-ubeg seluruh pasar untuk menemukan bahan --bahan sesuai resep, Alhamdulillah semua ada, setelah selesai belanja bahan sambalado dan sedikit pesanan mama, langsung aku pulang. Aku gak tahan dengan suasana pasar yang ramai, apalagi saat suasana pandemic covid seperti ini aku harus jaga jarak. Misiku belanja untuk masak Sambalado sebenarnya ini bukan karena aku suka masak, ini semua kulakukan bagian dari usahaku untuk mengambil hati calon mertuaku yang sudah hampir tiga bulan ini datang ke Yogya mengunjungi anak-anaknya yang tinggal di Jogja, yaitu Bang Ulli calon  kakak  ipar  dan Bang Ardan  pacarku yang menetap di Jogja. Gara-gara Corona calon mertuaku harus menahan diri untuk pulang lagi ke Medan, sebetulnya  kunjungan beliau hanya sekitar dua mingguan, rencana akhir maret beliau pulang dan tiket pesawatpun sudah dipesannya, tapi apadaya pandemic melanda, dan penerbangan ditutup sementara sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Begitulah akhirnya calon mertuaku dengan terpaksa tinggal di Jogja sementara waktu menemani kedua anak laki-lakinya.

 Selama di Jogja mamaklah  (sebutan calon mertuaku ) yang memasak makanan sehari-hari mereka  , sesuatu yang membahagiakan bagi Kedua anak laki-lakinya karena mereka dilayani sepenuh hati oleh mamaknya. Biasanya mereka makan diluar atau sesekali kalau aku pas main ke kontrakannya aku masakin nasi goreng ala aku, dengan rasa apa adanya, Dasar anak kos biarpun rasa masakanku amburadul tetap saja disantapnya sampai bersih, tanpa komentar.

Kemarin saat aku asyik mengedit artikel yang akan aku kirim ke penerbit, tiba-tiba Bang Ardan telpon aku memberitahukan mamaknya sakit, dia sedikit khawatir , "Ning..mamak sakit nih, seharian rebahan terus, badannya lemas. Gak mau makan, gak selera dia dengan makanan yang kebelikan di warung" .  Suara bang Ardan yang panic membuatku jadi gugup. " Beli masakan Padang lah bang" usulku penuh antusias."  Sudah Ning tapi tetap aja mamak gak mau makan, katanya rasanya gak masuk di lidah mamak".

Waduhh... bagaimana ini aku jadi takut kalau sakitnya berlanjut gak mau makan ntar harus masuk rumah sakit, pikiranku jadi kemana-mana, masalahnya saat pandemic begini pada takut nyambangi rumah sakit, takut terpapar virus corona.

 Semenjak Mamaknya Bang Ardan datang aku jadi jarang main kesana. Ada rasa sungkan dan malu kalau keseringan berkunjung takut dinilai jelek oleh mamaknya bang Ardan, apalagi menurut bang Ardan mamaknya orangnya perfek dan pandai masak pula. Lah sementara aku orangnya begitu apa adanya , simple, jarang masak , lebih banyak beli diluar, sehingga aku tahu  dimana warung makan yang murah dan enak, kebetulan lagi mama juga sibuk dengan jahitannya sehingga tidak sempat mengajari memasak, ditambah  ayah dan kakak laki-lakiku tidak pernah protes dengan makanan yang disajikan dimeja makan oleh mama. Gak peduli itu makanan hasil masakan mama atau beli diluar.

Gaya hidup kami berbeda sekali dengan keluarganya kata Bang Ardan, disana kata pacarku, perempuan itu harus pandai masak, tiap hari harus masak, kakak perempuanya yang tinggal di Medan jago masak, dia andalan mamaknya kalau sedang sakit atau pergi untuk menggantikan tugas masaknya. Mendengar ceritanya, aku agak sedikit keder. Bang Ardan yang tahu kegundahanku langsung menghibur,  " Jangan Khawatir Ning, Abang tetap sayang kok sama kamu, abang terima apa adanya kamu". Lega mendengar apa katanya, karena dia tidak menuntut aku harus seperti mamak atau  kakak perempuannya. Tersadar dari lamunan,kudengar Hp berdering  rupanya  Abang menelfonku lagi.

 " Ning.. Mamak pingin makan Samballado Udang, dia pingin makan itu, sudah lama mamak gak makan itu". Kata Bang Ardan di telpon dengan suara memelas.

Langsung kuputar otakku dimana yaa aku bisa beli Sambalado Udang.

 " Ning.. Bisa gak kau carikan Sambalado itu buat mamak, abang sibuk kali di kantor" .

" Ya Bang Siapp" kataku cepat.

Kustarter sepeda motor,kuselusuri  sepanjang jalan ,dari warung-kewarung untuk mencari Sambalado udang kesukaan mamak yang pedas gak ada rasa manisnya. Sampai sekian warung padang kuhampiri tapi banyak warung yang tutup karena pandemic, ada juga yang buka tapi gak ada menu sambalado yang kumaksud, menunya standar warung padang, gulai ayam, rendang, ikan tongkol, lele dan sambal serta sayur singkong.

Demi mamaknya kekasihku , aku cari di internet rumah makan mana yang jual menu itu, akhirnya aku menemukani ada restoran didaerah dekat daerah Sagan  yang jual masakan itu., lalu aku kesana dan memesannya , lumayan dilihat dari penampilannya menggiurkan udangnya gede-gede dan sambalnya merah menantang, sepertinya lezat ditambah ada beberapa pete dalam Sambalado udang itu. Lega aku bisa menemukan hasil perburuannku dirimba kuliner  Yogya pada masa pandemic ini. Segera kubayar ke kasir, alammak jann, harga yang disodorkan kasir cukup membuat tenggorokanku tercekat. Fantastis tapi gak papa deh.. sekali lagi demi calon mertua biar mahal juga gak papa.

Setelah mendapatkan apa yang kumau, bergegas aku menuju rumah abang menemui mamak. Sesampainya disana ku temui mamak yang terbaring lemas dikamar, rupanya kedatanganku sudah ditunggunya.

" Assalamualaikum Mak " dengan hati-hati kubuka pintu kamarnya.

"Waalaikumsalam , kau itu Ning ?" kata mamak dengan suara lemah.

" Iya Mak" kataku.

"Jadi kau belikan aku Sambalado Udang? Mamak pingin kali lah makan itu".

"Jadilah Mak" kataku penuh semangat.

"Coba sini Mamak cicipi, pas gak dengan lidah Mamak"

Segera kuambil nasi di magig com, kutaruh di piring beserta lauk sambalado nya, melihat sepiring nasi dan sambaladonya ,Mamak langsung bangun dari rebahannya, tapi setelah melihat udangnya Mamak komentar,

" Ning, orang Yogya kalau masak udang gak dikuliti yaa ? Mamak gak bisalah  makan kulitnya"

Aku tercengang ,bingung mau jawab apa, sementara aku sama sekali gak pernah masak udang, Serta merta aku menawari untuk menguliti udangnya dulu sebelum dimakan mamak.

"Ning Kuliti dulu ya Mak, biar enak makannya" kataku.

Segera kukuliti satu persatu udang yang sudah kutaruk di mangkuk, dengan hati --hati sampai kulitnya bersih. Mamak hanya memandangiku saja saat itu, setelah selesai segera kusodorkan udang itu ke Mamak. Sambil tersenyum Mamak berkata,

"Trimakasih ya Ning, Kamu baik deh..tapi sambal yag menempel dikulit udang jadi gak ada lagi setelah kau kuliti"

Oh may God... kenapa aku jadi bodoh seperti itu, aku baru sadar sambalnya  jadi ikut terbuang bersama kulit udangnya . Spontan melihat sambalado udang yang hilang sambalnya kami jadi tertawa terpingkal-pingkal sampai Mamak lupa kalu dia sedang sakit.

Sambalado Udang tanpa baju itu akhirnya dimakan Mamak juga ,bahkan Mamak menawariku makan bersama, alhasil kami makan bersama penuh lahap. Bagiku rasa pedas samballado udang masih terasa di lidahku, tapi bagi Mamak itu sudah hilang pedasnya. Alhamdulillah setelah makan sambalado itu Mamak merasa sehat.

Setelah selesai makan Mamak mengajariku teori masak samballado yang enak, dia mau besuk aku mempraktikan apa sudah diajarkannya dan hasilnya mau dia nilai. Mekk.. dalam hatiku tantangan betul ini. Aku mengiyakan dan menjanjikan lusa akan datang lagi dengan membawa semangkuk sambalado udang seperti yang diajarkan mamak.

Nahh alasan itulah, mengapa aku semangat 45 belanja kepasar dan pingin masak, setelah sampai rumah belanjaan seplastik kutaruk di dapur dan segera kueksekusi. Resep dan cara membuat Baladonya mamak, semalam sudah kutulis besar-besar dan kutempel ditembok dapur supaya aku bisa melakukan tahapan memasak secara mudah, serta lap top kuusung ke dapur untuk buka youtube tutorial memasak Balado Udang. Pokoknya siap tempur dahh, celemekpun sudah terpakai dibadan ini, serasa Sarah Quin beneran.

Proses memasak Balado ternyata tak semudah teori mamak dan tutorial di Youtube, penuh perjuangan dari mencuci dan menguliti Udang membuat tanganku bau amis dan luka karena tertusuk sungut kumis udang, perih rasanya, saking perihnya akhirnya aku minta tolong mama melanjutkan , mama gak tega melihatku kesakitan akhirnya berhenti menjahit melanjutkan menguliti udang yang belum selesai aku lakukan. Sementara mama nguliti udang aku membersihka cabe, aihh tantangan membersihkan cabe dan menguleknya jadi bumbu juga menuai pengorbanan, kalau gak ingat pesan mamak sudah kublender bumbu dan cabe ini. Pesan mamak kemarin, " Ning , buat sambalado yang enak itu diuleg yaa.. jangan sekali-kali digiling pakai mesin, gak sedap rasanya. Mamak tahu kali  mana cabe digiling dan mana cabe yang diulek" begitu pesan mamak kepadaku kemarin.

Kupandangi cabe dan bumbu-bumbu lainya yang sudah kutaruh dicobek, kusisingkan lengan siap menguleg dengan semangat, belum sampai sepuluh menit menguleg tanganku sudah pegal, sang cabaipun masih belum berubah wujud, kuteruskan menguleg tak terasa air mata menetes karena perih reaksi ulekan cabai dan bawang merah. Ayah yang terlihat tak acuh melihat kesibukanku memasak akhirnya turun tangan juga, beliau menawarkan membantu mengulek, " Aduh Ndukk rekosone uripmu, sini ayah bantu ngulek" serta merta dengan senyum menghiba kupersilakan dengan senang hati ayah membantu ngulek sambal. " Ya Yah.. ini Yah.."

Gak nyangka ternyata ayah jago ngulek sambal, wuihh padahal seumur-umur baru kali ini lihat ayah ngulek sambal, benar-benar surprise. Kegirangan aku dibuatnya, gak sampai lama ayah selesai ngulek sambal dan hasilnya halus walaupun tidak sehalus sambal yang diblender, tapi cocoklah buat sambalado. Sambil berdiri menuju wastafel untuk cuci tangan ayah bilang " Ning, Ayah mau bantu ngulek ini gak gratis loh, ntar kalau matang sambaladonya sisakan untuk ayah satu mangkuk" kata ayah bercanda. " Siap Boss" selorohku. Untung tadi pagi aku beli udangnya cukup banyak, memang sudah aku niati akan masak sambalado yang cukup banyak sehingga orang rumah juga bisa menikmati masakan ini.

Perjuanganku memasak Sambalado penuh dinamika dan melibatkan seluruh keluarga, "Demi adek tercinta supaya diterima jadi mantu" ejek mas Soni kakak laki-lakiku. Tak sia-sia Sambalado hasil kompilasi keluarga akhirnya jadi dengan rasa yang menurutku luar biasa. Segera kusisihkan semangkuk Sambalado untuk Mamak, dan sisanya kami makan  bersama. Sungguh nikmat setelah kami capai memasak ,kami makan sepuasnya , mungkin karena lapar jadi semua terasa enak.

Setelah selesai makan dan membereskan dapur, aku segera bergegas pamit sama ayah dan mama untuk mengantarkan Sambalado yang sudah kukemas dengan rapi. "Perlu mas antar Ning?" dengan manisnya mas Soni menawarkan jasanya. "Biar nanti kalau dinilai masakanmu mas bisa bantu jawab". Ujar mas Soni dengan senyum simpul. "Ahh mas Soni tumben apikan" timpalku sambil menstarter sepeda motor. Sebelum ku gas sepeda motorku, mas Soni masih berkomentar,  " kalau ada apa-apa telpon mas ya Ning" . ihh perhatian banget mas Soni hari ini. "Ya mas " jawabku singkat.

Dalam perjalanan menuju rumah bang Ardan, aku berpikir, kenapa ya mas Soni , gak biasa-biasanya dia sangat perhatian sama aku, biasanya dia cuwek, bahkan kalau ketemu bang Ardan dia diam saja, hanya sekedar menyapa saja. Kok aneh yaa fillingku jadi gak enak, tapi sudahlah aku positif thinking saja.

Setelah sampai depan rumah kontrakan Bang Ardan aku sudah disambut oleh calon mamerku, "Jadi kau masak Ning" seru mamak penuh antusias. " ini Mak, sambil kusodorkan mangkuk yang sudah kukemas tadi. Segera mamak membawanya ke meja makan, dan membuka hasil masakanku. Dag..dig..dug..jantungku seperti menunggu vonis hakim.

Ning.. kita tunggu abang Uli dan Bang Ardan datang ya mamak nyicipinnya, sekalian kita makan bareng". Katanya dengan lembut. " iya mak" sahutku pelan. Sambil menunggu kedua anaknya pulang kami ngobrol tentang masa kecilnya bang Ardan, saat aku ngobrol Hp ku bergetar tanda ada WA masuk, kulihat sekilas wa dari mas Sonny, lalu kubaca "Gimana Ning? Okai gak penilaian masakannya? Kukernyitkan dahiku heran banget aku sama mas Soni, kurang kerjaan apa ya?

Tak berapa lama Bang Uli dan Bang Ardan pulang, segera aku dan mamak menyiapkan makan siang dengan lauk sambalado udang buatanku ditambah sayur lainnya buatan mamak."Ayoo kita rasa bersama hasil masakan perdananya Ning" kata mamak dengan semangat  diikuti kedua anaknya mengambil nasi dan lauk sambalado. " pasti enaklah" kata Bang Uli Yakin.Bang Ardan melihatku sambil senyum-senyum penuh arti.

Alhamdulillah semangkuk penuh Sambalado habis, hampir tiga perempat isi mangkuk disantap oleh Bang Ardan dan Bang Uli, mamak hanya kebagian sedikit, sengaja aku gak makan karena aku masih kenyang, sudah makan tadi sebelum berangkat. Dari tadi mamak gak mengomentari hasil masakanku, dia Cuma bilang setelah makannya selesai Alhamdulilah sudah kenyang. Padahal  dari tadi aku  sudah menunggu --nunggu komentarnya tentang masakanku. Dengan sedikit kecewa aku akhirnya  pulang dengan membawa rasa penasaran.

Saat pamit dan mengantarku didepan pintu mamak bilang " Terimakasih ya NIng sudah dimasakin Sambalado Yogya". Dueeerrr jantungku serasa berdegup kencang padahal saat membuat sambal itu aku sudah sedemikian teliti masak sesuai dengan resep yang mama kasih. " Gak papa Ning, enak kok rasanya, yang penting abangmu suka " kata mamak sambil menepuk bahu bang Ardan dengan penuh sayang. Secepat kilat aku menoleh ke abang yang  tepat ada disampingku, abang melihatku dan menyahut " Tentu dong, apa saja yang dimasak Ning abang suka" katanya sambil menggegam tanganku, isyarat agar aku tenang.

Tak sanggup aku melihat mata Mamak , segera aku pamit pulang diantar Bang Ardan . Disepanjang jalan aku berpikir keras, lalu aku minta bang Ardan menghentikan motor dan segera kuintrogasi dia ,

"Bang...Jujur ya..Jawab pertanyaanku kenapa mamak tadi bilang Sambalado Yogya ?" tanyaku penasaran.

"Itu tandanya rasa masakanmu manis gak pedas" katanya jujur.

"Yahh.. padahal aku bumbuinya sudah sesuai resep loh Bang... gak aku kasih gula" ujarku memelas.

Aihh...terjawab sudah sekarang siapa dalang penyebab rasa manis sambaladoku, sudah pasti ini ulah mas Soni, pasti dia yang naburi gula pasir diwajan sewaktu membantu aku masak tadi. Pantas perhatian kali dia., bodohnya pula sewaktu aku makan tadi gak ngerasain perbedaan rasanya.

"Huhhh awas yaa ! sepanjang jalan aku ngomel-ngomel karena jengkel dengan mas Soni.

"Sudah-sudah gak usah marah-marah sama mas Soni" tukas Bang Ardan lembut.

Sedikit terhibur aku mendengar kata bang Ardan.

"Tapi Bang, aku kan gak enak sama Mamak, apalagi aku tadi masaknya sepenuh hati akhirnya hasilnya tidak sesuai" keluhku kepada Bang Ardan.

Bang Ardan menghentikan sepeda motor di bawah pohon Asem  yang teduh, kebetulan ada penjual es dawet disitu, lalu kami putuskan untuk membeli es dawet tersebut. Sambil menikamti Es dawet, Bang Ardan berkata sambil menatapku penuh arti.

"Ning.., semalam Mamak bilang ke Abang, kalau Mamak mau melamarmu sebelum Mamak pulang ke Medan, Abang Uli juga setuju dan iklas  kalau aku melangkahinya dan aku menikahimu dulu".

Degg... detak jantungku serasa berhenti mendengar kata-kata Bang Ardan yang pelan tapi pasti.

Aku terdiam tanpa kata specles kata orang sono, gak bisa jawab apa.

"Ning... kok bengong/" bisik bang Ardan.

"Ehh iya Bang.." ujarku gugup, sampai-sampai es dawet digemgamanku sedikit tumpah.Melihat kegugupanku bang Ardan mengelus kepalaku supaya aku tenang.

"Nanti bilang sama Mama dan Ayah yaa kapan beliau siap menerima kedatangan Mamak" katanya mantap. Aku hanya bisa bilang "Iya Bang..iya Bang". Kelu lidahku saking bahagianya.

Ternyata begini rasanya dilamar dibawah pohon asem sambil minum es dawet, kejengkelanku terhadap mas Sony sirna sudah Balada Samballado menjadi cerita manis mengawali kehidupanku bersama bang Ardan. Seminggu kemudian aku dilamar dan menikah dengan sederhana ,karena covid kami hanya mengundang beberapa handai tolan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun