Degg... detak jantungku serasa berhenti mendengar kata-kata Bang Ardan yang pelan tapi pasti.
Aku terdiam tanpa kata specles kata orang sono, gak bisa jawab apa.
"Ning... kok bengong/" bisik bang Ardan.
"Ehh iya Bang.." ujarku gugup, sampai-sampai es dawet digemgamanku sedikit tumpah.Melihat kegugupanku bang Ardan mengelus kepalaku supaya aku tenang.
"Nanti bilang sama Mama dan Ayah yaa kapan beliau siap menerima kedatangan Mamak" katanya mantap. Aku hanya bisa bilang "Iya Bang..iya Bang". Kelu lidahku saking bahagianya.
Ternyata begini rasanya dilamar dibawah pohon asem sambil minum es dawet, kejengkelanku terhadap mas Sony sirna sudah Balada Samballado menjadi cerita manis mengawali kehidupanku bersama bang Ardan. Seminggu kemudian aku dilamar dan menikah dengan sederhana ,karena covid kami hanya mengundang beberapa handai tolan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H