Mohon tunggu...
Putri HauraTaufiq
Putri HauraTaufiq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo semuaa, nama saya Haura panggil aja Rara. saya masih mahasiswa hehe, terimakasii

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Penanaman Nilai Agama dan Moral Terhadap Anak Usia Dini

25 Juni 2022   09:00 Diperbarui: 25 Juni 2022   09:11 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini ditulis oleh :

Nisa Cahaya Karima, Salsabil Hasna Ashilah, Alifia Sekar Kinasih, Putri Haura Taufiq, dan Lathipah Hasanah

Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 Anak usia dini adalah anak yang berada di umur 0 hingga 6 tahun, yang memiliki berbagai potensi. Anak memiliki pola perkembangan yang sama, akan tetapi memiliki ritme perkembangan anak berbeda-beda antara satu sama lainnya karena anak pada dasarnya bersifat individual. Anak usia dini menurut Bredekamp adalah anak yang berusia antara 0 sampai dengan 8 tahun, dengan pengertian berbagai program digabungkan sesuai dengan tahap perkembangan anak sejak seorang anak tersebut dilahirkan hingga berusia delapan tahun, pertumbuhan dan perkembangan anak harus diperhatikan dengan cara memberikan perlakuan yang baik.

Golden Age atau usia emas merupakan istilah yang sering diberikan pada anak usia dini, di usia dini ini anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dalam berbagai aspek pertumbuhan dan perkembangannya. Periode Golden Age hanya terjadi seumur hidup dengan memberikan rangsangan yang optimal dari lingkungannya akan membantu anak mengembangkan koneksi antar sel saraf dan mengendalikan otaknya yang ada di dalam otak anak. osbon, White, Bloom, menjelaskan dalam hasil studi bidang neurologi bahwa ketika anak berumur 4 tahun perkembangan kognitif anak akan mencapai 50%, ketika berusia 8 tahun mencapai 80%, dan berusia 18 tahun mencapai 100%. Keberadaan Golden Age pada anak usia dini datangnya hanya sekali dalam seumur hidup, dengan ini manfaatkan dengan sebaik mungkin jangan sampai sia-sia (Tajuddin, 2018).

Agama

Agama berasal dari bahasa sansekerta, yang terdiri dari ‘a’ yang berarti tidak dan ‘gam’ yang berarti pergi. Jadi, secara bahasa agama bisa diartikan dengan tidak pergi, tetap ditempat, langgeng, abadi, yang diwariskan secara terus menerus dari satu generasi ke generasi lainnya. Ada Pula yang mengartikannya dengan “gama” yang berarti kacau sehingga secara bahasa agama diartikan tidak kacau, berarti orang yang beragama hidupnya tidak akan mengalami kekacauan (Wiyani, 2013).

Secara istilah, agama merupakan serangkaian praktik perilaku tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu dan dianut oleh anggotanya. Agama juga memberikan informasi terkait dengan perilaku yang harus dilakukan dan perilaku yang harus dihindari oleh setiap individu berdasarkan kepercayaan dari yang diyakininya (Wiyani, 2014). Perkembangan keagamaan pada peserta didik juga dapat mempengaruhi perkembangan moralnya juga, karena banyak norma agama yang menjadi acuan seseorang dalam bersikap dan berperilaku. Oleh karena itu, ketika membicarakan terkait perkembangan agama, pada saat itu pula membicarakan tentang perkembangan moral (Nurjanah, 2018).

Pendidikan agama menekankan pada pemahaman tentang agama serta bagaimana agama diamalkan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. penanaman nilai-nilai agama tersebut disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak serta keunikan yang telah dimiliki oleh masing-masing anak. Islam mengajarkan nilai-nilai keislaman dengan cara pembiasaan (Kusnilawati et al., 2018).

Moral

Secara etimologi, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa latin, bentuk jamanya mores, yang artinya ialah tata cara atau adat istiadat. Dalam Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti atau susila (Nurjanah, 2018). Sedangkan pendidikan moral adalah pendidikan untuk menjadikan anak manusia bermoral dan manusiawi (Ananda, 2017).

(Raihana & Wulandari, 2017) Moral bukanlah bawaan lahir dari seseorang, orang yang baru lahir tidak mengetahui perihal moral. Moralitas merupakan sesuatu yang diajarkan atau ditanamkan pada setiap orang secara setahap demi setahap mulai dari menghirup udara dunia. Dengan ini, maka ia akan mampu memahami serta mengaplikasikan moral yang sudah tertanam pada dirinya sendiri sejak usia dini. Oleh karena itu, moral atau moralitas merupakan sisi dalam diri manusia yang berkembang seiring dengan perkembangan dirinya sendiri (Mardi Fitri, 2020).

Menurut Ahmad Nawawi, pendidikan nilai moral adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh manusia (orang dewasa) yang terencana untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik (anak, generasi penerus) yaitu dengan memberikan penanaman terhadap anak usia dini; ketuhanan, nilai-nilai estetik dan etik, nilai baik dan buruk, benar dan salah, mengenai perbuatan sikap dan kewajiban; akhlak mulia, budi pekerti luhur, agar mencapai kedewasaannya dan bertanggung jawab (Khaironi, 2017).

Dalam (Lestaningrum, 2014) Pendapat Plato bahwa perkembangan agama moral anak usia dini dapat dikembangkan pada awal individu untuk dapat mengembangkan moral, anak dapat yang baik dan yang buruk, anak terbiasa dalam antrian, kebajikan, keadilan, kesederhanaan dan keberanian (Safitri, Kuswanto, & Alamsyah, 2019).

Hubungan agama dengan moral tidak dapat dipisahkan. Dalam agama islam, moral dikenal dengan sebutan al-akhlaq al karimah, yaitu kesopanan yang tinggi yang merupakan pengejawantahan (manifestasi) dari keyakinan terhadap baik dan buruk, pantas dan tidak pantas yang tercerminkan dalam perbuatan lahir manusia itu sendiri  (Karim, 2013). Sikap dan perbuatan manusia diharapkan sesuai dengan nilai agama dan moral masyarakat pada umumnya. Nilai agama dan moral sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa (Inawati, 2017).

Menurut Piaget penanaman nilai-nilai agama dan moral yaitu anak mampu berpikir dengan dua proses yang sangat berbeda tentang moralitas tergantung pada kedewasaan perkembangan mereka (Ananda, 2017). Pada dasarnya, penanaman nilai-nilai agama dan moral sejak dini dapat membentuk naluri dari anak tersebut untuk menerima sikap keutamaan dan kemuliaan, dan anak tersebut akan terbiasa untuk melakukan akhlak mulia (Safitri, Kuswanto, & Alamsyah, 2019).

Nilai – nilai Agama dan Moral

Nilai agama dan moral merupakan dua kata yang seringkali digunakan secara bersamaan dan diantaranya saling berhubungan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Poerwarminta (2007: 801) menyatakan bahwa nilai adalah harga, hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Menurut Koyan (2000 : 12), nilai merupakan segala sesuatu yang berharga. Menurutnya, terdapat dua nilai yaitu nilai ideal dan nilai aktual. Nilai ideal adalah nilai-nilai yang menjadi cita-cita setiap orang, sedangkan nilai aktual adalah nilai yang diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari (Kusnilawati et al., 2018)

Menurut Seseno (Ananda, 2017), Nilai agama dan moral dapat dilihat dari sikap baik atau buruknya perilaku yang dimiliki seseorang dalam masyarakat sebagai warga negara. Sedangkan pendidikan moral atau nilai moral merupakan cara seseorang untuk belajar mengikuti aturan – aturan manusia yang ada dalam suatu masyarakat. Demista mengungkapkan bahwa perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh individu dalam interaksinya dengan orang lain. Anak usia dini sejak lahir telah dibekali potensi yang besar oleh Allah SWT untuk dikembangkan, perkembangan potensi dan fitrah tersebuh ditentukan oleh pendidikan kedua orangtua dan lingkungannya. (Setiawati, 2006) Anak harus mendapat pendidikan yang baik agar dapat mengembangkan potensinya dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Hal lainnya anak akan dapat mengembangkan kemampuannya dalam kehidupannyan dimasa depan. Sehingga penanaman nilai – nilai moral dan agama pada anak usia dini sangat penting sebagai pengalaman yang baik yang sudah didapatkan ketia mereka pada saat pra sekolah.

Menurut Permendiknas No 58 tahun 2009 yang menyangkut tentang nilai-nilai agama dan moral adalah mengenai tentang landasan filosofis dan religi. Pendidikan anak usia dini, pada dasarnya harus berdasarkan dan sesuai pada nilai-nilai filosofis dan religi yang dipegang oleh lingkungan yang berada disekitar anak dan agama yang dianutnya. Didalam islam dikatakan bahwa “seorang anak terlahir dalam keadaan fitrah, orang tuanya yang membuat anaknya menjadi yahudi, nasrani dan majusi,” maka bagaimana kita bisa menjaga serta meningkatkan potensi dari kebaikan tersebut? hal ini tentu hasrus dilakukan sejak anak usia dini (Kusnilawati et al., 2018). Dengan ini, penanaman nilai-nilai agama dan moral penting ditanamkan terhadap anak usia dini, karena anak tersebut akan terbiasa hingga dewasa nanti.

Terdapat nilai-nilai menurut pandangan Islam yang harus ditanamkan pada pendidikan anak usia dini yaitu:

Nilai Keimanan

Pengertian Iman dari bahasa Arab dari kata kerja "aamana", "yu'minu" yang berarti percaya atau membenarkan. Sedangkan menurut istilah pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Menurut Roy Mahfud (2011) secara umum iman dapat dipahami sebagai suatu keyakinan yang dibenarkan di dalam hati dikeluarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan yang didasari niat yang tulus dan ikhlas selalu mengikuti petunjuk Allah subhanahu wa ta'ala serta sunnah nabi Muhammad SAW. Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat dasar bagi seorang muslim. Didalam Al-Qur'an terdapat beberapa surat yang isinya perintah agar umat manusia untuk beriman kepada Allah salah satunya seperti yang terdapat dalam surat an-Nisa/4: 136.  

Najib Khalid Al-Amir (2002:145) menjelaskan bahwa, pembinaan keimanan merupakan salah satu pembinaan yang pertama kali harus ditanamkan dalam jiwa dan pikiran anak, sehingga terdapat pengembangan fitrah bagi manusia yang mempunyai sifat kecenderungan untuk mempercayai, meyakini dan mengakui adanya Tuhan. Dapat disimpulkan bahwa, nilai Keimanan merupakan nilai yang paling pertama ditanamkan pada anak usia dini, karena pada usia tersebut anak cenderung lebih bersifat imitatif.

Peran orang tua sangat penting dan berpengaruh bagi tingkat keimanan anak, karena melalui bimbingan orang tua anak dapat dibimbing untuk mengenal siapa itu Tuhan, kewajiban dan larangan manusia terhadap Tuhan, sifat-sifat Tuhan (Halik, 2019).

  • Nilai Ibadah

Ibadah merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan manusia. Terlebih lagi untuk membentuk pribadi yang memiliki keimanan dan ketaqwaan. Konsistensi dalam beribadah secara timbal balik berimplikasi terhadap penguatan keimanan dan pembiasaan nilai-nilai ketaqwaan. Ibadah dalam Islam secara garis besar terbagi menjadi dua yaitu, ibadah Mahdhah (ibadah khusus), dan ibadah ghairu mahdhah (ibadah umum). Ibadah mahdhah adalah ibadah yang telah ditentukan syarat, ketentuan, dan rukunnya yang telah dicontohkan Rasulullah Saw, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang memberikan kesempatan untuk berijtihad dengan ketentuan yang tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah.

Penanaman nilai ibadah pada anak dimulai dari dalam keluarga. Karena keluarga termasuk kedalam kelompok sosial pertama bagi anak. Anak yang masih kecil menyukai kegiatan-kegiatan ibadah yang nyata seperti melaksanakan sholat namun, diperlukan usaha dalam meningkatkan pengamalan ibadah sholat. Usaha yang dimaksud adalah usaha yang dilakukan para orang tua atau guru mengenai keaktifan mengamalkan ibadah sholat lima waktu sehari semalam, agar anak dapat memahami dan mengerti bahwa sholat adalah kewajiban bagi setiap muslim. Jadi, kewajiban sholat harus diajarkan sejak dini, lebih baik lagi jika anak mulai diajarkan bacaan sholat dan gerakan sholat meskipun ia belum berusia tujuh tahun.

Penanaman nilai ibadah ini dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut (Mualifatul, 2021) :

  • Orang tua atau guru membimbing anak untuk mempersiapkan sholat. Misalnya dengan cara ketika adzan berkumandang ajak anak untuk melaksanakan sholat.
  • Orang tua atau guru memperkenalkan wudhu, pakaian yang bersih, suci dan sebagainya.
  • Anak mempraktekkan shalat berjamaah di lingkungan atau kelompok kecil dan belajar mengikuti imam.
  • Anak dilatih untuk tenang dan menjawab saat mendengarkan adzan.
  • Anak dilatih untuk menghafal surat Al-Fatihah.
  • Membiasakan anak sholat tepat pada waktunya.
  • Nilak Akhlak

Pengertian akhlak dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi bahasa dan istilah. Menurut bahasa Akhlak berasal dari kata bahasa Arab yaitu bentuk jamak dari khilqun atau khuluqun yang artinya Budi pekerti, adat kebiasaan, muru'ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabiat. Secara istilah Ibnu Miskawaih secara singkat mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Akhlak artinya sifat atau perilaku yang terdiri dari akhlak terpuji (mahmudah) dan akhlak tercela (mazmumah). Akhlak terpuji tersebut dapat menjadikan dirinya disukai dan dicintai orang lain, sehingga dirinya dapat menjadi teladan kebaikan bagi orang lain. Sedangkan akhlak tercela menjadikan dirinya tidak disenangi orang lain.

Pendidikan akhlak tidak terlepas dari pendidikan agama yang keduanya harus dilaksanakan dalam praktek hidup. Ibnu Qayyim (dalam Muh. Suwaid 2003:19), anak akan tumbuh menurut apa yang dibiasakan oleh pendidiknya ketika kecil. Jika sejak kecil anak terbiasa marah, keras kepala, tergesa-gesa dan muda mengikuti hawa nafsu dan seterusnya akan sulit baginya untuk memperbaiki dan menjauhi hal-hal itu ketika dewasa. Seperti yang kita ketahui anak dilahirkan dalam keadaan fitrah dan suci tanpa noda dan dosa, seperti sehelai kain putih yang polos belum diberi warna dan motif. Oleh karena itu, orang tualah yang akan memberikan warna dan motif pada kain putih tersebut. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanya lah yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani atau Majusi" (H.R. Bukhari) (Abdurahman, 2018).

Metode Penanaman Agama dan Moral Anak Usia Dini

Dalam penanaman nilai agama dan moral anak usia dini, ada beberapa metode-metode yag bisa diterapkan pada anak usia dini, diantara lain:

  • Metode Mendongeng

Salah satu pemeberian pengalaman bagi anak dengan membawakan cerita secara lisan dan cerita yang digunakan harus menarik untuk mengundang perhatian anak. Metode bercerita adalah metode yang sangat baik dan sangat disukai oleh anak-anak karena memiliki pengaruh yang menakjubkan untuk dapat menarik perhatian dan pendengaran anak. Anak juga dapat mengingat segala kejadian dalam sebuah cerita dengan cepat. (Makhmudah, 2020)

  • Metode Bermain Peran

Bermain peran merupakan salah satu bentuk kegiatan pembelajaran. Anak-anak ikut terlibat aktif dalam memainkan peran tertentu, bermain peran dapat disebut juga dengan main simbolik atau bermain pura-pura atau sering disebut dengan imajinasi. Metode bermain peran atau role play merupakan metode yang sangat efektif digunakan untuk menstimulasikan keadaan nyata. Metode bermain peran adalah interaksi sosial dalam salah satu model pembelajaran yang menyediakan kesempatan untuk anak dalam melakukan suatu kegiatan belajar secara aktif dengan personalitas (Huda et al., 2020).

  • Motode Pembiasaan

Metode ini dapat membuat anak menjadi terbiasa melakukan kegiatan yang positif, dan mampu untuk membedakan mana perilaku baik dan perilaku buruk (Hardiyana, 2022)

  • Metode Karyawisata

Kegiatan yang dilakukan diluar sekolah, kegiatan tersebut dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung. Melalui karyawisata metode pembelajaran tersebut dibawah bimbingan guru untuk mengunjungi tempat tertentu dengan maksud belajar (Ifadah, 2019)

  • Metode Bernyanyi

Metode bernyanyi, dapat menanamkan nilai-nilai agama serta moral pada anak. Melalui metode ini dapat membentuk kepribadian serta akhlak yang baik untuk anak (Sukma, Rosyid, & Elvia, 2022)

Di dalam penanaman nilai-nilai moral pada anak usia dapat menggunakan berbagai macam metode yaitu, metode bercerita atau mendongeng, metode pembiasaan, metode karyawisata, dan metode cerita. Penggunaan metode tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi dan karakter anak yang menjadi sumber pertimbangan utama. Sebab metode anak akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai moral pada anak usia dini.

Penanaman nilai-nilai agama dan moral merupakan suatu proses edukatif yang berupa kegiatan atau usaha yang dilakukan dengan sadar, terencana dan dapat dipertanggungjawabkan untuk memelihara, melatih, membimbing, mengarahkan, dan meningkatkan pengetahuan, kecakapan sosial, dan praktek serta sikap keagamaan pada anak. (aqidah, tauhid, ibadah dan akhlak) yang selanjutnya bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari (Kusnilawati et al., 2018).

Dampak atau Efek Negatif dari Tidak Ditanamkan Agama dan Moral

Perkembangan remaja merupakan pemahaman seorang dalam penuhi tolak ukur moral selaku perilakunya. Sesi pertumbuhan moral pada masa remaja sudah mencapai pada sesi moralitas, sebab remaja telah sanggup menguasai alibi berbuat baik serta kurang baik dan bisa berperan secara mandiri. Maksudnya, seorang yang telah mencapai umur anak muda telah dapat memastikan pilihannya sendiri serta memutuskan apa yang hatinya kehendaki, tetapi walaupun begitu senantiasa saja kedudukan orangtua sangat diperlukan. Sebab, bila seorang anak telah bisa memutuskan pilihannya senantiasa saja dia masih wajib memperoleh tutorial dari orangtua supaya anak tersebut tidak salah seleksi dalam mengambil suatu keputusan, spesialnya dalam memilah pergaulan. Tidak hanya dari pergaulan, pertumbuhan moral seorang anak pula wajib dibantu oleh perhatian dari keluarga. (Anam et al., 2019).

Dalam (Rakimahwati, 2012) meningkatkan moral anak, dikala anak masih berumur dini mereka diajarkan tentang benar serta salah. Pada umur berikutnya anak diberikan uraian terpaut kenapa suatu sikap bisa dikatakan baik serta salah. Faktor yang sangat membagikan akibat untuk perkembangan sikap anak merupakan area dekat mereka. Sehingga orang tua serta keluarga anak wajib betul- betul dikontrol serta diawasi pertumbuhan serta pergaulannya (Fitri & Na’imah, 2020) . Aristoteles berkata suatu masyarakat atau kelompok warga yang budayanya tidak mencermati berartinya mendidik good habits (melaksanakan Kerutinan berbuat baik) hendak jadi warga yang terbiasa dengan perihal kurang baik ( Hidaya, 2015: 2. 5). Oleh karena itu kita sebagai hendak menjadi warga yang memperhatikan pentingnya habitat yang baik untuk diri kita sendiri agar akan menjadi warga yang baik. Oleh sebab itu pengembangan nilai agama serta moral dalam pembelajaran anak usia dini jadi sangat berarti serta diharapkan dapat berfungsi dalam membentuk kepribadian bangsa yang bermoral serta bermartabat (Asti, 2017). Penting menerapkan kepribadian bangsa yang moral serta bermartabat bagi anak usia dini agar kelak nanti menjadi harapan bangsa yang bermartabat.

Pendapat dari Dr. Thomas Lickona terdapat 10 ciri dari sikap manusia yang menjadi kehancuran suatu bangsa, diantaranya : (1) Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2) Ketidakjujuran yang membudaya, (3) Selalu menjadi tingginya rasa tidak hormat kepada orang tua, guru, serta figure pemimpin, (4) Pengaruh teman sebaya terhadap aksi kekerasan,(5) Meningkatnya kecurigaan serta kebencian,(6) Pemakaian Bahasa yang memburuk, (7) Turunnya etos kerja, (8) Tidak ada rasa tanggung jawab pribadi serta masyarakat negeri, (9) Meningginya sikap mengganggu diri, (10) Hilangnya pedoman moral.

Rusaknya moral anak beragam-ragam. Mulai yang dipengaruhi dari keluarga, warga, masyarakat, bahkan juga pengaruh yang terencana dicoba serta didekati oleh anak sendiri. Isyarat hancurnya suatu bangsa yang nampak pada banyaknya kasus- kasus kekerasan di sekolah- sekolah khususnya di kota besar. Permasalahan yang sangat memprihatinkan merupakan permasalahan ketidak jujuran yang sangat parah, antara lain merupakan maraknya permasalahan korupsi di bermacam lembaga pemerintah. Tidak hanya itu budaya korupsi telah menjadi semacam membudaya. Tidak hanya itu tingginya sikap mengganggu diri sangat nampak pada banyaknya anak muda yang ikut serta pemakaian narkoba. Kasus- kasus yang kerap terjadi pada bangsa Indonesia ini wajib lekas diduga serta dicari solusinya supaya bangsa Indonesia jadi bangsa yang bermoral serta bermartabat (Asti, 2017). Perihal ini berkaitan dengan perilaku secure ataupun insecure spesialnya kala anak terletak di area baru tanpa pendampingan orang tua (Muarifah et al., 2020). Anak yang memperoleh kasih sayang dari ibu dan bapaknya cenderung lebih berani kala masuk dalam area baru dibanding anak yang tidak memperoleh kasih sayang dari orang tuanya. Terdapat sebagian akibat yang dari tidak ditanamkannya agama serta morla kepada anak pada masa umur usia dini, diantara lain:

  • Kekerasan Remaja

Menjadikan anak tidak berdaya sehingga mempunyai akibat negatif terhadap pertumbuhan psikologisnya. Sebagian wujud kekerasan yang umumnya dicoba pada anak semacam kekerasan fisik serta kekerasan psikologis. Kekerasan fisik dalam perihal ini merupakan seluruh wujud kontak fisik yang dicoba buat melukai ataupun menyakiti orang lain. Sebaliknya kekerasan emosional apabila orang tua mengabaikan anak saat anak ingin diperhatikan oleh orangtuanya (Putri & Santoso, 2012). Sebagai orangtua seharusnya memperhatikan keseharian anak dan membimbing anak menjadi yang baik dibekali dengan adanya nasihat moral yang bermartabat agar tidak menimbulkan anak menjadi keras terhadap sesuatu yang buruk. Kekerasan pada anak merupakan perlakuan terhadap anak yang bisa menyakiti fisik maupun emosional anak sendiri, sehingga memunculkan kejiwaannya yang terganggu ataupun tidak normal. Perlakuan kekerasan dapat saja berasal dari orang- orang yang sepatutnya jadi pelindung untuk anak itu sendiri, misalnya orang tua, saudara dekat, tetangga, sampai guru.

Fitriana, Pratiwi serta Sutanto (2015) menciptakan kalau beberapa aspek yang menimbulkan orangtua kerak menjadi kekerasan pada anak antara lain tingkatan pengetahuan, perilaku, pengalaman, serta pengaruh lingkungannya. Serta sebagian aspek yang lain penyesuaian emosi orang tua, perilaku orangtua terhadap pengasuhan serta sikap orangtua dikala mengurus anak (Lundahl, dkk. 2006) (Muarifah et al., 2020). Kita sebagai orang tua harus pandai – pandai mengelola emosi saat mendidik anak, karena anak pada usia dini mudah sekali menirukan apa yang orangtua lakukan.

  • Meningkatkan Bullying

Bullying antar siswa di sekolah Bullying antar siswa di sekolah gempar terjalin pada golongan remaja. Akibat yang ditimbulkan dari Bullying membuat seorang yang di bully hendak membully orang yang lebih lemah dari dirinya. Perasaan tidak dihargai serta merasa disakiti secara signifikan akan menjadi traumatik kepada korban. Pemicu pelaku melaksanakan aksi bullying merupakan terdapatnya kasus pada waktu di masa lalunya dengan korban, serta pelaku pula menggunakan kepopulernya di sekolah untuk memperoleh perhatian dari sahabat– sahabat ataupun gurunya. Minimnya perhatian dari keluarga pula jadi aspek pemicu anak berperilaku bullying (Destiyanti, 2020). Sebagai orangtua mendidik anak tidak cukup hanya memberikan finansial, tetapi juga memberikan dukungan secara emosional dan perhatian yang cukup untuk anak tersebut.

  • Kurang Bimbingan dalam Memilih Film untuk Ditonton

Diantara aspek yang menimbulkan kenakalan remaja serta dorongan buat melaksanakan perbuatan jahat serta dosa merupakan film- film cerita criminal, serta porno yang mereka amati di Gedung- gedung bioskop, tv, majalah, serta buku- buku cerita cabul yang mereka baca. Seluruh itu bisa mendesak anak buat menyimpang serta melaksanakan aksi kejahatan, semua itu sanggup mengganggu akhlak orang- orang dewasa. Pada masa anak- anak yang tidak teredukasi dalam memilih tontonan yang cocok untuk masanya, bisa mengakibatkan kecanduan pada masa remaja atau dewasanya Nasih Ulwan melarang film- film cerita criminal, serta porno yang mereka amati di Gedung- gedung bioskop, tv, majalah, serta buku- buku cerita yang tidak senonoh mereka baca. Nasih Ulwan dalam tiap tulisannya tentang larangan tersebut dalam setiap tulisannya yang menyertakan ayat- ayat Al- Qur'an, Hadis, serta apalagi ushul Fiqh untuk menguatkan pendapatnya.

Ayat tersebut secara tekstur penekanannya telah jelas. Allah sudah memerintahkan orang- orang beriman buat melindungi pemikiran dari memandang aurat ataupun kehormatan orang lain. Maksudnya, film- film porno, batas- batas aurat ataupun apalagi inti dari aurat seorang diperlihatkan serta dipertontonkan kepada orang- orang yang tidak sepatutnya melihatnya. Pasti, ini adalah perbuatan yang diharamkan baik yang menyaksikan maupun ditonton (Filasofa, 2016).

  • Narkoba

Salah satu akibatnya dari tidak ditanamkannya agama serta moral kepada anak merupakan kenakalan anak muda ialah penyalahgunaan narkoba. Dikala ini penyalahgunaan narkoba banyak corak ragamnya. Orang tua pada dikala ini butuh mencermati pergantian sikap anaknya, sebab bisa berkaitan dengan penyalahgunaan narkoba. Pemicu dari penyalahgunaan narkoba mau menghindari kenyataan kehidupannya yang hadapi kegagalan dalam hidupnya, penuh tekanan, merasa kesepian, kegelisahan, minimnya atensi ataupun kasih sayang dari orangtua ataupun keluarganya. Buat menghiraukan hal- hal tersebut mereka mencari pelarian pada dunia khayal dengan memakai narkotika (Ismail et al., 2021)

  • Pergaulan Bebas

Sebagian pemicu anak muda melaksanakan pergaulan bebas karena sikap mental yang tidak sehat, pelampiasan rasa kecewa kepada orangtua yang kurang harmonis, serta kegagalan anak muda jauh dari norma agama dan ketentuan hukum. Ada pula aspek pemicu pergaulan leluasa anak muda ialah : 1) rendahnya taraf kehidupan keluarga; 2) orangtua yang kurang mencermati pergaulan anak; 3) sangat leluasa dalam bergaul; 4) kondisi ekonomi keluarga. Akibat dari pergaulan bebas bisa memberikan pengaruh besar untuk diri sendiri, orangtua, serta negeri.

Lingkungan keluarga adalah faktor yang sangat berarti dalam pertumbuhan jiwa seorang anak, perihal ini diakibatkan lingkungan keluargalah yang sangat mempengaruhi perkembangan serta pertumbuhan jiwanya. Orang tua memegang tanggung jawab penuh dalam pembinaan seorang anak, sebab waktu seorang anak lebih banyak bersama keluarganya. Keluarga adalah tempat utama dalam pembuatan karakter seorang anak, karena keluarga menjadikan area sosial yang total serta lengkap, yang butuh buat mentransmisikan nilai- nilai budaya generasi selanjutnya. Di dalam lingkungan keluarga lah seorang anak mencontoh apa yang diperankan oleh orang tua, apabila keluarga yang tidak harmonis ataupun broken home, hingga pengaruhi pertumbuhan jiwa sang anak.

Pertumbuhan pola pengasuhan dalam keluarga sangat mempengaruhi masa depan seorang anak. Bila kedudukan orang tua tidak berperan ataupun menghadapi hambatan, hingga hendak terbentuk suasana ataupun kondisi yang bisa ataupun cenderung menyebabkan anak bisa menyalahgunakan narkotika. Aspek keluarga, ini diakibatkan ikatan keluarga yang tidak harmonis adalah ikatan antara bapak serta ibu yang tidak sejalan. Dimana kedua orang tua sangat padat jadwal hendak kepentingannya masing-masing sehingga seorang anak dirumah tersebut cenderung mencari jati dirinya dengan memahami lingkungan sekitarnya, tetapi akibat mau mencari jati diri serta kesenangan sang anak muda jatuh dalam pergaulan penyalahgunaan narkotika. Tidak hanya itu, keluarga yang tidak harmonis dimana kedua orang tua padat jadwal dalam perihal bisnisnya masing - masing sehingga kurang terjalin jalinan komunikasi antara kedua orang tua menyebabkan sang anak mencari jalan keluar supaya menemukan kasih sayang yang kurang ia terima (Ismail et al., 2021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun