Dan supaya contoh-contoh kasus diatas tidak menjadi dianggap fitnah, informasi palsu atau hayalan belaka, yang tentu kami juga tahu akibatnya apa, kami siap mempertanggung-jawabkannya. Datanya masih lengkap semua. Apabila diperlukan kami akan siap bantu.
Apa yang harus diperbuat?
Setelah mengetahui adanya permasalahan besar ini, dalam arti korban-korban tak berdosa ini, apa yang harus kita perbuat?
Mengabaikannya?
Atau membiarkannya?
Menurut hemat kami, dalam perspektif perlindungan nasabah sangatlah tidak bijaksana apabila kita mengabaikan dan atau membiarkannya. Seyogiyanyalah kita harus berbuat sesuatu demi mencegah semakin banyak jatuhnya korban-korban yang sama. Apalagi seperti yang kami sebutkan di atas contoh kasus yang ada ini baru hanya sekelumit, mungkin masih banyak lagi yang belum terekspos.
Bahwa untuk diketahui juga, sebagai tambahan informasi, berdasarkan pengamatan kami dari hasil sharing dengan mereka-mereka yang melakukan konsultasi kepada kami tersebut, potensi penambah “korban-korban tak berdosa” dari jenis permasalahan seperti ini sangat sering terjadi karena kurangnya kordinasi pelaporan antara Bank dengan grup banknya yang berupa leasing, atau multifinance, dimana sering terjadi di grup perusahaannya tersebut sudah lunas, namun karena kurangnya kordinasi pelaporan yang disebutkan tadi, data di BI Checkingnya masih tetap belum up-date, maka jadi Nasabahlah yang menjadi korban. Apalagi rata-rata Nasabah leasing atau multifinance tersebut tidak mengetahui adanya kerjasama dengan group Bank masing-masing. Sehingga kadang Nasabah menjadi bingung sendiri, merasa tidak pernah pinjam di Bank tersebut, tapi kok ada datanya di BI Checking?
Untuk kasus seperti ini kami sangat khawatir, belum ada sosialisasi yang memadai mengenai Sistim Informasi Debitur berikut akibat-akibat yang ditimbulkannya, apabila terjadi kelalaian, kealpaan atau kekurang-mengertian personil yang membidangi di Grup atau Mitra Kerja Bank tersebut.
Pengalaman empirik
Mendengar pertanyaan “Apa yang harus diperbuat” mungkin pihak Bank Indonesia akan langsung menjawab: “Kan sudah ada pasal yang mengakomodirnya berikut mekanisme penyelesaiannya”.
Kalau ada jawaban seperti itu, maka melalui pengalaman empirik kami yang pernah mencoba untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi oleh salah satu korban, yang menurut penilaian kami termasuk korban tak berdosa, yang tentu saja mengikuti atau mengacu kepada aturan dan mekanisme yang dimaksudkan, kami bisa membuktikan bahwa mekanisme yang ada tersebut belum memadai. Bahkan kami bisa tiba pada kesimpulan bahwa aturan dan mekanisme yang ada tersebut merupakan aturan dan mekanisme “setengah hati”.