Presiden yang menurut saya sudah pontang-panting bekerja siang dan malam untuk bekerja dan memikirkan negeri ini untuk menuju yang lebih baik lagi, yang hasilnya sudah mulai bisa terlihat, meskipun tetap saja ada  yang tidak ma(l)u  mengakuinya, tapi harus seperti itukah yang harus diterimanya?
Tak terbayangkan rasanya bagaimana hati beliau,  isterinya, anak-anaknya,  saudara-saudaranya,  keluarga besarnya, termasuk juga mungkin seluruh  pribadi-pribadi yang lain yang ada di seluruh Pelosok tanah air  yang masih yakin dan percaya sama beliau  untuk memimpin negeri ini.
Beliau yang sudah pontang-panting bekerja siang dan malam untuk bekerja dan memikirkan negeri ini untuk menuju yang lebih baik lagi, tapi harus seperti inikah yang harus diterimanya?
Hujatan, hinaan, umpatan, terutama yang kata-kata anj*ng bab* itu?
Yang meneriak-neriakkan itu memang bisa berkelit. Ngeles. Dengan segala kelihaiannya mempermainkan kata-kata. Yang mungkin sudah dipersiapkan juga cara pengamanannya.  Tetapi  posisi dia yang sedang  melantunkan syair-syair lagunya itu? Yang oleh karenanya  ada juga  backing vocal yang turut mengikuti iramanya? Yang  para fans nya juga  turut memberikan  semacam standing applause?
Achhhh  ...
Menagislah kita. Habis itu  mengelus dada.  Apa daya. Dia  (mereka) lebih hebat.
***
Oh ya. Selain yang tadi-tadi itu, masih ada ternyata satu lagi. Jadi ingat. Cuma masalahnya  saya tidak tau persis nangisnya itu kenapa. Dan bagaimana. Karena jadi campur aduk soalnya. Makanya agak ragu sebenarnya menceritakannya.
Ketika itu masih di kampung saya sana. Kala masih pemuda tanggung.  Ceritanya, pernah seorang  Buta berpapasan di jalan dengan sekelompok anggota Geng. Ada lima orang rombongan kelompok Geng tersebut. Geng kampung tentunya. Kelompok Geng yang kerjanya sering bikin onar. Ribut. Merusak. Malak. Membuat siapapun lebih baik menghindar dari mereka-mereka daripada akan menjadi urusan.
Sementara Si Buta jalannya hanya sendiri. Karena Si Buta ini orangnya sangat mandiri. Kemana-mana tidak  pernah mau dituntun. Kalau dia mau pergi kemana, pergi saja. Tidak mau ketergantungan dengan siapa-siapa. Dia berani kemana saja cukup hanya mengandalkan tongkat ber-strip merahnya.