Mohon tunggu...
Ina Widyaningsih
Ina Widyaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Staf TU SMPN 3 Pasawahan

Penyair Pinggiran

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hilda dan Bunga Tirtawening

9 April 2021   10:30 Diperbarui: 9 April 2021   10:34 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Created by pixellab

Tak ada yang berbeda di setiap hari Hilda dalam perjalanan hidupnya. Mahesa yang selalu berada di sisinya senantiasa dengan sabar dan penuh kasih sayang selalu memberikan perhatian dengan cukup. Keduanya tak pernah merasa kesepian walaupun terkadang ada hari-hari mereka yang tak berjalan bersama.

Seperti hari ini, Hilda menyusuri jalan di taman kota sendirian tanpa Mahesa. Ia sangat mengerti jika Mahesa harus beristirahat karena semalaman harus memfokuskan diri dengan bernyanyi di kafe untuk menghibur para pengunjung. Selepas subuh ia baru bisa pulang ke rumah kontrakannya dan kemudian tidur.

Dengan langkah perlahan Hilda menapaki jalan di taman kota, sesekali pandangannya tertuju pada bunga-bunga yang menghiasi pinggiran jalan. Namun sepertinya ia sedang mencari sesuatu.

"Belum juga kutemukan bunga seperti dalam mimpiku semalam." Gumam Hilda pelan.

Ya, semalam Hilda bermimpi bertemu dengan seorang perempuan tua yang memperkenalkan dirinya bernama Nyai Raga. Ia teringat dengan cerita ibunya dulu pada saat pertama mengetahui tentang kelebihannya. Hilda teringat dengan perempuan itu, beliaulah yang memberinya liontin jam yang kini selalu digunakannya. 

Dalam mimpinya banyak sekali percakapan yang terjadi antara dirinya dengan Nyai Raga. Namun dia hanya mengingat satu hal penting saja yaitu pesan Nyai Raga padanya yang harus menemukan sebuah bunga untuk mengobati kegelisahannya akan penerawangan Mahesa tentang pertemuannya dengan pasangan hidup.

Sungguh Hilda sangat merasa penasaran sekali dimanakah sebenarnya keberadaan bunga misterius itu. Nama bunganya pun baru ia dengar sekarang apalagi rupanya ia belum pernah sekalipun melihatnya. 

"Ya... Tuhan berilah petunjuk-Mu untukku bisa menemukan bunga itu." Ucap Hilda dalam harapnya.

Ketika Hilda betistirahat di bangku taman, ada seorang bapak tua menghampirinya.

"Maaf, Non. Bolehkah saya minta air minumnya?" Tanya si Bapak Tua penuh harap.

"Oh... Bapak haus? Sebentar tunggu di sini saya akan membelikannya untuk bapak." Ujar Hilda lalu bangkit dari duduknya untuk menuju ke sebuah kedai makanan yang tak jauh dari situ.

Tak berapa lama Hilda pun datang membawa minuman dan beberapa makanan untuk si Bapak Tua yang duduk di bangku menunggunya.

"Terima kasih, Non. Kamu sungguh baik sekali." Dengan wajah berbinar si Bapak Tua berterimakasih pada Hilda.

"Bapak mau kemana? Sepertinya bapak sedang bingung." Kata Hilda sedikit menebak.

"Ahh... Bapak hanya seorang musafir, Non. Tujuan hanya mengikuti langkah kaki berhenti saja. Dan sekarang tujuan bapak adalah bertemu dengan kamu, Non." Tukas si Bapak Tua dengan sangat jelas.

Tentu saja Hilda sangat terkejut mendengarnya. Ia tak pernah mengenal bapak tua ini, tapi mengapa ingin bertemu dengannya, sungguh aneh begitu pikir Hilda.

"Sebenarnya siapakah Bapak ini?" Hilda bertanya penuh keingintahuan.

"Saya hanya seseorang yang dikirim Tuhan untuk menemuimu dan memberitahukan sesuatu." Jawab si Bapak menjelaskan.

Hilda semakin bertanya-tanya dengan perkataan si Bapak. Sungguh ia tak mengerti mengapa harus bertemu dengannya dan memberitahukan sesuatu padanya. Lalu, apakah yang harus diketahui olehnya. Berkecamuk pertanyaan dalam hati Hilda.

"Kamu tidak perlu tahu siapa bapak ini, yang jelas bapak hanya ingin memberitahumu tentang keberadaan sebuah bunga yang ingin kamu temukan." Sambung si Bapak menjelaskan.

"Bunga? Oh... Iya saya sedang mencari sebuah bunga yang belum tahu bagaimana rupanya. Saya bingung harus kemana mencarinya." Hilda sangat senang dengan perkataan si Bapak kali ini.

"Bunga Tirtawening, sebuah bunga berwarna putih bentuknya seperti terompet, dia bisa dihisap dan mengeluarkan air yang bisa diminum untuk menjadi obat segala penyakit. Entah itu penyakit jasmani ataupun rohani, banyak sekali manfaat bunga ini, namun sayang keberadaannya sudah sangat langka." Jelas si Bapak kepada Hilda.

"Ya. Saya sedang mencari bunga itu!" Jawab Hilda dengan sangat gembira.

"Di manakah bunga itu berada, Pak?" Tanya Hilda semakin penasaran.

"Kamu harus berjalan jauh hingga menemukan sebuah bukit yang hijau dan rindang penuh pohon-pohon pinus tumbuh di sana. Bukit itu terletak di ujung jalan yang tersembunyi. Hanya sebuah hati yang tulus dan suci yang dapat menemukan letak bukit itu. Berjuanglah, jika kamu ingin ke sana, dan bersihkan hatimu agar kamu bisa segera menemukannya." Lanjut si Bapak menjelaskan.

"Baiklah, Pak. Saya akan berusaha untuk itu, terima kasih banyak karena Bapak sudah memberitahu saya. Sebentar Bapak tunggu saya di sini, ya! Saya ingin memberi Bapak bekal makanan agak banyak untuk nanti di perjalanan." Ujar Hilda kepada si Bapak Tua.

Tanpa menunggu jawaban dari si Bapak, Hilda bergegas pergi ke kedai tadi untuk membelikan lagi beberapa makanan dan minuman. Hampir seperti berlari Hilda pun bergegas menemui si Bapak kembali, namun ketika Hilda sampai di tempat tadi si Bapak telah pergi entah kemana.

Hilda hanya melongo keheranan dan sedikit kecewa karena tidak bisa menemui si Bapak kembali.

"Entah siapa engkau sebenarnya, Pak. Aku sangat senang bisa bertemu denganmu, semoga saja ada waktu untuk kita bisa bertemu lagi." Hilda bergumam sendiri.

Saat itu juga Hilda meneruskan langkahnya untuk mencari bukit yang dijelaskan si Bapak Tua tadi. Walaupun petunjuk yang diberikan hanya sedikit, Hilda tetap yakin akan menemukan bukit itu dan bunga yang sedang dicarinya.

Dalam perjalanan Hilda mengirim pesan lewat telpon selularnya kepada Mahesa agar tidak mengkhawatirkan dirinya. Hilda menjelaskan sedang mencari sesuatu dan ia baik-baik saja. Hilda berharap Mahesa akan mengerti.

Hari hampir sore ketika Hilda turun dari angkutan umum yang ditumpanginya. Ia yakin di tempat ini akan menemukan bukit dan bunga itu. Ia melanjutkan langkah kakinya, di sini udara cukup dingin dan itu sangat dirasakannya yang hanya menggunakan kemeja dan celana jeans tanpa jaket atau sweater.

Dari kejauhan Hilda sudah melihat pucuk-pucuk pinus di jalan yang sedang dilaluinya kini. Jalan ini cukup menanjak namun Hilda terus saja berjalan tanpa mengindahkan rasa lelahnya. Hingga sampailah ia di ujung jalan aspal ini, di depannya kini hanya jalan yang penuh dengan batu-batu kerikil.

Hilda terus saja berjalan dan sampailah di sebuah bukit tepat saat mentari hampir terbenam. Pemandangan yang indah pun dapat ia lihat di sana. 

"Oh... Tuhan, betapa indah karya ciptaan-Mu." Gumam Hilda penuh rasa syukur.

Ia pun duduk di hamparan rumput nan hijau yang di sekelilingnya ditumbuhi pohon pinus yang menjulang tinggi. Semburat jingga menerpa sela-sela pohon pinus. Sungguh indah sekali, rasa lelah Hilda pun hilang seketika.

Setelah sejenak beristirahat, Hilda kembali melangkah berjalan menuju ke balik pohon pinus yang berjejer dengan rapi. Ada yang menarik perhatiannya tiba-tiba. Lurus di depan barisan pohon pinus yang dilewatinya ada sebuah pohon kecil yang berbunga.

Dengan bergegas ia menuju pohon tersebut. Dan jelas sekali ia melihat bunga yang persis dijelaskan oleh si Bapak Tua. Bentuk dan warna bunga itu mirip sekali dengan yang disebut Bunga Tirtawening. 

Hilda memetik bunga tersebut satu dengan perlahan sambil meminta izin.

"Duhai alam, atas izin Tuhan kita bertemu di sini, bunga ini adalah bunga yang kucari, maka izinkanlah aku untuk mengambilnya." Ucap Hilda perlahan.

Bunga itu pun dicobanya untuk dihisap dan ternyata memang mengeluarkan air yang kemudian diminum Hilda. Ia pun bertambah yakin jika itu benar Bunga Tirtawening. Tak membiarkan waktu lama, Hilda pun kembali memetik bunga itu sebanyak 3 buah untuk dibawanya pulang. Karena memang jumlah itu yang harus digunakannya untuk menjadi obat seperti penjelasan dari Nyai Raga dalam mimpinya.

Hari sudah malam ketika Hilda menuruni bukit itu hendak pulang. Kembali jalan berbatu tadi dilaluinya seorang diri. Hilda berusaha untuk terus berjalan walau lelah sangat dirasanya. Tanpa terasa setelah beberapa lama kemudian sampailah ia di jalan besar yang bisa menemukannya dengan angkutan umum untuk kembali ke rumahnya.

Hilda pun bergegas pulang dengan menumpangi angkutan umum yang ternyata itu adalah angkutan terakhir yang jalan menuju ke kota. 

"Beruntung sekali aku." Hilda berkata dalam hati.

Bunga Tirtawening masih dalam genggamannya ketika sesampainya di rumah Hilda menyimpannya pada sebuah keranjang kecil di atas meja di kamarnya. Hilda pun mandi dan terus pergi tidur karena kelelahan.

Bunga Tirtawening adalah bunga langka yang menurut penjelasan Nyai Raga adalah bunga jodoh. Ketika bunga itu bisa ditemukan, akan datang seseorang yang akan melamar Hilda untuk menjadi istrinya. Entah mengapa Hilda sangat penasaran dengan penjelasan Nyai Raga tersebut. Untuk itu Hilda ingin membuktikan jika itu benar adanya, namun Hilda pun yakin semua kembali pada takdir Tuhan untuk dirinya. Hilda hanya berharap jika yang datang melamarnya nanti adalah lelaki yang benar-benar diharapkannya.

Hilda masih tertidur pulas di ranjangnya ketika malam terus beranjak larut dan mendekapnya dalam kelam dan hening. Malam terus berlalu menidurkan Hilda dalam peluknya. Setelah apa yang terjadi hari ini adalah atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa, Hilda selalu yakin itu dan tetap berusaha menjalani hidupnya sebagaimana biasanya dalam batas kemampuannya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun