Mohon tunggu...
Ina Widyaningsih
Ina Widyaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Staf TU SMPN 3 Pasawahan

Penyair Pinggiran

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Kembali Terluka

4 Mei 2020   06:12 Diperbarui: 4 Mei 2020   06:51 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Aku ingin bahagia"

Hari ini Nira sedang menikmati kesendiriannya. Dalam beberapa hari ini Nira hanya mengurung diri di rumah. Setelah keputusannya yang diambil untuk berusaha menjauh dari Kelana telah menyadarkan kembali tentang bahagiaanya. Nira telah lupa bagaimana cara bahagia selama ini, ia hanya sibuk dengan angan-angannya saja.

Nira pun hampir lupa dengan kebiasaannya menulis karena dalam kepalanya hanya berisikan tentang angan yang sudah jelas ada jawabannya yang tak mungkin terjadi. Kini Nira sadar jika semua itu telah merugikan kehidupannya selama ini hanya karena kesibukannya dengan hidup dalam angan-angan. Dan hari ini Nira merasakan sebuah kenyamanan dalam hati dan jiwanya.

"I'm back!" Begitu benak Nira berkata.

Bunga di taman hatinya berseri dan bersemi hingga senyumnya pun merekah cerah. Langit pun masih biru ternampak oleh Nira hingga ia yakin tuk kembali melangkah, sendiri mencari imaji dan inspirasi pada setiap hari. 

Bila hujan turun, Nira hanya tersenyum di balik kaca jendela sambil menatap deraiannya yang begitu dingin namun sejuk di kalbu. Ia menikmati rintik air yang jatuh dengan imaji yang berkeliaran di kepalanya. Banyak cerita yang ingin ia tulis, tuk meluahkan segala isi hati agar nyaman di setiap hari.

Ketika mentari menyambut pagi, Nira akan mulai berinspirasi dengan kehangatan senyum manis sang bintang timur. Bulir-bulir embun yang diterpa sinarnya bagai kemilau mutiara berjatuhan dari pucuk dedaunan. 

Kicauan burung yang bercanda menggelitik telinga membuat suasana riuh rendah dalam kedamaian. Bunga cempaka di halaman rumahnya begitu harum mewangi menggoda hatinya tuk mendekatinya. Ditatapnya dengan mesra sang cempaka dengan tersenyum sambil berbisik, "Kau begitu wangi dan indah, semoga indahmu kan membawa bahagia bagiku".

Lalu Nira melangkahkan kakinya menghampiri melati. Bunga kecil mungil berwarna putih melambangkan kesucian. Nira kembali berbisik dalam hatinya, "Teruslah mewangi melatiku karena harummu sejati dan suci, seperti hati ini yang akan terus menyimpan sebuah nama dalam hati, begitu dalam dan sangat dalam hingga takkan terlupakan."

Ternyata dalam manis senyumnya Nira masih menyimpan rasa dalam hatinya untuk Kelana. Namun rasa itu cukup di hati saja, tanpa berharap akan terbalaskan karena ia tak ingin hidup dalam angan. Seindah kata selembut rasa, Nira takkan pernah melupakan walau mungkin ia telah dilupakan. Nira hanya ingin bahagia karena kebahagiaan hanya bisa ia ciptakan sendiri tanpa berharap dari siapa pun.

Nira akan terus menuliskan rangkaian kata walau hanya dalam kesendirian, bahkan dengan kesunyian ia akan mendapatkan banyak kata-kata yang akan dilukiskan dalam buku catatannya.

Nira sedang asyik dengan buku catatannya, tatapannya seperti ingin menembus awan, jauh entah kemana pikirannya sedang melayang. Tiba-tiba suara telpon selularnya berdering, Nira nampak terkejut lalu mengambil telpon selularnya dan ia kembali terkejut karena nama itu sedang memanggilnya. Nira hanya menatapnya dan bisu, ia biarkan dering itu terus nyaring hingga kemudian akhirnya berhenti, berarti panggilan tersebut diakhiri.

Nira tersenyum simpul setelah itu, ia kembali asyik dengan tulisannya yang sedang dibuatnya. Ada yang aneh ia rasakan dengan hatinya, mengapa ia tak merasa bersalah karena tidak menyambut panggilan telpon tadi. Nira hanya berpikir mengapa nama itu memanggilnya, ia coba menebak apa maksud dan tujuannya, namun ia tak ingin berburuk sangka dan akhirnya bibirnya kembali tersenyum.

Sudah lama juga Nira berusaha melupakan Kelana, hingga tadi ada panggilan darinya.

"Maafkan aku, Lana. Aku tak ingin kembali terluka dengan mendengar suaramu, biarkan saja kita hanya bertemu dalam mimpi." Begitu bisik hati Nira.
Keputusan Nira telah bulat, jika ia hanya akan menghubungi Kelana ketika ada kepentingan yang benar-benar penting buat mereka berdua.

Nira tak ingin membiarkan rasanya terus tumbuh bersemi hingga akhirnya harus dibenamnya dalam-dalam.

"Biarlah kita berjalan seperti semula sesuai keinginan dan kesukaan masing-masing, aku adalah aku, dan kamu tetaplah kamu, Lana." Nira berbicara seperti ingin didengar oleh Kelana.

Hari berikutnya, panggilan itu kembali terdengan di telpon selularnya. Nira pun masih enggan untuk menerima panggilan Kelana.

"Biarlah kau berpikir apa tentang aku, Lana. Aku hanya ingin menghargai kamu dengan caraku diam saja." Nira nampak ragu atas sikapnya yang mengacuhkan panggilan Kelana.

Dan ketika malam tiba, sebuah pesan masuk terbaca oleh Nira di telpon selularnya. Ternyata dari Kelana yang bunyinya "Assalamualaikum".
Tanpa pikir panjang lagi Nira langsung membalasnya "Waalaikumsalam" karena ia pikir toh itu hanya menjawab salam saja.

Dan kembali pesan masuk terbaca lagi " WA tidak aktif".

Selanjutnya untuk kesekian kalinya Nira tak ingin menjawab pembicaraan Kelana, dan pesan itu pun dihapusnya.

"Maafkan aku, Lana. Cobalah kamu mengerti dengan hati, semoga saja." Nira lagi-lagi berbisik dalam hatinya.

Keesokan harinya, Nira tak lagi memikirkan tentang panggilan atau pesan dari Kelana. Ia hanya ingin hidup seperti sediakala, tanpa ada beban rasa di hatinya. Dan ketika ia sedang membuka pekerjaannya di laptopnya, telpon selularnya berdering, ia pun segera menoleh dan benar-benar terkejut.
Sebuah nama yang sudah beberapa tahun ini nyaris dilupakannya, ternyata nama itu tertera pada panggilan telponnya.

"Nasrul, benarkah itu dirimu?" Nira nampak ragu untuk menjawab panggilan telponnya.

"As...assalamualaikum... " Nira akhirnya menerima panggilan tersebut.

"Waalaikumsalam... Bagaimana kabarmu, Nira? Ini Nasrul." Suara dari sebrang terdengar menghentak jiwa Nira.

Setelah sekian lama tiada kabar berita, sosok yang dulu pergi kini kembali lagi. Sungguh terkejut Nira dibuatnya. Ada apakah gerangan?

Percakapan pun akhirnya mencair tanpa kikuk lagi setelah Nasrul menceritakan sedikit pengalamannya selama menjauh dari Nira. Ternyata kepergian Nasrul semata untuk mencari pengalaman hidup dan kehidupan yang lebih baik.

Tiba-tiba Nira merasa berdebar-debar tak karuan, bertumpuk rasa yang entah apa harus ia simpulkan sendiri. Nira tak ingin secepat itu menerima kembali kehadiran Nasrul yang dulu telah meninggalkannya. Akhirnya Nira hanya memberi respon datar saja kepada Nasrul.

Percakapan pun berakhir tinggallah Nira terpaku di pojok kamar. Hatinya masih merasa bingung karena sebelum Nasrul menutup telponnya ada sebuah pertanyaan yang harus dijawab oleh Nira. Hingga jawaban itu harus ditangguhkannya untuk dipikirkan terlebih dahulu. Nira tak ingin kembali kecewa seperti dulu, apa pun hasilnya ia harus memutuskannya dengan sangat matang tanpa grasa-grusu.

"Ah... Biarkan saja waktu yang akan menjawabnya." Pikir Nira kemudian.

Malam pun tiba, bintang nampak berkilauan di angkasa menghias temaram yang bisu dan sunyi. Nira hanya diam di sudut tempat tidurnya sambil menatap keluar jendela yang sengaja ia buka. Nira sedang mengingat kenangannya dulu bersama Nasrul cinta pertamanya. Ya, dimana dulu ia baru keluar SMP saat pertama bertemu dengan Nasrul. Tak disengaja pertemuan itu, dan pandangan pertama telah membuat mereka jatuh cinta.

Usia mereka memang sebaya hingga cinta bagi mereka dulu mungkin hanya sebuah persahabatan. Namun semua itu berlangsung hingga mereka bersekolah SMA. Karena jarak yang berjauhan cinta mereka hanya cukup berbalasan pesan saja. Ketika mereka lulus SMA, Nira yang langsung bekerja telah membuat renggang hubungan mereka.

Suatu hati, Nasrul mengunjunginya dan mengutarakan maksudnya yang akan pergi jauh. Nira kebingungan harus bagaimana dengan hubungan mereka, akhirnya Nira meminta sebuah keputusan kepada Nasrul untuk mengikatnya lebih dulu dalam ikatan pertunangan. Namun Nira harus kecewa karena Nasrul ternyata belum siap untuk itu.

"Apa boleh dikata, pergilah kau dengan bebas, Nas." Nira berbicara kepada Nasrul.

"Maksudmu apa, Nira?" Nasrul bertanya karena kurang mengerti dengan maksud Nira.

"Kau pergi saja, Nas. Aku takkan memberatkanmu dengan apa pun juga hubungan kita. Kau bebas dan aku pun sama, bila kelak kita berjodoh tentu akan ada pertemuan lagi diantara kita berdua." Nira menjelaskannya kepada Nasrul.

"Oh... Aku mengerti maksudmu. Tapi aku berjanji jika suatu hari nanti akan menemuimu kembali setelah aku berhasil." Begitu Nasrul menjawabnya.

"Janganlah kau berjanji. Aku takut kau tak bisa menepatinya, Nas." Nira nampak tidak yakin dengan perkataan Nasrul.

Sejak saat itu, mereka pun terpisahkan jarak dan waktu. Hari berganti bulan hingga bertahun-tahun kabar berita tentang Nasrul seakan lenyap dari muka bumi. Nira pun sampai lupa dan benar-benar lupa pada sosok Nasrul yang bagi mereka cinta itu suci karena tak pernah ternodai oleh gairah yang memaksa. Bagi mereka cinta suci hanya akan bertemu di pelaminan. Namun sayang kapal harapan mereka harus karam di tengah lautan kehidupan yang terpisahkan.

Tanpa terasa Nira menitikkan airmata dalam termenung. Hatinya merasa sakit mengapa dulu Nasrul menghilang tanpa kabar berita, hingga ia lupa dengan cintanya. Nira sangat menyesal cintanya saat ini telah terbagi untuk seseorang yang berada dalam hatinya walau itu sebuah angan yang sudah ia benamkan. Kini harus bagaimana Nira menjawab pertanyaan Nasrul yang mengajaknya menikah.

Apakah harus semudah membalikkan telapak tangan Nira menjawab itu, ataukah ia harus mengulur waktu seperti dulu Nasrul yang bersikap begitu padanya.

"Ya, Tuhan. Berilah aku petunjuk-Mu untuk menjawab semuanya." Bisik hati Nira.

Nira pun menuliskan sesuatu di buku catatannya :

"Nas, aku dulu sangat mencintaimu hingga aku terus menunggumu dan akhirnya lupa pun memutuskan rasa itu. Kini, ketika kau kembali dan berharap kita hidup bersama, seharusnya aku merasa bahagia. Jujur, sebelah hatiku sangat bahagia dengan ajakanmu untuk kita menikah. Namun sebelah hati ini ada rasa canggung dan sakit untuk menerimanya. Bukan aku membencimu, bukan pula aku marah padamu. Namun, jika kau mau mengerti, tolong beri aku waktu untuk kembali menata hati, mencari kembali cinta kita pada dasar kalbu yang telah terisi separuhnya oleh sebuah nama. Hatiku telah mencintainya hingga menyimpannya sangat dalam. Semoga akan ada jalan untuk kita bisa kembali seperti dulu lagi, Nas. Sebenarnya hati ini juga sangat rindu padamu, namun aku terlalu malu untuk kembali ke pangkuanmu. Nas, jika kau benar-benar mencintaiku, tentu kau akan memperjuangkannya, bukan? Nas... "

Tulisannya terputus sampai di situ karena Nira terkulai jatuh di atas tempat tidur dengan lelapnya. Entah esok akan ada cerita apa.
Pagi yang cerah, Nira kembali dengan aktifitasnya. Dan seperti biasanya ia takkan luput dari mencari inspirasi dan berimaji. Daya khayalnya telah mencatat beberapa bait yang berima rindu.

"Rindu Yang Malu"

Ketika subuh membangunkan lelapku
Ada seulas senyum dalam bayang mataku
Melintas sekilas lalu menghilang dari tatapku
Aku tahu, jika kita sedang rindu

Sekian lama aku menunggu
Hingga lupa telah menghapus memoriku
Tentang sebuah rasa, cinta pertamaku
Sungguh aku sangat rindu

Namun aku telah kecewa bersama waktu
Rasa itu telah sirna dari dalam kalbu
Yang tinggal hanya sebuah pilu
Karena aku tersiksa rindu

Saat kau kembali datang di hadapanku
Ingin rasanya aku memelukmu
Erat hingga kau takkan lagi meninggalkanku
Tapi rinduku merasa malu

Puisi tentang isi hati.
"Nira"

Semalam tadi telah meyakinkan Nira jika hatinya sangat rindu pada Nasrul, namun ia enggan memperlihatkan kerinduannya itu. Nira ingin melihat seberapa besar perjuangan Nasrul yang berniat mempersuntingnya.

Telpon selular miliknya tiba-tiba berdering, ternyata Nasrul yang memanggil. Tanpa lama-lama dijawabnya panggilan Nasrul.

Hanya sebentar saja Nira sudah selesai dengan percakapannya. Dan Nasrul mengatakan akan datang ke rumah Nira untuk menjelaskan sesuatu. Nira merasa penasaran apakah sebenarnya yang akan dijelaskan oleh Nasrul. Dan ketika Nasrul tiba di hadapannya, Nira pun menyambutnya dengan tersenyum manis dan hangat.

Percakapan mereka nampak serius dan Nira hanya tertunduk menekuk wajahnya hampir tak terlihat oleh Nasrul. Sepertinya ada raut kecewa di wajah Nira. Sungguh Nira benar-benar kecewa karena Nasrul ternyata telah berstatus single parent dengan memiliki 2 orang anak. Nasrul inginkan Nira menjadi ibu bagi anak-anaknya yang telah piatu karena istrinya telah meninggal dunia.

"Ya, Tuhan. Bagaimana aku harus menjawab semua ini?" Bisik hati Nira dengan sedih.

Setelah pertemuan itu, Nira nampak dirundung kesedihan dan kebimbangan. Ia tak ingin membuat Nasrul kecewa, tapi hatinya lebih kecewa.
Hari pun berlalu waktu terus melaju tanpa terasa sudah 3 bulan sejak pertemuan itu Nira tak lagi bertemu dengan Nasrul. Mengapa cinta selalu berjumpa dengan kecewa bagi Nira. Karena akhirnya Nira telah memutuskan untuk tidak menerima ajakan Nasrul untuk menikah. 

Hatinya sangat merasa berat dengan kekecewaan. Ia merasa hanya dijadikan bahan cadangan oleh Nasrul. Jika dulu Nasrul pernah berjanji padanya akan menemuinya kembali, itu memang tidak salah telah ditepati Nasrul. Namun sayangnya hanya sisa-sisa cinta saja yang telah membawa Nasrul untuk kembali padanya. Kini tinggallah Nira dengan luka dalam hatinya. Apakah Nira terlalu egois dengan keputusannya?

"Biarlah orang berkata apa, karena aku juga ingin bahagia." Nira menegaskan kata-katanya dalam hati.

Akhirnya setelah peristiwa itu Nira memutuskan untuk pergi bekerja ke luar negri. Ia ingin melupakan semuanya, biarkan luka akan sembuh dengan sendirinya. Bahkan ia juga telah lupa dengan sebuah nama yang terbenam dalam hatinya. Bukan karena ingin benar-benar melupakan. Ia hanya ingin berbahagia dengan jalannya sendiri.

Ketika tiba waktunya Nira pun pergi meninggalkan Indonesia tercinta. Ia berharap sepulangnya nanti akan ada kebahagiaan menjumpainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun