Mohon tunggu...
Puji Hanifah
Puji Hanifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Kekerasan Sosial, Bentuk Dominasi SimbolikL Studi Kasus terhadap 10 Mahasiswa Mataram

17 Desember 2022   14:50 Diperbarui: 17 Desember 2022   14:50 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

LATAR BELAKANG

Kasus kekerasan seksual akhir-akhir ini mulai banyak beredar di sosial media, situs berita maupun acara televisi dan radio. Korban dari kasus kekerasan seksual berasal dari berbagai kalangan usia mulai dari anak-anak sampai orang dewasa dan mayoritas korban adalah perempuan. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa laki-laki dapat menjadi korban kekerasan seksual. Pelaku dari kasus-kasus tersebut bisa berasal dari orang terdekat korban atau bahkan orang yang tidak dikenal oleh korban. Banyaknya kasus kekerasan seksual membuat  masyarakat merasa resah untuk beraktivitas di lingkungan sekitarnya. Kekerasan seksual dan pelecehan seksual merupakan dua hal yang berbeda. Pelecehan seksual termasuk dalam salah satu bentuk dari kekerasan seksual. 

Meningkatnya kasus kekerasan seksual membuat hal ini menjadi penting untuk dibahas agar masyarakat memiliki pemahaman tentang kekerasan seksual dan meningkatkan rasa kepedulian pada korban yang mengalami kekerasan seksual di sekitarnya. Salah satu kasus yang sering diberitakan akhir-akhir ini terjadi dikalangan mahasiswa atau di lingkungan kampus. Bentuk kekerasan seksual yang terjadi juga beragam mulai dari pemerkosaan, pelecehan seksual, penggunaan istilah seksis saat berbicara, merendahkan orang lain menggunakan istilah seksual dan memandang bagian tubuh tertentu yang membuat orang lain merasa tidak nyaman. Pelaku dari kasus-kasus tersebut mayoritas dikenal korban seperti teman korban atau bahkan dosen. Dalam pembahasan kali ini kasus kekerasan diterima oleh BKBH Fakultas Hukum Universitas Mataram terdapat 10 aduan kekerasan seksual yang diduga pelakunya adalah seseorang yang mengaku sebagai dosen berusia 65 tahun. Dari 10 korban tersebut 4 diantaranya diperkosa oleh pelaku, 3 lainnya sampai diminta untuk membuka celana, 1 orang korban mendapat kekerasan seksual secara verbal dan 2 korban lainnya tidak disebutkan secara rinci bentuk kekerasan apa yang diterimanya. 

Teori yang digunakan untuk menganalisis kasus tersebut adalah konsep praksis sosial yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu. Jika dianalisis menggunakan teori ini kekerasan dapat terjadi karena adanya dominasi kekuasaan yang dilakukan pelaku terhadap para korban. Pelaku memiliki modal selain modal ekonomi yang lebih banyak daripada korban hal ini dapat mendukung pelaku untuk melakukan aksi kekerasan seksual terhadap para korban. Pelaku menjanjikan bahwa ia dapat membantu urusan akademik korban terutama dalam menyusun skripsi dan mengaku jika ia dapat membantu menyelesaikan masalah-masalah yang ada di kehidupan para korban sebelum melakukan kekerasan seksual.

PEMBAHASAN

Kekerasan Seksual

Menurut World Health Organization (WHO) dikutip dari sehatq.com kekerasan seksual merupakan perilaku yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang yang mengarah pada organ seksual orang lain tanpa disetujui dan terdapat unsur paksaan serta ancaman di dalamnya. Korban dari kekerasan seksual tidak terbatas usia atau jenis kelamin, artinya baik tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan dapat menjadi korban kekerasan seksual. Namun, mayoritas korban dari kekerasan seksual hingga saat ini adalah perempuan. Dalam CATAHU 2020 yang memuat catatan dokumentasi dari kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak perempuan terdapat 431.471 kasus kekerasan yang terjadi selama tahun 2019. Bukan hanya kekerasan yang terjadi secara langsung tetapi juga terdapat beberapa laporan terkait cyber crime yang berbentuk ancaman untuk menyebarkan foto atau video porno korban. 

Terdapat beberapa bentuk kekerasan seksual yang terjadi di kehidupan antara lain seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, penggunaan istilah seksis saat berbicara, merendahkan orang lain menggunakan istilah seksual dan memandang bagian tubuh tertentu yang membuat orang lain merasa tidak nyaman. 

Banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi membuat para perempuan merasa tidak aman berada di lingkungan tempatnya berada. Dampak dari kekerasan seksual dapat berpengaruh pada kesehatan fisik dan mental korban. Pada kesehatan fisik kekerasan seksual dapat membuat korban mengalami kehamilan yang tidak direncanakan dan lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan pemaksaan aborsi ketika korban atau pelaku tidak siap mengurus calon bayi tersebut. Selain itu dampak kesehatan yang mungkin muncul karena kekerasan seksual adalah penularan penyakit seperti HIV/AIDS dan penyakit yang menyerang alat vital seksual lainnya. 

Tidak hanya pada kesehatan fisik namun kekerasan seksual juga dapat menimbulkan dampak pada kesehatan mental. Korban kekerasan seksual akan mengalami trauma pasca kejadian. Selain itu beberapa gangguan mental lainnya yang dapat terjadi seperti depresi, Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), gangguan kecemasan dan korban akan cenderung kesulitan untuk berbaur dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya karena merasa takut kejadian saat kekerasan seksual dilakukan akan terulang kembali. Lebih parahnya lagi dampak pada kesehatan mental dari kekerasan seksual dapat membuat korban bunuh diri karena merasa putus asa setelah mendapat perlakuan tersebut. 

Tidak jarang dampak dari kekerasan seksual ini akan semakin parah karena terdapat masyarakat yang ikut menyalahkan korban atas apa yang diterimanya. Contoh yang paling sering terjadi saat ini adalah ketika seseorang melapor bahwa ia mendapat kekerasan seksual akan ditanya terkait baju apa yang dipakai korban sebelum atau saat kejadian berlangsung. Pakaian korban yang ketat atau pendek biasanya dijadikan alasan untuk menyerang kembali korban padahal tidak ada hubungannya pakaian yang digunakan dengan kemungkinan seseorang mendapat kekerasan seksual karena seseorang yang menggunakan pakaian tertutup juga dapat menjadi korban kekerasan seksual. 

Kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja seperti di lingkungan tempat tinggal, tempat kerja, tempat menjalankan kegiatan pendidikan atau bahkan di jalanan yang dilewati seseorang. Pada kesempatan kali ini akan dibahas tentang kekerasan seksual di kampus. 

Hal ini berhubungan dengan tindakan kekerasan seksual yang berhubungan dengan suatu perguruan tinggi, entah itu terjadi di lingkungan perguruan tinggi yang melibatkan orang-orang entah itu sebagai pelaku atau korban  yang memiliki peran di perguruan tinggi tersebut seperti mahasiswa, dosen dan para tenaga kerja lainnya atau terjadi diluar lingkungan perguruan tinggi tetapi masih dalam kegiatan resmi yang melibatkan perguruan tinggi tersebut seperti KKN, acara-acara kemahasiswaan seperti seminar dan magang. Bentuk kekerasan seksual yang sering ditemukan di kampus adalah catcalling, sexting, bercanda menggunakan istilah seksual, melihat organ vital seksual orang lain tanpa persetujuan sampai membuatnya menjadi tidak nyaman dan pemerkosaan. Pelakunya mayoritas berasal dari lingkungan sekitar korban atau orang yang masih dikenal korban seperti teman korban dan dosen. Kampus yang seharusnya menjadi tempat yang aman untuk seseorang mencari ilmu saat ini malah menjadi salah satu tempat terjadinya kekerasan seksual yang membuat individu merasa tidak aman untuk menjalankan kegiatan. 

Temuan Kasus

Dilansir dari detik.com Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Mataram mendapat laporan dari 10 mahasiswa yang melaporkan tindakan kekerasan seksual yang menurut pernyataan para mahasiswa tersebut terjadi sejak awal 2021 sampai bulan Maret 2022. Kekerasan terhadap 10 mahasiswa ini diduga dilakukan oleh satu orang pelaku yang sama. Pelaku memberitahu para korban bahwa dirinya adalah seorang dosen di salah satu perguruan tinggi swasta yang ada di Mataram dengan gelar SH., MH. Namun setelah ditelusuri ternyata gelar asli pelaku adalah lulusan guru agama yang setara dengan pendidikan SMA. Diketahui bahwa usia pelaku adalah 65 tahun. 

Pelaku melakukan aksi diawali dengan merayu korban dengan iming-iming bahwa ia bisa membantu korban dalam hal akademik seperti menyusun skripsi dan membantu menyelesaikan permasalahan pribadi korban-korbannya. Untuk menarik korban lain pelaku ini meminta pada korban sebelumnya untuk mengajak temannya yang memiliki masalah di bidang akademik, sosial atau keluarga untuk mencari solusi dengan menemui pelaku. Jadi sebelum melakukan pelecehan seksual pada korban, pelaku membuat korban mengajak teman atau saudaranya sehingga beberapa korban dari pelaku berusia 65 tahun ini saling mengenal satu sama lain. 

Dijelaskan di awal jika jumlah korban adalah 10 orang namun menurut pengakuan salah satu korban sebut saja G saat kejadian total korban yang bersamanya adalah 7 orang jadi kemungkinan 3 korban lainnya mengalami kekerasan seksual tidak dalam waktu yang sama dengan 7 orang ini. Setiap korban yang terjebak rayuan pelaku diminta untuk datang kerumah pelaku dan diberi minuman yang wajib diminum para korban, minuman ini diduga dapat mempengaruhi daya tahan tubuh para korban. 

G bercerita awal mula pertemuannya dengan pelaku ini karena ajakan salah satu korban, sebut saja korban A. A bercerita bahwa kakeknya (pelaku) dapat membantu korban G untuk mengurus skripsinya. G mencoba untuk menerima bantuan tersebut karena ia berpikir bahwa yang membantunya adalah kakek dari temannya (A). 

Setelah itu saat G datang kerumah pelaku ia ditanya tentang bidang apa yang akan menjadi fokus skripsinya, setelah mendengar jawaban dari G, pelaku langsung menghubungi salah satu dosen berpengaruh yang berhubungan dengan bidang yang G ambil. Dosen yang dihubungi ini terdengar seperti takut pada pelaku dan setelah itu pelaku langsung membuatkan judul skripsi untuk G. Setelah itu secara tiba-tiba pelaku menanyakan apakah G ini masih perawan atau tidak dan masih dijawab dengan jujur oleh G walaupun ia merasa bingung untuk apa hal itu ditanyakan. G langsung pulang setelah selesai bimbingan pada hari itu. 

Sehari setelah bimbingan G kembali lagi kerumah pelaku kemudian ia merasa terkejut melihat A yang datang bersama B dan C. Karena pelaku meminta para korban untuk menetap di rumahnya maka hal tersebut dituruti oleh para korban karena tersedia beberapa kamar yang dapat ditiduri selain kamar pelaku. Setelah A, B dan G tinggal di rumah pelaku ada korban lain yang baru datang dengan tujuan yang sama sebut saja D, E dan F. Korban dan pelaku tinggal di rumah yang sama selama proses pelaku membantu urusan-urusan para korban. 

Ketika para korban tinggal satu rumah dengan pelaku maka saat itulah pelaku mulai melakukan aksinya. Menurut pengakuan G korban yang diperkosa pelaku sejumlah tiga orang yaitu A, B dan D. Kemudian C, E dan F mengalami kekerasan seksual sampai pada tahap dibuka celananya sedangkan G sendiri mendapat kekerasan seksual dalam bentuk verbal. G mengaku sempat diajak untuk menemani pelaku tidur namun G menolak dan merasa bingung kenapa pelaku melakukan hal tersebut. 

Beberapa korban mencoba pergi dari rumah pelaku namun ketika pergi mereka diancam dan diminta untuk kembali lagi kerumah pelaku. Salah satu ancaman yang diberikan adalah dengan berkata bahwa korban akan lulus terlambat jika tidak kembali lagi kerumah pelaku. Selama berada di rumah pelaku korban selalu diberi minuman yang sama seperti yang pertama kali diberikan saat korban datang, G mengatakan bahwa minuman tersebut tidak terlalu berpengaruh padanya namun korban lain merasa ngantuk dan lemas setelah meminum minuman tersebut. Ancaman yang diberikan pelaku membuat para korban tidak berani meninggalkan kediaman pelaku. 

Bulan Juni 2022 tiga dari sepuluh korban melaporkan pelaku ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA), Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB. Sampai tanggal 15 Juli 2022 sudah enam orang saksi yang diperiksa dan keenam saksi tersebut merupakan korban dari kekerasan seksual dari satu pelaku yang sama. 

Pihak kepolisian merasa kesulitan untuk menggugat pelaku dengan pasal apa karena tindakan pelaku dilakukan dengan sangat rapi. Polisi berpendapat bahwa pelaku memiliki pemahaman terkait hukum yang ada di Indonesia sehingga ia berusaha menyusun strategi untuk menghindari pasal-pasal hukuman yang berlaku. Menurut sumber-sumber berita yang penulis baca perkembangan kasus ini sampai sekarang masih di tahap pemeriksaan karena hingga saat ini masih belum ada berita yang memuat tentang bagaimana akhir dari perjalanan kasus ini. Namun penulis berharap agar pelaku mendapatkan hukuman yang dapat memberi efek jera dan sepadan dengan apa yang ia lakukan kepada para korban. Selain itu korban yang mengalami dampak buruk semoga bisa pulih dan tidak ada lagi korban baru yang muncul dari pelaku yang sama. 

Analisis Kasus Dengan Teori Bourdieu 

Pemikiran Bourdieu yang relevan untuk membahas kasus ini adalah tentang konsep praksis sosial yang memadukan kemampuan seseorang dalam mengekspresikan apa yang ia pelajari dari kondisi di luar dirinya. Terdapat dua istilah penting dalam pemikiran ini yaitu habitus dan arena. Habitus merupakan hasil dari keterampilan yang menjadi tindakan praktis (tidak selalu disadari) yang selanjutnya diartikan sebagai suatu kemampuan yang terlihat alamiah dan berkembang dalam lingkungan sosial tertentu. 

Habitus dapat dipengaruhi dari dalam diri seorang individu dan dari luar atau lingkungan sosial seorang individu. Dapat dikatakan bahwa habitus menjadi dasar dari pembentukan suatu arena namun arena juga menjadi salah satu pengaruh penyusunan habitus. Arena merupakan tempat bersaing bagi modal-modal yang dimiliki seorang individu. Modal ini bukan hanya dalam konteks ekonomi namun juga termasuk norma sosial, norma budaya dan norma simbolik. Habitus, arena dan modal-modal ini saling berhubungan satu dengan lainnya dan membentuk suatu praktik sosial.

Menurut Bourdieu kekerasan simbolik muncul karena adanya perbedaan kekuatan antara kelompok sosial. Kekuatan ini dapat berupa modal-modal yang sudah disebutkan sebelumnya. Pihak yang memiliki lebih banyak modal akan mempertahankan posisinya dengan mendominasi pihak lawan dan memaksakan norma dan nilai mereka kepada pihak lawan. Dalam keberlangsungan hidup  masyarakat terdapat kelas sosial tertentu yang akan melakukan dominasi dan menguasai kelas sosial lainnya. Untuk menunjukkan kekuasaan suatu kelas sosial pada kelas sosial lainnya dibutuhkan adanya kekerasan dan tindakan diskriminatif yang bersifat simbolik.

Jika dikaitkan dengan kasus di kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dosen gadungan terhadap beberapa mahasiswa di Mataram dapat dikatakan bahwa pelaku berusaha mendominasi para korban dan proses menguasai korban diawali dengan cara memberikan rayuan bahwa ia bisa membantu menyelesaikan permasalahan para korban. 

Berhasil atau tidaknya proses dominasi yang dilakukan juga membutuhkan modal. Dalam kasus ini pelaku memiliki modal sosial yaitu mengaku bahwa ia merupakan saudara dari A dan meminta A untuk mengajak teman-temannya yang memiliki kesulitan dalam mengurus skripsi untuk berkonsultasi dengannya dan pada akhirnya teman-teman A menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh dosen gadungan ini. Selain itu relasi yang dimiliki pelaku kepada dosen yang cukup berpengaruh di universitas tempat para korban mencari ilmu juga mendukung terjadinya proses dominasi karena pelaku bisa membuktikan bahwa dirinya memiliki hubungan dengan dosen korban dan dapat membuat korban semakin percaya pada pelaku.

Selain modal sosial yang telah disebutkan sebelumnya, pelaku juga memiliki modal simbolik yaitu kemampuan berkomunikasi yang baik. Saat ia mulai menjalankan aksi kekerasan seksual dan membuat beberapa korban pergi dari rumahnya ia menggunakan kemampuan berkomunikasinya untuk mengajak korban kembali ke rumahnya. Pelaku juga memaksakan kehendaknya untuk membuat korban kembali tinggal di rumahnya dengan mengancam korban, seperti yang dilakukan pelaku terhadap D yang diancam akan wisuda dalam waktu yang lama, hal tersebut membuat D merasa terancam dan memilih untuk kembali ke rumah pelaku daripada harus menunda wisudanya. 

Selama berada di rumah pelaku para korban dipaksa mengikuti aturan yang berlaku disana, mereka tidak bisa melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginan masing-masing. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa alasan mereka ditempatkan di satu rumah oleh pelaku agar proses konsultasi penyusunan skripsi dapat lebih mudah dilakukan. Namun selain mempermudah proses konsultasi hal ini juga dapat memudahkan pelaku dalam menjalankan aksinya karena mau tidak mau korban mengikuti aturan yang ada di rumahnya. Selain itu pelaku juga memberikan suatu minuman yang diduga mempengaruhi daya tahan tubuh korban, bahkan minuman tersebut membuat A kecanduan. 

Hal ini menunjukkan bahwa pelaku memiliki kekuasaan yang lebih tinggi daripada para korban karena situasinya para korban meminta bantuan pada pelaku namun pelaku ternyata memiliki maksud lain tidak hanya memberi bantuan. Para korban yang terlanjur terjebak di rumah pelaku akhirnya mendapat kekerasan seksual karena terdapat perbedaan kekuatan antara korban dan pelaku. Modal yang dimiliki korban lebih sedikit daripada pelaku, selain itu dengan kondisi korban yang tinggal di rumah pelaku juga memudahkan pelaku untuk memaksakan apa yang diinginkan terhadap para korban. 

Kemampuan intelektual pelaku juga mendukung aksi yang dilakukannya, ia bisa mengatur strategi yang sangat rapi sehingga membuat pihak kepolisian sulit menentukan pasal apa yang bisa dijatuhkan pada pelaku. Diduga pelaku memiliki pengetahuan di bidang hukum. Hingga saat ini kasus ini masih diproses dan belum menemukan penyelesaian. Hampir semua berita tentang kasus ini berhenti pada proses pemeriksaan para saksi yang seluruhnya merupakan korban dari kekerasan seksual ini. Dampak yang ditimbulkan dari kekerasan seksual ini salah satunya dialami oleh D yang mengaku alat kelaminnya sakit setelah diperkosa pelaku. Selain itu para korban lainnya juga merasa trauma terhadap apa yang dialami selama tinggal di rumah pelaku. Saat pemeriksaan berlangsung ada korban yang jatuh pingsan karena merasa tidak kuat saat memberikan keterangan. Kemudian menurut pendapat G beberapa korban merasa tidak mampu memberi kesaksian karena rasa takut yang berlebihan. 

KESIMPULAN 

Kekerasan seksual seringkali menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini karena semakin banyak kasus yang dilaporkan baik itu  ke pihak berwajib atau ke sosial media. Seiring dengan perkembangan zaman bentuk-bentuk kekerasan seksual juga ikut berkembang. Saat ini yang sering terjadi yaitu bentuk kekerasan  seksual seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, penggunaan istilah seksis saat berbicara, merendahkan orang lain menggunakan istilah seksual dan memandang bagian tubuh tertentu yang membuat orang lain merasa tidak nyaman. 

Dampak kekerasan seksual terhadap korban dapat mempengaruhi kesehatan fisik maupun psikis. Kesehatan fisik korban dapat terganggu karena kekerasan seksual bisa menularkan penyakit-penyakit kelamin dan menyebabkan terjadinya hamil yang tidak direncanakan. Sedangkan dampak pada kesehatan psikis korban kekerasan seksual dapat mengalami depresi, PTSD atau bahkan lebih parahnya dapat membuat korban bunuh diri. 

Salah satu penyebab dari terjadinya kekerasan seksual adalah karena adanya perbedaan kekuatan antar kelompok sosial yang berbeda. Tiap-tiap kelompok sosial pasti memiliki modal masing-masing namun jumlah modal yang dimiliki belum tentu seimbang. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan terjadinya dominasi yang dilakukan oleh salah satu pihak. Yang bisa mendominasi adalah pihak yang memiliki modal lebih banyak, ia akan memaksa pihak lain untuk mengikuti apa yang ia inginkan. Pihak lain atau korban mau tidak mau mengikuti apa yang pelaku paksakan, dari sini lah dapat terjadi suatu kekerasan seksual. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pelaku memiliki modal-modal yang lebih banyak daripada korban sehingga ia bisa mendominasi dan memaksa para korban hingga melakukan kekerasan seksual. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun