Mohon tunggu...
Intan Puri Hapsari
Intan Puri Hapsari Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penikmat alam semesta. Pengamat fenomena dunia. Pecinta seni manusia berevolusi dan berinteraksi Penulis jadi jadian yang ingin terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dunia Rasa Pandemi atau Pandemi Rasa Dunia?

3 Mei 2020   21:15 Diperbarui: 3 Mei 2020   21:09 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Alasan apa yang bisa mengalahkan liberalisme demi memaklumi karantina ala draconian di Wuhan? Bagaimana bisa pemerintah mengurung kebebasan rakyatnya yang merupakan hak asasi manusia. Ditambah lagi dengan system pelacak melalui GPS telephone seluler demi menguraikan jejak Covid-19.  

Apakah mungkin Negara yang berlandaskan HAM seperti Perancis mengontrol warganya dengan cara serupa seperti Negara di Asia seperti Taiwan, Korea Selatan ataupun Singapura? 

Rasanya wacana ini akan memakan waktu yang lama untuk diperdebatkan. Rancah demokrasi dimana pemerintah tidak bisa mengambil keputusan sepihak seakan akan menjadi boomerang dalam situasi gawat darurat seperti sekarang.

Perang akan lawan yang tak kasat mata ini, bukan saja merusak tatanan perekonomian dunia. Ketika kegiatan manusia terhenti, roda perekonomianpun tidak akan berjalan. Memang benar manusia modern pada era sekarang berpusat pada perekonomian. 

Dunia modern seperti mengharuskan perekonomian terus berjalan tanpa henti. Sistem perekonomian yang sudah seharusnya seperti ini atau memang sebenarnya manusia bisa merubahnya? 

Sampai sampai harus ada virus terlebih dahulu untuk menghentikan roda perekonomian. Mungkin tujuan virus ini agar dunia dapat berpikir kembali tentang sistem perekonomian yang baru. 

Butuh waktu sekitar 2 tahun untuk menyembuhkan diri dari krisis keuangan subprime 2008. Krisis tersebut hanya menyentuh financial saja, namun krisis kesehatan hari ini menyentuh berbagai aspek. Maka dapat dibayangkan akan butuh berapa tahun untuk bangkit lagi dari situasi nol ini. Pertanyaan besar saat ini adalah bagaimana hidup akan berjalan setelah karantina berakhir? 

Apakah pengaturan dunia tidak akan sama lagi? relasi seperti apa yang akan kita bangun terhadap sesama ?apakah bersosialisasi tidak akan seperti dulu lagi? Walaupun bisa dibilang  secara mayoritas manusia dijaman modern ini adalah individu yang cenderung individualis. 

Akan tetapi ketika karantina, social distancing atau physical distancing diberlakukan, hal pertama yang terlintas adalah "bagaimana kita bersosialisasi?". Mungkin sebelum virus ini muncul kita terlalu disibukkan untuk menghidupi hidup hingga lupa bahwa kita tidak bisa hidup tanpa orang lain.

Yuval Noah Harari dan bukunya "Homo Deus" menjabarkan bahwasanya manusia berevolusi dari jaman ke jaman. Pada jaman modern ini, individualisme semakin meruncing karena didukung oleh kemajuan teknologi dan revolusi internet. 

Tampaknya perkembangan teknologi akan semakin dipercepat demi menghambat penyebaran pandemi. Seperti di China, dimana hidup setelah karantina sangat bergantung oleh QR code yang bisa melacak jejak keberadaan seseorang sebelumnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun