Mohon tunggu...
Muhammad Yamin Pua Upa
Muhammad Yamin Pua Upa Mohon Tunggu... Penulis - Pemerhati Masalah Sosial & Lingkungan Hidup

Hobi menulis dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Meneropong Potensi Gen Z Terjerat UU ITE di Media Sosial

18 Februari 2023   00:08 Diperbarui: 18 Februari 2023   00:20 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga, Digital Safety atau keamanan digital, adalah kemampuan user (pengguna) dalam mengenali, memolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang dan meningkatkan kesadaran pelindungan data pribadi dan keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.

Di pilar Digital Safety ada delapan indikator untuk menilai literasi digital seseorang, yakni dapat mengatur siapa saja yang dapat melihat lini masanya di akun media sosial, mengetahui cara melaporkan penyalahgunaan di jejaring sosial, dapat menon-aktifkan opsi untuk menunjukkan posisi geografis, tidak mengunggah data pribadi di media sosial, menggunakan aplikasi untuk menemukan dan menghapus virus di perangkat sendiri, dapat membedakan e-mail yang berisi spam/virus/malware, terbiasa membuat password yang aman dengan kombinasi angka, huruf, dan tanda baca, serta melakukan back up data di beberapa tempat.

Ke-empat, Digital Culture atau budaya digital, adalah kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari dan digitalisasi kebudayaan melalui pemanfaatan TIK.

Untuk Digital Culture, terdapat tujuh indikator penilaian tingka literasi digital seseorang, yakni menyesuaikan cara berkomunikasi agar pihak kedua tidak merasa tersinggung, mempertimbangkan perasaan pembaca yang berasal dari agama lain, mencantumkan nama penulis saat repost, mempertimbangkan perasaan pembaca yang berasal dari suku lain, berbagi seni budaya tradisional dan kontemporer Indonesia secara digital, mempertimbangkan perasaan pembaca yang memiliki pandangan politik berbeda, selalu mempertimbangkan dan menyadari keragaman budaya di media sosial saat membagikan pesan.

            Itulah empat pilar literasi digital dengan indikator pemilaian yang dikembangkan Kementrian Komunikasi dan Informatika untuk Gerakan Nasional Literasi Digital Indonesia. Setidaknya indikator-indikator ini bisa menjadi panduan bagi Gen Z maupun generasi lainnya ketika berselancar di internet atau media sosial. Sehingga bisa terhindar dari jeratan UU ITE.

            Selain menghindari Gen Z maupun generasi lainnya dari terjerat UU ITE, kemampuan litereasi digital tentu saja memiliki banyak keuntungan. Menurut Brian Wright (2015) dalam (infographics) "Top 10 Benefits of Digital Literacy: Why You Should Care About Technology", terdapat sepuluh manfaat penting bagi mereka yang memiliki kemampuan literasi digital. Mulai dari menghemat waktu, belajar lebih cepat, menghemat uang, membuat lebih aman, senantiasa memperoleh informasi terkini, selalu terhubung, membuat keputusan yang lebih baik, dapat membuat anda bekerja, membuat lebih bahagia, hingga dapat mempengaruhi dunia. {Wright, B. (2015). Top 10 Benefits of Digital Skills: http://webpercent.com/top-10-benefits-of-digital-skills/.}

Program Dan Perhatian Bersama

Banyaknya Gen Z yang belum memahami isi UU ITE dari berbagai hasil penelitian, ibarat bom waktu, yang sewaktu-waktu akan meledak dan menimbulkan berbagai persoalan baru pada masa-masa mendatang. Apalagi tidak dibekali kemampuan literasi dan komunikasi digital yang memadai.

Dampaknya bukan hanya besarnya potensi Gen Z terjerat UU ITE. Namun lebih dari itu, mereka boleh jadi akan membuat jagad digital Indonesia terguncang dan hiruk-pikuk. Apalagi memasuki tahun politik dan momen menjelang Pemilu Serentak 2024.

Mengapa? Pertama, karena Gen Z menempati urutan teratas dari penduduk Indonesia. Data Kemendargri hingga 31 Desember 2021, jumlah Gen Z yang berusia 10-24 tahun mencapai 68.662.815 jiwa dari total penduduk Indonesia saat itu (273,8 juta jiwa).

Kedua, Gen Z adalah pengguna aktif media sosial. Dan seperti laporan survei Alvara Research Center, pecandu internet atau internet addicted user paling banyak berasal dari kalangan generasi Z. Internet addicted user adalah orang yang menggunakan internet lebih dari 7 jam/hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun