Mohon tunggu...
Dita A. Maulana
Dita A. Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya senang sekali menulis, serta mempelajari masalah-masalah sosial di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pancasila dan Psikologi dalam Menangani Geng Pembullyan di Sekolah

29 Februari 2024   08:50 Diperbarui: 29 Februari 2024   08:50 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pembullyan di sekolah merupakan beban berat yang menghimpit, menyebabkan luka yang tak kunjung sembuh, tidak hanya pada individu yang terzalimi, tetapi juga memengaruhi seluruh dinamika kehidupan di lingkungan sekolah. Ketika kekerasan itu dijalankan oleh sekelompok pelaku yang tergabung dalam geng, tantangan untuk mengatasinya pun menjadi semakin rumit. Dibutuhkan pendekatan yang terstruktur dan menyeluruh, melibatkan kerjasama dari berbagai pihak untuk merangkul dan menciptakan lingkungan yang aman serta mendukung bagi seluruh anggota komunitas sekolah.

Di suatu sekolah di Tangerang Selatan, ada satu cerita yang menusuk hati, tentang seorang anak artis yang terjebak dalam jeratan kekerasan. Bayang-bayang intimidasi mengelilingi mereka seperti mahluk gelap, merenggut kedamaian dan mengundang tanya tentang ketegasan kebijakan sekolah. Walaupun usaha telah dilakukan untuk melindungi siswa, namun rapuhnya kebijakan terasa begitu nyata. Dengan melibatkan semua pihak terkait, dari pihak sekolah hingga lembaga perlindungan anak, kita menyaksikan diskusi mendalam tentang bagaimana menangani bullying di lingkungan pendidikan. Dalam upaya bersama, kita mencari cara untuk memastikan setiap anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan hangat, tanpa rasa takut akan intimidasi.

Dalam kasus pembullyan di sekolah, di antara gelapnya cobaan. Pendekatan psikologis menjadi cahaya dalam kegelapan, membingkai akar masalah yang tersembunyi dalam luka. Dinamika kelompok, motivasi tersembunyi, dan emosi yang terkungkung, menjalin tari kata dalam panggung keadilan sosial. Di sini, Psikologi dan Pancasila bergandengan tangan, membentuk lingkungan yang memeluk tanpa rasa takut dan kita bersama merajut benang kasih sayang di antara tantangan yang menghadang.

Dalam lautan kompleksitas yang semakin terang, kita tenggelam mencari rahasia gelap di balik geng pembullyan yang terus bersemayam di lingkungan sekolah. Faktor-faktor yang memelihara keberadaan mereka menjadi pusat perhatian, diperlukan sorotan saksama untuk mengurai benang yang kusut. Dengan memahami lanskap yang lebih dalam, kita menangkap alasan tersembunyi di balik langkah-langkah yang terjerat. Mengapa anak-anak terus merayap dalam bayangan geng pembullyan? Dari keberadaan geng pembullyan di sekolah, kita menapak lebih jauh, membawa kisah-kisah yang terkubur ke permukaan, mengharapkan cahaya membawa kita menuju lingkungan pendidikan yang aman, dan membawa keberkahan bagi semua siswa.

Dari segi Psikologi, pembullyan dapat terjadi karena sejumlah faktor psikologis. Salah satunya adalah ketidakseimbangan kekuasaan, di mana pelaku pembullyan sering kali mencari rasa kuasa dan kontrol atas korban mereka. Hal ini bisa dipicu oleh perasaan rendah diri atau kebutuhan untuk menegakkan dominasi dalam lingkungan sosial mereka. Selain itu, faktor emosional seperti kemarahan, ketidakmampuan untuk mengelola emosi dengan baik, atau kurangnya empati juga dapat memainkan peran dalam perilaku pembullyan. Dalam konteks psikologis, pembullyan seringkali dianggap sebagai cara untuk mengekspresikan ketidakpuasan atau kekacauan internal yang dirasakan oleh pelaku.

Dari sudut pandang Psikologi, keberadaan geng pembullyan di sekolah dapat dipahami melalui beberapa teori psikologis. Salah satunya adalah teori sosial-ekologis, yang mengemukakan bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara faktor-faktor lingkungan, sosial, dan personal. Dalam konteks geng pembullyan, faktor lingkungan sekolah seperti budaya sekolah yang tidak toleran terhadap kekerasan, kurangnya pengawasan, atau kurangnya dukungan dari guru dan staf sekolah dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perilaku pembullyan.

Teori pembelajaran sosial juga dapat menjelaskan mengapa geng pembullyan terjadi. Menurut teori ini, individu belajar perilaku baru melalui observasi dan imitasi terhadap model yang ada di sekitar mereka. Jika mereka melihat atau mengalami perilaku pembullyan yang diperkuat atau tidak dihukum, mereka cenderung untuk meniru dan mengadopsi perilaku tersebut. Dengan demikian, ketika geng pembullyan hadir di lingkungan sekolah, individu yang termasuk dalam geng tersebut mungkin belajar dan memperkuat perilaku pembullyan dari sesama anggota geng.

Selain itu, teori psikodinamik juga dapat memberikan wawasan tentang penyebab geng pembullyan. Teori ini menekankan pentingnya konflik internal dan pertahanan diri dalam membentuk perilaku individu. Individu yang terlibat dalam geng pembullyan mungkin mengalami konflik atau ketidakseimbangan emosional tertentu, seperti rendahnya harga diri atau kebutuhan akan kontrol dan kekuasaan. Perilaku pembullyan dapat menjadi mekanisme pertahanan diri yang digunakan individu untuk mengatasi konflik atau ketidakseimbangan ini. Dengan demikian, dari perspektif psikologi, keberadaan geng pembullyan di sekolah dapat dipahami sebagai hasil dari interaksi antara faktor lingkungan, sosial, dan personal, serta dipengaruhi oleh proses pembelajaran sosial dan konflik internal individu.

Sedangkan dari perspektif Pancasila, pembullyan itu bertentangan dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Prinsip-prinsip Pancasila, seperti keadilan sosial, kemanusiaan, dan persatuan, menekankan pentingnya menghormati martabat manusia, memperlakukan setiap individu dengan adil, dan mempromosikan keharmonisan dalam masyarakat. Pembullyan dengan sifatnya yang merendahkan martabat individu, melanggar prinsip kemanusiaan dan keadilan sosial yang diamanatkan oleh Pancasila. Selain itu, pembullyan juga dapat memecah belah dan menciptakan ketidakharmonisan dalam lingkungan sekolah atau masyarakat.

Dalam menyongsong anak-anak geng pembullyan di lingkungan sekolah, diperlukan sentuhan yang lebih jauh dan tajam untuk menangkap esensi masalah ini dengan tajam. Salah satu langkah yang tak terhindarkan adalah memperkuat pengawasan dan menegakkan aturan, baik saat jam belajar maupun di area luar sekolah. Langkah ini akan memotong sayap bagi geng pembullyan untuk berkumpul dan mengekspresikan diri. Selain itu, ajaklah orang tua untuk berdampingan dalam perjalanan melawan bully, dengan mengisi mereka dengan cerita dan dukungan. Program pendidikan tentang pemberdayaan dan penyelesaian konflik dengan tawa dan ceria juga perlu ditebarkan. Tidak lupa, berikanlah sentuhan Psikologi untuk membantu hati yang terluka dan yang mencari kedamaian, memahami dan menata alunan emosi yang memutar. Dengan memadukan semua strategi ini, harapannya adalah kita membentuk atmosfer sekolah yang riang, bersahabat, dan menyambut semua anak dengan tawa dan canda.

Dalam menyikapi anak-anak geng pembullyan di lingkungan sekolah. Intervensi psikologis menjadi jalur yang terang, membingkai akar masalah perilaku yang merajalela. Dengan memberi jalan bagi korban dan pelaku untuk menemui dukungan psikologis, kita membantu mereka menapaki jalur pemahaman, membangun landasan sosial yang kokoh, dan mengubah kehampaan menjadi keceriaan.

Kemudian, keadilan sosial seperti yang dicita-citakan Pancasila, menjadi landasan bagi upaya ini. Dengan memberi ruang yang sama bagi korban untuk mencari kedamaian dan perlindungan, serta pelaku untuk mendapatkan bimbingan dan kesempatan meraih pembenaran, kita memayungi prinsip-prinsip yang merata. Dengan itu, setiap suara yang terdengar, setiap langkah yang dilangkah, mengisi lembaran keadilan yang digelorakan, memeluk seluruh rakyat Indonesia dengan hangat dan tulus.

Pendidikan psikologis menjadi tonggak dalam menjelajahi makna kemanusiaan. Dengan memberikan bekal pada siswa dan staf sekolah tentang pentingnya menghormati martabat manusia, kita membentuk panggung untuk pengetahuan dan penghargaan yang merembes, sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang tersemat dalam Pancasila. Seperti dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1). Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa "segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjaga persatuan, kesatuan, dan kesatuan Bangsa Indonesia." Sedangkan Pasal 28D ayat (1) menyatakan bahwa "setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum." Dua pasal ini menegaskan prinsip keadilan sosial dan penghargaan terhadap hak asasi manusia. Dengan demikian, setiap langkah, setiap hela nafas, menjadi nyanyian penghormatan pada nilai-nilai yang kita junjung, terutama dalam menanamkan karakter pada generasi muda yang akan datang.

Dalam menghadapi tantangan geng pembullyan di lingkungan sekolah, kita harus mengakui kompleksitasnya dan mengadopsi pendekatan yang terintegrasi, menggabungkan solusi dari Psikologi dengan prinsip-prinsip Pancasila. Dengan meningkatkan kesadaran akan dampak negatif pembullyan, menerapkan intervensi psikologis yang terfokus, dan melibatkan seluruh komunitas sekolah dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, dan mendukung bagi semua siswa. Sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, penting bagi kita untuk menegakkan keadilan sosial, menghormati hak-hak asasi manusia, dan mempromosikan kesejahteraan bersama. Dengan demikian, kerja sama dan komitmen bersama, kita dapat mengatasi masalah geng pembullyan dan membawa perubahan positif dalam budaya sekolah dan masyarakat secara luas.

Dari perspektif psikologi, beberapa pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi lagi kasus geng pembullyan di sekolah adalah :

1. Meningkatkan kesadaran tentang dampak negatif pembullyan melalui program-program pendidikan dan sosialisasi. Siswa dan staf sekolah perlu diberikan pemahaman yang mendalam tentang dampak negatif dari pembullyan, baik bagi korban maupun pelaku.

2. Menerapkan intervensi psikologis yang terfokus pada dukungan psikologis yang perlu diberikan kepada korban dan pelaku pembullyan untuk membantu mereka memahami dan mengelola emosi mereka dengan baik, serta membangun keterampilan sosial yang positif.

3. Memperkuat pengawasan dan penegakan aturan yang penting untuk meningkatkan pengawasan di lingkungan sekolah dan menegakkan aturan-aturan yang melarang perilaku pembullyan. Dengan demikian, kesempatan bagi geng pembully untuk berkumpul dan beroperasi dapat diminimalkan.

Dari perspektif Pancasila, beberapa saran pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

1. Mendorong prinsip keadilan sosial, melalui program-program pendidikan. Siswa perlu diajarkan untuk menghormati hak-hak asasi manusia setiap individu dan memberikan perlakuan yang adil bagi semua orang, tanpa memandang status atau latar belakang.

2. Memperkuat nilai kemanusiaan, yang penting untuk memperkuat nilai-nilai seperti penghargaan terhadap martabat manusia dan empati terhadap sesama. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sosialisasi dan pembelajaran yang mengedepankan rasa hormat dan toleransi.

3. Mempromosikan persatuan dan keharmonisan, melalui program-program pembinaan karakter dan kegiatan sosial, siswa perlu diajak untuk memahami pentingnya persatuan dalam keberagaman dan membangun hubungan yang harmonis di lingkungan sekolah.

Dengan menerapkan saran-saran pencegahan ini dari kedua perspektif, diharapkan kita dapat menciptakan lingkungan sekolah yang aman, dan mendukung bagi semua siswa, serta mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa saran yang dapat dilakukan untuk korban bully adalah :

1. Berani Berbicara dan Meminta Bantuan

Jangan merasa malu atau takut untuk berbicara tentang pengalaman yang telah dialami kepada orang dewasa yang dipercaya, seperti orang tua, guru, atau konselor sekolah. Meminta bantuan adalah langkah penting untuk mendapatkan dukungan dan perlindungan.

2. Jaga Diri dan Keamanan

Anda harus selalu berada di lingkungan yang aman dan bersama dengan teman-teman yang dapat dipercaya dan harus menghindari situasi atau tempat-tempat di mana Anda berpotensi menjadi target pembullyan.

3. Tingkatkan Rasa Percaya Diri

Untuk membangun rasa percaya diri dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dan menghargai kelebihan serta kualitas positif yang kita miliki. Engeksplorasi minat dan bakat Anda yang dapat membantu meningkatkan rasa harga diri.

4. Jangan Merasa Bersalah

Anda tidak bersalah atas perlakuan mereka. Pembullyan adalah tindakan yang tidak dapat diterima dan bukanlah kesalahan korban. Maka, lepaskan perasaan bersalah dan fokus pada pemulihan diri.

5. Temukan Sumber Dukungan

Dorong korban bully untuk mencari dukungan dari teman-teman, keluarga, atau kelompok pendukung lainnya. Berbicara dengan orang-orang yang peduli dan memahami dapat membantu dengan merasa didengar dan didukung dalam mengatasi pengalaman mereka.

6. Pelajari Cara Mengatasi Konflik

Belajar keterampilan dan strategi untuk mengatasi konflik dengan cara yang positif. Ini dapat mencakup pembelajaran tentang komunikasi yang efektif, penyelesaian masalah, dan manajemen emosi.

7. Tetap Tenang dan Sabar

Ingatlah untuk tetap tenang dan sabar dalam menghadapi situasi yang sulit. Pembullyan mungkin tidak berhenti seketika, tetapi dengan dukungan dan ketekunan, mereka dapat melewati masa sulit ini dan membangun kehidupan yang lebih baik.

Akhir kata

Untuk geng pembully di sekolah : Kalian harus menjadi pribadi yang membangun, yang menghargai, dan mendukung teman-temanmu, sehingga kita semua dapat tumbuh bersama dalam lingkungan yang penuh dengan kasih sayang dan penghargaan.

Sementara untuk korban bully : Tetaplah kuat dan percaya pada dirimu sendiri, karena setiap individu memiliki nilai yang luar biasa. Dengan dukungan dan keberanianmu, kita dapat mengubah keadaan dan menciptakan lingkungan yang lebih aman dan penuh dengan saling pengertian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun