“Dilihat dari gayanya…, “
“Bukan, saya pegawai RRI, “
“RRI radio, “ lagi kata Hendri.
“Bukan, Riya Riyo Indonesia, pekerjaan sok sibuk, “ kata saya tak perlu menjelaskan detil. Kami terus ketawa. “Sebentar, saya harus membuatkan teh dulu. Supaya kita nyaman ngobrol. Masak saya yang minum sendiri, “ kata saya bergegas ke dapur.
“Kalau begitu saya nggak pakai gula, “ pinta Arjento.
“Sama. Saya juga nggak usah pakai gula, “ Hendri berkata. Saat membuatkan teh. Sengaja, saya memilih gelas beda. Padahal di rak dapur tersedia gelas bermodel sama; gelas bening dan gelas dari plastik warna-warni. Saya memilih gelas souvenir PDAM, perusahaan air minum Surabaya, warnanya putih, bermodel mug. Satu gelas souvenir dari cat Dulux, berwarna coklat, ke bawah agak mengecil; berdemensi crone, begitulah kira-kira.
Tak lama saya membuatkan teh sambil menyuguhkan berkata, maaf saya memakai gelas berbeda. Satu kecil, satu besar. Saya memang tidak mau adil terhadap sesama manusia. “Nggak apa-apa kan?, “ ucap saya.
“Wah nggak apa-apa, “ sahut Hendri. Lalu dia melanjutkan pembicaraanya, bahwa kedatangannya akan menyampaikan kebenaran Kristen. Hendri mengulang ucapannya, bahwa Saksi Yehuwa tidak mengakui perayaan Hari Natal seperti Kristen yang ada. “Selama ini Saksi Yehuwa banyak dipermasalahkan perkembangannya di Indonesia, “ ungkap Hendri.
“Nah, seperti itulah orang-orang beragama itu. Persoalan sudah jelas, selalu saja masih dipertentangkan, “ ucap saya. Hendri terlihat akan melanjutkan bicara. Namun segera saya mengatakan, agama apapun di Indonesia ini, lebih suka menonjolkan kegiatan-kegiatan kapitalistis. “Bersaing besar-basaran membangun tempat ibadah. Sementara umat sama sekali jauh dari perhatikan, “ ucap saya.
“Ya tapi…, “ ucap Hendri.
“Bagi saya tidak ada tapi, “ sahut saya. Lalu saya menjelaskan tentang penghuni rumah ini. “Kami di rumah ini bicara masalah Tuhan sudah tuntas, bicara tentang agama sudah kami jalani tanpa batas. Berbagai latar belakang agama pernah tinggal di rumah ini. Tak pernah ada diskusi tentang Tuhan dan agama begitu ketat. Artinya memperdebatkan agama yang jelas-jelas memang beda. Satu yang menjadi perhatian kami, soal rakyat yang semakin carut marut, theologi kerakyatan yang kami kedepankan, “ terang saya yang lalu sadar keceplosan istilah theologi kerakyatan; apa ada? Â