***
"Ananda, putriku tercinta, kenapa kamu melukai jemarimu sendiri?" tanya Ratu.
"Tidak tahu, Ibunda. Yang saya ingat, tadi saya melihat Raja Jayabaya yang sedang mengawasi prajuritnya berlatih perang. Tanpa tersadar, pisau buahku telah menggores jemariku," jawab Sang Putri.
"Sepertinya, kamu tadi sedang melamun. Mungkin kamu terlalu asik memandangi prajurit kerajaan Kediri yang sedang berlatih perang," sahut Raja.
"Mungkin begitu, Ayahanda. Mmm, tetapi..." ujar Sang Putri.
"Tetapi apa, Nak?" tanya Raja penasaran.
"Begini, Ayah dan Bunda. Lebih tepatnya saya ini sedang jatuh cinta. Saya terkesima dengan sosok Raja Jayabaya. Saya sangat mencintainya. Bersediakan Ayah dan Bunda meminang Raja Jayabaya untuk menjadi suamiku?"
Raja dan Ratu sangat terkejut. Raja dan Ratu tidak mungkin mengabulkan permintaan putrinya. Permintaan Sang Putri adalah hal yang tabu. Sudah selayaknya, seorang perempuanlah yang dipinang lelaki. Namun, permintaan Sang Putri adalah kebalikan dari hal itu. Raja dan Ratu berusaha menjelaskan baik-baik mengenai hal itu. Raja dan Ratu tidak Lelah menasihati Sang Putri agar tetap bersabar dan menanti jodoh pemberian Dewata Agung.
"Putriku, kamu harus ingat. Ketetapan Dewata Agung itu ada lima hal. Siji pesthi, loro jodho, telu wahyu, papat kodrat, lima bandha. Artinya, takdir, jodoh, wahyu, kodrat, dan rezeki adalah hal yang menjadi ketetapan Dewata Agung," nasihat Ratu.
"Namun, sampai kapan saya harus menunggu jodoh itu datang? Apakah salah kalau saya berusaha?" Jawab Sang Putri dengan kesal.
Sang Putri lalu menangis dan bergegas menuju kamarnya. Ia sangat kecewa. Ia sangat marah kepada Raja dan Ratu karena tidak mengabulkan permintaannya. Ia pun mengunci kamar tidurnya. Dari luar, terdengar guci dan kaca pecah karena diamuknya. Seluruh isi istana takut karena tidak pernah melihat Sang Putri berbuat seperti ini sebelumnya.