Jikalau hari-hari ini isu terkait perundungan atau pembulian masih ramai dan hangat diperbincangkan, sejatinya kejadian perundungan itu bisa saja terjadi dari dan pada siapapun. Murid bahkan guru bisa menjadi korban perundungan bahkan pelaku perundungan itu sendiri. Mengingat bahwa persoalan perundungan atau kekerasan tidak semata menyangkut unsur fisik semata. Perundungan juga bisa terjadi secara verbal melalui kata-kata dan ucapan.
Dibutuhkan kehati-hatian dalam persoalan ini. Selalu dan selalu akan muncul tiga kesan dalam benak murid terhadap gurunya: luar biasa, biasa saja dan menyakitkan. Kesan tidak mengenakkan (menyakitkan) yang disampaikan oleh teman pada kisah di awal tulisan ini hanyalah secuil cuplikan cerita juga bisa dialami oleh siapa saja. Akan teringat sepanjang hidupnya.
Pemikiran bahwa guru harus menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan juga harus dimaknai dengan lebih mendalam. Sebagai sebuah pendekatan dalam membangun hubungan sosial yang lebih hangat antara murid dan guru hendaknya jangan sampai melenceng dari semangat dan tujuan awalnya. Mutu dari sebuah proses pembelajaran tetap harus dipegang teguh. Selalu bahwa semuanya harus berpijak pada tujuan kebaikan bagi si murid dan gurunya.
Menjaga pola interaksi lintas generasi dengan prinsip salih asah, saling asih dan saling asuh. Saling belajar, saling menghormati dan saling menjaga juga melindungi.
Murid Hebat dan Guru Dahsyat
Menjadi seorang murid adalah sebuah keniscayaan. Karena setiap orang butuh belajar dan bersekolah pastinya. Di situlah kita bertemu dengan para guru. Proses belajar dipandang sebagai sebuah kewajiban bagi setiap insan. Untuk menggenapi fitrah kemanusiaannya. Begitu banyak kisah inspiratif tercatat dalam sejarah. Dimana dari seorang guru yang dahsyat maka lahirlah murid yang hebat.
Dikisahkan pada jaman Yunani Kuno dahulu hiduplah seorang Plato. Filsuf dari Athena dengan segala karya dan nama besarnya. Plato adalah salah satu tokoh pencetus tradisi pemikiran dan intelektualitas di dunia barat. Bersama Socrates dan Aristoteles maha karya pemikirannya masih bisa kita akses bahkan masih menjadi bahan diskusi hingga dewasa ini.
Plato adalah murid dari Socrates yang juga seorang filsuf (pemikir). Di Athena saat itu Plato berguru pada Socrates tentang segala ilmu terkait kehidupan. Peletak dasar pemikir modern ini agaknya ingin mengubah tradisi berpikir masyarakat Athena saat itu. Dari gaya berpikir mistisme menuju berpikir berdasarkan logika dan rasional. Maka lahirlah ilmu filsafat.
Singkat cerita Plato memiliki seorang murid yang kelak juga menjadi orang besar seperti dirinya. Ia adalah Aristoteles. Aristoteles juga kelak memiliki murid yang sangat luar biasa. Ia adalah sang penakluk bernama Alexander The Great. Sosok pangeran dari Macedonia yang menaklukkan lebih dari 2/3 belahan dunia di usianya yang masih sangat muda belia.
Dari para tokoh guru dan murid di atas agaknya bisa diambil sebuah kesimpulan bahwa guru yang dahsyat akan melahirkan murid yang hebat. Dan kedahsyatan serta kehebatan seorang guru terletak pada mimpi besar atau cita-cita agungnya. Bagaimana mungkin seorang guru akan menjadi besar dan hebat jika ia sendiri tidak mempunyai mimpi yang besar sebagai idealisme berpikirnya.
Mimpi inilah yang kelak akan diwariskan kepada murid-muridnya. Menjadi sebuah harapan yang menggerakkan hati dan pikiran untuk mewujudkannya. Maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa seorang murid pada dasarnya membawa cita-cita dan harapan dari sang guru.