Tidak sedikit dari kita saat bersekolah pernah mengalami hal yang kurang mengenakkan saat berinteraksi dengan guru. Salah satu contohnya kejadian di atas tadi. Bisa berupa tindakan kekerasan fisik. Atau tindakan kekerasan yang sifatnya nonfisik (verbal).Â
Jadi fenomena pembulian yang tempo hari marak terjadi sejatinya bisa dilakukan oleh siapa saja bukan hanya siswa tetapi guru terkadang baik secara sadar maupun tidak sadar juga bisa melakukan itu.
Perlakuan yang tidak mengenakkan itu akan membekas dan terus diingat oleh siswa sepanjang hidupnya.Â
Jadi siswa akan selalu mengingat dua hal tentang sosok gurunya: guru yang keren dan menginspirasi juga guru yang kurang mengenakkan seperti ilustrasi di atas. Memang menjadi guru sejatinya tidaklah mudah.
Pilihan Ada di Tangan Guru
Mau menjadi guru yang bagaimana dan seperti apa semua terpulang pada pribadi masing-masing guru.Â
Setiap guru bisa menjadi idola bagi siswanya. Setiap guru pasti bisa menjadi pribadi yang menginspirasi. Bukan hanya menginspirasi siswanya saja tetapi menginspirasi setiap orang.
Di jaman dulu guru diposisikan sebagai seorang begawan. Yang kedudukan sosialnya setara dengan raja. Begitu terhormat dan sangat elegan. Guru menempati kasta tertinggi dalam struktur sosial kemasyarakatan pada jaman kerajaan.
Di sisi lain betul apa yang disampaikan Ki Hajar Dewantara bahwa dalam mendidik anak harus sesuai dengan kodrat alam dan kodrat jaman. Mendidik anak sesuai dengan jamannya.Â
Tetapi kalau kodrat alam dan kodrat jaman itu bertentangan atau mengesampingkan nilai-nilai etis apa iya harus tetap dijalani?
Dewasa ini misalnya, di berbagai media sosial saya kerap kali melihat konten video guru dan muridnya berjogad-joged di depan kamera. Dengan lagu-lagu viral dan begitu asyiknya serta begitu akrabnya lalu diunggah dan dibagikan ke berbagai kanal sosial media.Â