"Kencing aja bayar"
Satria lantas mengeluarkan dompetnya. Ia pikir Puspita memintanya uang untuk ganti bensin.
"Mau ngapaain?"
"Buat bensin tadi, kan aku dah bonceng."
"Udah gak usah...bayar lain kali aja.. Tapi aku yang tentuin"
"Maksudnya?"
"Kapan-kapan aja kalau aku inget yaa..aku pulang dulu, jangan lupa tugasnya dikerjain!"
Puspita menstater motornya lalu meninggalkan Satria yang masih berdiri kebingungan. Namun ia tak terlalu memikirkan hal itu. Ia justru memikirkan tugas-tugas aneh yang diberikan seniornya.
Sesampainya di rumah Satria terus memikirkan tugas itu. Setelah beberapa saat berfikir, ia baru tersadar kalau itu semua kiasan. Air suci maksudnya air yang jernih. Buah pir malang berbiji hitam adalah apel, karena apel bentuknya menyerupai buah pir. Lalu indomi rasa jeruk purut? Ah..tinggal kasih tempelan indomi rasa jeruk purut saja di plastiknya. Selesai perkara.
Malam itu Satria bisa tidur dengan tenang. Apalagi besok adalah hari tetakhir dari pekan yang melelahkan. Tak sabar rasanya untuk menantikan hari esok. Sesaat sebelum  tidur, ia kembali mengingat Puspita.
Ia masih merasa aneh, kenapa ada senior sebaik Puspita. Sudah cantik, baik, dan pengertian lagi. Namun Satria tahu diri. Ia masih anak baru di sekolah yang mengunggulkan senioritas diatas segalanya. Ia harus bisa mengontrol perasaannya. Setidaknya sampai masa orientasi siswa baru benar-benar sudah berakhir.