Mohon tunggu...
Priscilia Chandrawira
Priscilia Chandrawira Mohon Tunggu... -

Penulis penderita penyakit malas akut\r\nhttp://smallcandles.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(FiksiHorror) Aroma

13 Mei 2011   13:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:45 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dahiku basah oleh peluh. Aku tersengal dan menghela napas, lalu mengeluarkannya.

Aroma itu… ada di dalam napasku! Napasku! Bau anjing kampung yang jarang dimandikan… hidungku tak mungkin salah… tak mungkin….

“Pa,” akhirnya A Long membuka suara. “Papa ingat jiaozi itu…?”

Jiaozi?”

“Kami gagal panen saat itu, dan bahan pangan langka di mana-mana… anjing liar juga habis ditangkapi buat makanan malam Imlek…. A Long tak punya pilihan, Pa, selain mengambil dia… untuk diisikan ke dalam jiaozi….”

Perlu waktu bagiku untuk mencerna semua kata-kata yang barusan dimuntahkan A Long, dan ketika aku berhasil memahaminya, aku melompat bangkit dari kursi goyangku, dan didorong oleh rasa mual tak tertahan, aku mulai meludah melepeh memuntah. Dalam muntahku ada aromanya… aroma Jiajia… aroma jiaozi yang busuk merasuk menusuk….

Aku terus memuntah sampai kurasa diriku bersih dari aroma memuakkan itu… hatiku ingin mengoyak-ngoyak lambung dan ususku, mengeluarkan serpih-serpih Jiajia yang membusuk oleh E. coli di sana. Akan kubelah kolonku dan kulempar ke kobar api, semata demi mencucinya dari aroma itu... mencucinya dalam api yang membara merah.

Lalu aku terduduk. Lemas. Di sampingku, A Long membisikkan satu kata maaf.

Dan aroma itu perlahan menghilang, digantikan aroma lain, aroma hio terbakar…. Menenangkan… memabukkan…. Aku terbuai dalam rangkulan aroma hio. Sayup-sayup kudengar bunyi salak anjing, dan kurasa bulu-bulu kasar menggelitik saraf sensoris tangan keriputku….

Guangzhou, 6 Mei 2011

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun