Mohon tunggu...
Priscilia Chandrawira
Priscilia Chandrawira Mohon Tunggu... -

Penulis penderita penyakit malas akut\r\nhttp://smallcandles.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(FiksiHorror) Aroma

13 Mei 2011   13:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:45 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

* * *

Tahun berganti tahun, dan penglihatanku semakin mengabur. Kini hanya kesan bayang dan siluet yang bisa ditangkap oleh retinaku yang sekarat. Wajah A Long dan Jiajia di mataku seperti topeng polos tanpa mata, hidung, dan mulut. Hanya ekor Jiajia yang dikibas-kibaskanlah yang masih dapat kulihat. Lama-kelamaan, ekornya pun tak dapat kulihat lagi. Begitu kelam, begitu buram.

Saat inilah, aku mulai belajar menggunakan indera penciumku. Bersamaan dengan luruhnya daya lihatku, daya penciumanku seolah meningkat dua kali lipat.

Dari tubuh Jiajia selalu keluar aroma samar yang khas. Aroma anjing yang jarang dimandikan, karena aku yang buta tak lagi bisa mengurusnya dan A Long malas memandikannya. Aroma yang tadinya samar itu, kini semakin lama semakin tajam dan jelas setelah aku buta, seolah telah menjadi sebuah sinyal yang mengetuk, bahkan menggedor, pintu penciumanku. Sepasang lubang hidung ini adalah substitusi mataku. Karena satu dan lain hal, dunia terasa lebih terang setelah kukatupkan mataku dan kubuka lebar hidungku.

Aku tak pernah punya kesulitan berhubungan dengan Jiajia. Tiap kali ia ada di dekatku, sinyal aroma tubuhnya segera menyeruak masuk ke hidungku, memberitahukanku akan keberadaan dirinya. Maka aku pun memanggil namanya, “Jiajia!” Dan ia akan menyalak riang, menghampiriku, dan membiarkan tangan keriputku mengelus bulunya yang kasar. Selama A Long sibuk bersawah sepanjang hari, Jiajia-lah yang menemani dan melipur kesepianku. Aromanya yang sebenarnya tak sedap itu, tak ubahnya harum hio terbakar dalam inderaku, menenangkan… dan terkadang, memabukkan.

* * *

Aroma lembap hujan musim semi dan embun dedaunan yang berpadu satu memberitahuku bahwa Chunjie (Imlek) sebentar lagi tiba.

“A Long… sebentar lagi Chunjie-kah?”

“Iya, Pa… dua hari lagi…” sahut A Long tanpa semangat.

“Kau ini masih muda, semangatlah sedikit. Jangan muram begitu. Tahun baru, semangat baru!” kataku, berusaha menyemangatinya. “Nanti kau buatkan jiaozi (pangsit) buat Chunjie ya! Kita makan sama-sama besok malam. Ah, benar-benar rindu makan jiaozi… dipikir-pikir, sudah lama sekali tak makan itu. Ditambah lagi umur bapakmu ini sudah tua… kesempatan tak banyak lagi…. Jadi, buatkan ya, A Long. Buat Papa.”

Tak ada jawaban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun