- Bila nanti waktu tidak menyatukan kamu dan aku menjadi kita, biar aku simpan kenangan yang pernah kita lewati berdua dalam memori terindah. Karena mencintaimu adalah bahagiaku sendiri, walau tidak mendapat sambutan dari hatimu, aku cukup bahagia pernah singgah di dermaga senyaman kamu. Aku akan terus berlayar di samudera lepas, mungkin mencari dermaga yang benar-benar membuatku nyaman hingga bahteraku memutuskan untuk menetap saja.
Jauh di sudut hati, cinta untukmu tetaplah utuh. Akan selalu begitu, dan terus demikian. Mencintaimu dengan ikhlas, seikhlas aku menerima segala takdir Tuhan atas diriku ini. Termasuk mencintai kamu selama bertahun-tahun dalam diamku yang diam-diam berdoa. Entah terkabul entah tidak, aku cukup senang menyebut namamu dalam narasi harapan.
Mungkin orang akan menyuruh melupakan, tetapi mengapa aku mesti melupakanmu jika mencintaimu membuatku hidup? Aku hanya berharap, semoga kamu bahagia selalu tanpa terbebani oleh rasaku bila kelak kamu tahu yang sebenarnya. Karena cinta bukan untuk dipaksakan, demikian yang aku tahu.
Atau sudahkah kamu mengetahui bahwa aku mencintaimu? Lalu, kamu memutuskan pura-pura tidak tahu agar aku nyaman menatapmu dari jarak jauh? Jika begitu, terima kasih untukmu. Aku akan coba menyibukkan diri dengan kalimat, "Aku mencintaimu dengan tulus, setulus aku sanggup kehilangan kamu walau akan sakit rasanya di dada. Sebab hal, cinta ini akan aku jaga, menjadi cerita di masa tua bahwa aku pernah mencintai seseorang begitu hebat, mungkin sebagai bekal membuat suamiku kelak cemburu." -
*
Pris Chania
2 Juni 2022
NB : cerpen untuk seorang teman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H