Mohon tunggu...
Yohana Krisna A S
Yohana Krisna A S Mohon Tunggu... Guru - Guru muda yang idealis

Salah satu penulis kumpulan cerpen Color of Heart (2011, Universal Nikko), Malang Dalam Aksara (2017, AnisaAE Publishing). Sarjana Keguruan, sedang mendalami Bahasa Inggris dan Dunia Anak-Anak. *Y Kriesta S*

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mendung Pekat

30 November 2018   14:34 Diperbarui: 30 November 2018   14:37 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ada apa?" tanya ayahnya.

Susi memandang nanar. "Ini yg kau mau, hah? Suami dan ayah yang hanya bisa menyakiti istri dan anaknya. Tak pantas kau dipanggil ayah. Dasar laknat." Dia menerjang ayahnya. Teriakan dan ancaman bersahut-sahutan. Sampai membuat tetangga berdatangan. Saat melihat Susi kalap, mereka langsung melerai. Susi menunjuk-nunjuk jasad ibunya yang sudah tak bernafas lagi.

Para tetangga yang ada di situ segera tau. Mereka benar-benar mengerti apa sebab ibu Susi meninggal. Sering terdengar jeritan dari rumah Susi saat Susi tak ada di rumah. Namun tetangga tak berani melerai, karena ayah Susi tak segan menampar orang yang ikut-ikut dalam masalahnya. Para bapak segera menggiring ayah Susi ke kantor polisi, tanpa perlawanan sang ayah hanya pasrah. Sementara Susi dibantu para ibu-ibu menyiapkan pemakaman jasad ibunya.

Mendung menggantung di area pemakaman dimana jasad dingin ibunya terlelap untuk selamanya. Dia menangis. Merasa jadi anak yang gagal melindungi ibunya. Di pusara ibunya satu-persatu tetangga, teman dan guru yang melayat meninggalkan makam, tinggal ada seorang lelaki disana. Susi tak memperhatikan. Karena dia masih tenggelam dalam pahit kehidupan yang merenggut keluarganya. Tak kuat lagi menahan beban yang dia tanggung. Dia nyaris pingsan. Seorang lelaki, Rehan, segera sigap menahan jatuhnya gadis itu lalu memapahnya pulang kerumah.

Masih setengah sadar, Susi mendapati Rehan disebelahnya.  Tatapannya tajam menusuk.

"Kamu nyaris pingsan saat pemakaman ibumu. Aku membantumu pulang." katanya menjelaskan, sebelum amarah Susi meledak. Sesaat mata penuh amarah itu kelu. Embun disudut mata itu jatuh. Susi menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Menyembunyikan tangisnya. Rehan merengkuh tubuh Susi dalam pelukannya. Susi tak menolak. Hangat. Perasaan yang pernah ia alami saat ibunya meninggal. Pelukan terakhir dari ibunya.

Pelan-pelan Susi melepaskan diri dari pelukan Rehan. "Maaf." hanya itu yang diucapkan Susi. Dia keluar dari kamar menuju ruang tamu. Rehan mengikuti dari belakang.

Sesaat Susi menatapnya, "Kenapa kamu gak pernah lelah? Aku sudah bilang. Aku tak mau berurusan dengan laki-laki." katanya.

Rehan diam sejenak, "Perlu berapa kali aku bilang? Aku mencintaimu. Meskipun jutaan kali kamu teriakan makian, teriakan ancaman atau apapun itu untuk mengusirku. Aku akan tetap mencintaimu."

Susi terngiang ucapan ibunya, 'Kau tak akan menyakiti orang yang kau cintai. Malah akan menerima semua perlakuannya. Dan kau akan bersabar demi cinta,meskipun dia menyakitimu.'

"Kau tau sebab ibu ku meninggal?" dia menoleh sejenak pada Rehan yang mengeryit bingung dan berpaling. "Karena ibu rela disakiti ayah demi cinta. Kau tau artinya? Cinta begitu menyakitkan." katanya menerawang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun