"Mau kuantar pulang. Mumpung hujan belum terlalu deras." sapa lelaki yang memperhatikan Susi tadi.
Susi menatap nya sebentar, berdiri hendak beranjak. Lelaki itu tak rela tak diacuhkan oleh gadis berambut panjang bergelombang itu. Tangan lelaki itu menahan pergelangan tangan nya.
"Kenapa kau bersikap begitu padaku, Susi? Apa yang telah aku buat?" tanya lelaki itu.
"Aku sudah pernah bilang. Kalian menjijikan. Sekarang lepas tanganku." katanya membentak.
"Tapi kenapa? Apa aku pernah menyakitimu?" katanya tak mau kalah.
"Rehan..!! Lepaskan tanganku SEKARANG!!" bentaknya marah sambil berontak melepaskan tangannya dari cekalan kuat lelaki yang bernama Rehan itu. Lelaki itu melepaskan cekalannya. Merelakan gadis yang dia cinta itu pergi menembus rinik hujan. Lalu dia sendiri pergi.
Dalam perjalanan pulang. Susi merasa dadanya sesak. Entah kenapa. Tapi dia benar-benar muak dengan laki-laki, cowok, atau apapunlah namanya itu. Laki-laki hanya bisa menyakiti. Hanya bisa mempermaikan perempuan.
Tak terasa Susi telah sampai di depan rumah nya yang terlihat asri. Dia mendengar teriakan histeris dari dalam rumah. Teriakan ketakutan dan ancaman. Dia pun segera menghambur masuk. Mendapati ibunya penuh dengan luka cambuk. Dilihatnya lelaki yang terpaksa ia panggil "ayah" memegang bambu njalin atau rotan. Dia langsung menerjang ayahnya. Menghajar ayahnya sampai babak belur.
Jangan heran kenapa Susi jadi sedemikian berani dan tangguh. Dia ikut ekskul karate di sekolahnya, dia juga mengajar karate diluar sekolah, salah satu lembaga karate dan dia seorang pemegang sabuk biru. Alasannya hanya satu. Dia ingin melindungi ibunya. Yang kemudian jadi alasan dia juga untuk melindungi dirinya agar tak seperti ibunya.
Ayahnya berontak memberi perlawanan. Meskipun dia laki-laki. Tapi masih kalah kuat dibanding Susi. Susi menamparnya, mencakar, menendang dan segala kekuatan ia kerahkan. Sudah sering dia begitu dengan ayahnya. Namun masih saja ayahnya tak kapok juga.
"Sekali lagi ayah sakiti ibu. Akan kubunuh ayah dengan tanganku sendiri." bentak Susi geram. Menatap sinis darah yang keluar dari hidung ayahnya karena pukulannya. Lalu dia memapah ibunya dengan hati-hati menuju kamar.