Aku pernah menyukai seseorang, tetapi aku ini gadis yang aneh karena tidak berpikir untuk mengungkapkannya. Aku rasa dia pun menyadarinya. Orang yang kusukai itu adalah seorang yang memiliki jiwa kepemimpinan.Â
Aku pernah menetapkan tipe idamanku adalah seorang yang harus memiliki kemampuan memimpin. Perubahan karakterku terjadi ketika aku memutuskan untuk berhijab. Aku menjadi gadis yang sangat alim. Kerjaanku hanya ibadah dan belajar. Sayangnya, aku tidak suka pekerjaan rumah.Â
Panggilan ibuku adalah Tati. Beliau adalah wanita yang tidak suka menunda pekerjaan dan tidak mau menyuruh kepadaku. Dia lebih senang mengerjakannya sendiri. Dia adalah contoh yang sangat baik bagi anak-anaknya. Ibuku adalah wanita yang lembut dan berkulit sawo matang. Warna kulit asliku pun berasal dari ibuku.
Perubahan karakterku selanjutnya adalah ketika kuliah. Aku pernah menyukai seorang penyiar radio, yang stambuknya setahun di bawahku.Pertama sekali berjumpanya adalah ketika aku menjadi panitia pelantikkan stambuk baru di Danau Toba, Parapat. Dia pun menjadi panitia. Aku secara kebetulan mendengarkannya sedang siaran. Â Aku mulai rajin mendengarkannya.Â
Ternyata, dunia ini memang tidak selebar daun kelor, tetapi entah mengapa aku bisa mendapatkan nomor hpnya dari teman SMP ku, dan aku berteman dengan ibunya di facebook (sekarang berganti nama menjadi Meta). Â Sebelumnya aku berteman dengan kawan teaterku di facebook, dan dia berteman dengan ibu orang yang kutaksir. Teman teaterku mengatakan bahwa dia dengan teman teater lainnya pernah ke rumah ibu tersebut. "Orangnya baik dan tidak sombong,"kata temanku.
Aku yang tadinya memakai pakaian longgar, pelan-pelan lebih moderat. Aku mulai memakai jeans. Tahu alasannya apa. Itu karena aku juga ingin menjadi penyiar radio. Aku merasa aku kurang gaul dan fashionable. Memang di dunia ini kita harus memiliki keluwesan dalam bergaul. Apalagi jika ingin menjadi public relation sesuai jurusanku.Â
Selain itu, untuk menjadi penyiar radio kita harus memiliki wawasan yang luas. Syukurlah, aku berhasil menjadi penyiar radio, tetapi bukan di Medan, kota yang kutinggalin selama 23 tahun, karena di awal tahun 2012 aku harus bekerja di Rantau Prapat selama setahun. Di kota inilah aku pernah merasakan siaran di malam minggu dan menemanin para pendengar.
Butuh waktu yang lama bagiku untuk bisa merasakan menjadi penyiar radio. Selama masa itu, aku juga belajar menjadi presenter dan aku mengubah cara bicaraku yang cepat, menjadi lebih lambat. Aku menyukai cara bicara Alya Rohali. Aku pernah mengikuti beberapa audisi, seperti menjadi presenter di TV lokal dan mencoba melamar sebagai reporter di TV Nasional. Â
Aku berlagak menjadi reporter TV berita di depan reporter seniornya. Waw keren!! Saat itu aku sudah bekerja di bank swasta di bagian yang berhubungan dengan kartu kredit. Aku tidak hati-hati ketika interview sehingga kesempatan  merintis karir di TV Nasional tersebut tidak datang.
Aku yang jarang sekali dipanggil Mira lebih sering dipanggil Ida ini memutuskan pindah ke Medan kembali, karena ibuku sakit karena merindukanku. Aku merasa sedih sekali ketika melihatnya bagai kulit berlapis tulang. Ibuku mulai sakit-sakitan. Ibuku terkena osteoporosis sehingga tulangnya belakangnya bengkok.Â
"Ya beginilah kalau waktu muda pernah jatuh dan tidak dikusuk," jelas ibuku yang pernah jatuh terduduk ketika aku dan abang yang di atasku kecil. Abangku semasa kecil rewel dan sering ngompol. Aku tidak pernah dibilang rewel ketika kecil oleh ibuku. "Makanya abangmu punya suara bagus, karena udah latihan dari kecil," jelas ibuku di lain waktu.