"Benar, bencana Allah akan menimpamu hai Umar," ujar laki-laki itu. "Karena para pejabat dan pembesar Anda tidak menegakkan keadilan, malahan berbuat penganiayaan."
"Pejabat-pejabat saya yang mana yang Anda maksudkan?" tanya Umar.
"Pejabat Anda yang berada di Mesir, yang bernama 'Iyadh bin Ghanam!" jawab orang tersebut.
Setelah mendengarkan pengaduan laki-laki itu secara terperinci, Umar kemudian memilih dua orang di antara para sahabatnya dan berpesan,
"Berangkatlah tuan-tuan ke Mesir, dan segera bawa ke mari 'Iyadh bin Ghanam."
***
Buah Pikiran Rakyat Untuk Mengenali Kebenaran akan Menolong Penguasa
Pihak yang tidak memahami sistem pemerintahan Islam selalu menganggap iklim demokrasi tidak bisa tumbuh dengan subur dan baik. Sepenggal kisah Khalifah Umar bin Khattab di atas membuktikan bahwa sistem pemerintahan Islam justru sangat menghargai iklim demokrasi dan kebebasan menyampaikan pendapat.
Di masa kekhilafahannya, demokrasi terbebas dari segala hambatan dan kesulitan. Sebabnya Umar tahu bahwa hambatan dan kesulitan dalam demokrasi itu hanya akan dijumpai jika penguasanya lebih menyukai kekuasaan daripada kebenaran.
Tidak hanya menghidupkan demokrasi, Umar bin Khattab juga senantiasa mendorong rakyatnya untuk tidak takut mengkritik. Umar membangkitkan kesadaran rakyat bahwa buah pikiran mereka untuk mengenali hak dan kebenaran justru sangat menolong dirinya, baik dalam hal memerintah maupun sebagai pribadi yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban Ilahi karena sudah menjadi pemimpin rakyat.
Kita bisa melihat bagaimana Umar bin Khattab menghargai setiap pendapat rakyatnya, tanpa memandang status dan kelas sosial, seperti yang ditunjukkan dalam kisah berikut:
Pada suatu hari, Khalifah Umar bin Khattab menempuh perjalanan bersama Jarud al-'Abdi. Tiba-tiba seorang wanita tua berseru memanggilnya dari arah belakang: