Mendengar pidato Bung Tomo, tahulah rakyat Surabaya bahwa peperangan tak terelakkan. Melalui siaran radio itu pula, para pejuang dari luar Surabaya berbondong-bondong masuk ke kota, bergabung dengan Arek-arek Suroboyo mempertahankan kota Surabaya dari pendudukan tentara Inggris dan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang membonceng di belakangnya.
Detik-detik Pertempuran 10 November 1945
Tanggal 10 November 1945 tiba. Sirene pagi berbunyi keras namun tak satupun rakyat Surabaya yang datang ke pos militer sekutu untuk menyerahkan senjata.
Para pemuda membangun benteng-benteng pasir, menjalin kawat berduri, bersembunyi di balik jendela-jendela toko dengan posisi sudah siap tempur.
Sebelum batas waktu berakhir, Gubernur Soerjo menemui beberapa tokoh pemuda dan pejuang. Kepada rakyatnya, Gubernur Suryo berkata,
"Inggris sudah keterlaluan , sudah tidak menganggap Pemerintahan Djakarta itu ada, tidak ada Republik Indonesia."
Kemudian melalui corong radio, Gubernur Soerjo menyampaikan pidato perlawanannya,
".....Untuk mempertahankan kedaulatan negara kita, maka kita harus menegakkan dan meneguhkan tekad yang satu, yaitu berani menghadapi segala kemungkinan. Berulang-ulang telah kita kemukakan bahwa sikap kita ialah: lebih baik hancur dari pada dijajah kembali. Juga sekarang dalam menghadapi ultimatum pihak Inggris kita akan memegang teguh sikap ini. Kita tetap menolak ultimatum itu.....Bismillahhirrohmanirrahim.....Selamat Berjuang !"
Pukul 06.00, batas waktu penyerahan senjata pun berakhir. Meriam kapal-kapal Inggris di pelabuhan Tanjung Perak sudah mengarah ke kota Surabaya.
Pukul 06.10, tembakan meriam pertama meluncur dari sebuah kapal, disusul tembakan-tembakan berikutnya. Wilayah Surabaya Utara yang kebanyakan dihuni para pedagang etnis Cina, Arab, India dan Bugis luluh lantak rata dengan tanah. Tembakan meriam kapal-kapal Inggris menghancurkan kawasan Pasar Turi, Kramat Gantung hingga daerah Pasar Besar.
Pukul 07.00, ratusan tank dan panser mulai melaju dari arah Tanjung Perak menuju tengah kota. Mereka dihadang oleh para pejuang yang bersenjatakan seadanya, hasil rampasan dari tentara Jepang yang sudah menyerah.
Tewasnya Jenderal Kedua Inggris