Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Detik-detik Perang 10 November 1945 dan Lahirnya Pekik "Merdeka atau Mati"

10 November 2020   06:52 Diperbarui: 10 November 2020   06:57 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perang 10 November 1945 merupakan perang paling berdarah yang pernah dialami tentara Inggris pada dekade 1940-an (foto: pinterest/fadlimohammad)

Sampai sekarang, tidak ada yang tahu siapa yang menembak Mallaby dan melemparkan granat ke mobil Mallaby. Begitu pula dengan insiden baku tembak di sekitar Jembatan Merah, tidak diketahui apa penyebabnya.

Dalam perang selama lima tahun melawan NAZI Jerman, Inggris tidak pernah kehilangan satu jenderal pun. Tapi di Surabaya baru lima hari mendarat seorang jenderal sudah terbunuh.

Letnan Jenderal Philip Christison, komandan pasukan sekutu di Indonesia marah besar mendengar kabar kematian Brigjen Mallaby. Ia kemudian mengerahkan 24.000 pasukan tambahan untuk menguasai Surabaya di bawah pimpinan Mayor Jenderal E.C Robert Mansergh.

Mansergh kemudian mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. 

Batas ultimatum adalah jam 06.00 pagi pada tanggal 10 November 1945. Ultimatum yang disebar melalui pamflet udara oleh tentara Inggris membuat rakyat Surabaya sangat marah.

"Hak apa orang Inggris memerintahkan orang Surabaya yang menjadi bagian dari negara berdaulat" teriak Bung Tomo sambil menggebrak meja setelah mendapatkan laporan bahwa ada ultimatum dari Inggris.

Munculnya Pekik "Merdeka atau Mati!"

Dalam buku memoarnya (Yayasan Obor, 2001), Hario Kecik (Wakil Komandan Tentara Keamanan Rakyat) mengingat banyak rakyat berkumpul di sudut-sudut kota Surabaya sambil membawa senjata yang bisa mereka dapatkan. 

Para pemuda dan pejuang lainnya kemudian sepakat mengangkat Sungkono sebagai Komandan Pertahanan Kota Surabaya dan Surachman sebagai Komandan Pertempuran.

Dari pertemuan itulah muncul semboyan atau pekik "Merdeka atau Mati" dan Sumpah Pejuang Surabaya yang bunyinya sebagai berikut:

Tetap Merdeka!

Kedaulatan Negara dan Bangsa Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 akan kami pertahankan dengan sungguh-sungguh, penuh tanggungjawab bersama, bersatu, ikhlas berkorban dengan tekad: Merdeka atau Mati! Sekali Merdeka tetap Merdeka!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun