---Surabaya, 9 November 1945, jam 18:46
Para pejuang kemudian meneruskan hasil pertemuan mereka dan tekad mempertahankan kota Surabaya ke para pimpinan pemerintahan yang baru terbentuk di Jakarta.Â
Selain itu, mereka juga tak lupa meminta restu pada para ulama dan kiai di beberapa pesantren di sekitar Surabaya. Saat itu, rakyat lebih percaya dan lebih patuh pada perintah ulama mereka.
Lahirnya Resolusi Jihad
Bung Tomo sendiri sebelumnya sudah berangkat ke Tebu Ireng, Jombang untuk menemui salah seorang ulama paling berpengaruh, Hadratus Syaikh Hasyim Asyari, pendiri organisasi Nahdlatul Ulama. Kepada Bung Tomo, Hadratus Syaikh Hasyim Asyari berpesan bahwa mempertahankan kemerdekaan adalah jihad.
"Perang ini akan jadi perang sahid, perang suci karena membela tanah air. Â Tapi sebelum saya putuskan bantu kamu baiknya kamu dzikir dulu, saya menunggu seorang Kyai dari Cirebon," pesan Hadratus Syaikh Hasyim Asyari kepada Bung Tomo. Tidak dijelaskan siapa kyai dari Cirebon yang dimaksud.
Esoknya Hadratus Syaikh berkata lagi pada Bung Tomo, "Kamu perang saja, ulama membantu, santri-santri membantu." Kedatangan Bung Tomo yang meminta restu Hadratus Syaikh Hasyim Asyari ini kemudian melahirkan Resolusi Jihad.Â
Setelah mendapat restu dan jaminan dari ulama paling berpengaruh itu, Bung Tomo kembali ke Surabaya. Berbekal keterampilannya sebagai jurnalis, Bung Tomo berpidato lewat corong Radio Pemberontakan untuk mengobarkan semangat perlawanan rakyat Surabaya.
...Saudara-saudara Allahu Akbar!!... Semboyan kita tetap: MERDEKA ATAU MATI.
Dan kita yakin, saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita, sebab Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar...!! Allahu Akbar...! Allahu Akbar...!!!
MERDEKA!!!