"Kenapa harus malu? Lah kalau Mita menyukai seseorang dengan cara diam-diaman seperti ini, terus kapan ketemunya dua hati itu?"
Mita hanya terdiam. Tangannya sibuk mengaduk-aduk gelas coklat yang isinya tinggal separuh.
"Apa laki-laki itu berada di tempat jauh," tanya Rayhan lagi. Dirinya merasa seperti seorang guru BK yang tengah mendengarkan curhat muridnya.
Mita menggelengkan kepala. Masih belum mau menjawab langsung. Melihat sikap Mita itu, Rayhan merasa menyerah. Dia memutuskan untuk langsung bertanya saja daripada harus memutar dengan pertanyaan-pertanyaan lain.
"Coba sekarang Mita katakan, dan kalau boleh tahu, siapa lelaki yang untuknya sudah disiapkan sebuah ruang di hati Mita."
Dengan pandangan masih menunduk, Mita mengambil sebuah tisu di meja. Diremasnya pelan, lalu berkata perlahan pada Rayhan yang sudah menanti tak sabar.
"Pak Ray....."
***
Sekarang Rayhan ikut terdiam. Dia bingung harus bagaimana menyikapi pernyataan Mita tersebut. Dia merasa tidak tega jika harus berkata terus terang menolak uluran cinta dari Mita.
Tiba-tiba dia ingat dengan kertas HVS berisi bait puisi yang ditemukannya di ruang Marketing. Bait puisi itu dirasakannya pas dengan maksud yang hendak ia utarakan pada Mita. Sekalian Rayhan ingin melihat reaksi Mita. Apakah dia yang menulis bait puisi itu, dan juga puisi-puisi misterius yang sudah diterima Rayhan.
"Mita, terkadang kamu hanya butuh jatuh cinta lagi. Namun adakalanya beberapa hati telah terlanjur berserakan, pemiliknya sudah terlalu lelah, tak lagi sanggup bahkan tuk sekedar mencari cinta yang baru."