Meskipun keduanya berbagi kekuasaan, konflik antara presiden dan perdana menteri bisa terjadi jika mereka berasal dari partai politik yang berbeda atau memiliki pandangan yang tidak sejalan. Hal ini bisa menyebabkan kebuntuan dalam pengambilan keputusan.
2. Kesulitan dalam Membentuk Pemerintahan yang Solid
Perbedaan pandangan antara presiden dan perdana menteri dapat memperlambat proses pembentukan pemerintahan yang solid, terutama jika parlemen tidak memberikan dukungan penuh terhadap perdana menteri yang dipilih.
3. Proses Pengambilan Keputusan yang Lebih Lambat
Karena melibatkan dua pihak eksekutif, pengambilan keputusan dalam sistem ini sering kali menjadi lebih kompleks dan lambat dibandingkan dengan sistem pemerintahan yang lebih sederhana, seperti presidensial murni.
Kesimpulan
Sistem pemerintahan campuran merupakan alternatif yang menarik bagi negara-negara yang ingin menjaga keseimbangan antara eksekutif dan legislatif, serta menciptakan stabilitas politik di tengah dinamika sosial yang terus berkembang. Meskipun terdapat beberapa tantangan dalam penerapannya, seperti potensi konflik antara presiden dan perdana menteri, keunggulan sistem ini, terutama dalam hal akuntabilitas dan fleksibilitas pemerintahan, menjadikannya pilihan yang relevan di era modern.
Bagi negara seperti Indonesia, yang memiliki unsur-unsur pemerintahan campuran dalam praktiknya, penting untuk terus memperkuat mekanisme pengawasan dan memperjelas peran masing-masing lembaga negara agar tujuan sistem ini tercapai dengan optimal. Sebagai negara yang berkembang, Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara lain yang telah mengadopsi sistem campuran dan melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk memastikan pemerintahan yang lebih demokratis, transparan, dan stabil di masa depan.
Penulis : Agung Prayuda
Nim : 24200001
Mata Kuliah (Imu Negara) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta