Ratusan ribu orang, Minggu (5/11) pagi, memadati lapangan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, untuk menunjukkan dukungan dan pembelaan pada hak-hak warga Palestina serta seruan menghentikan perang.
Perang Hamas versus Israel yang semakin mengerikan. Korban di kalangan penduduk sipil Palestina terus berjatuhan di Gaza, hampir separuhnya yang tewas adalah anak-anak dan wanita. Sementara di warga Israel juga jatuh korban cukup banyak akibat roket Hamas.
Melihat serangan militer Israel hingga tuduhan genosida, kasus ini sebaiknya menjadi studi kasus bagi intelijen Indonesia, setelah studi perang di Ukraina. Penulis mengajak melihat latar belakang kasus ini.Â
Pada awalnya, kelompok militan Hamas melancarkan serangan teror roket dari Jalur Gaza pada tanggal 7 Oktober 2023 ke wilayah Israel yang hingga kini menewaskan lebih 1.400 lebih orang Israel.Â
Serangan mendadak ini memicu serangan udara dan darat balasan Israel ke wilayah Gaza selama lebih dari hampir satu bulan. Jumlah korban tewas akibat agresi Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober adalah 9.500 orang, termasuk 3.900 anak-anak dan 2.509 perempuan," kata Kepala Kantor Media Hamas Salama Marouf seperti dikutip dari dari AA.com, Minggu (5/11)
Hingga kini tentara Israel yang mengejar Hamas masih kesulitan untuk benar-benar masuk ke jantung Gaza dalam perang kota. Israel melaporkan ada 10 komandan Hamas tewas. Israel sedang dalam proses mencoba membelah Jalur Gaza menjadi dua di selatan Kota Gaza.Â
Sementara itu, Hamas mengatakan pihaknya sedang melawan kendaraan lapis baja Israel di sebelah timur titik tersebut, di Juhor ad-Dik, yang menunjukkan bahwa pasukan Israel beroperasi hampir di seluruh jalur Gaza, dari pantai hingga perbatasan.Â
Strategi Israel selama seminggu terakhir ini mencoba mengisolasi dan melemahkan Hamas dan afiliasinya di sepertiga bagian utara Jalur Gaza. Namun hal ini menimbulkan kerugian kemanusiaan yang semakin besar bagi warga sipil Gaza dan ini merupakan reputasi buruk bagi militer Israel.Â
Israel mengeklaim kamp pengungsi Jabalia di utara Kota Gaza adalah pusat jaringan terowongan Hamas yang selama ini digunakan untuk penimbunan senjata, posisi penembakan roket, dan terowongan menuju pantai.Â
Eskalasi yang mengejutkan ini membuat banyak orang bertanya-tanya mengapa Hamas mendadak menyerang dengan roket, dan mengapa sekarang?
Memang sebelum mengambil alih kekuasaan di Gaza pada tahun 2007, Hamas secara terbuka telah mengupayakan "pelenyapan" Israel sebagai sebuah komunitas dan negara.Â
Tetapi serangan hanya dalam skala kecil. Gaza, hanyalah sebuah wilayah sempit yang telah ditutup sejak tahun 2005 oleh Israel dan Mesir karena kekhawatiran akan adanya serangan, meskipun terdapat terowongan penyelundupan untuk aksi serangan teror Hamas. Populasi Gaza 2,3 juta orang, karena adanya blokade, warga kerap menyebutnya sebagai penjara terbuka terbesar di dunia.Â
Diketahui para pemimpin Hamas, bersama dengan tokoh-tokoh senior dari faksi bersenjata Palestina lainnya seperti Jihad Islam dan Hizbullah yang berbasis di Lebanon, telah berkunjung ke Teheran beberapa kali dalam beberapa tahun terakhir, dan bertemu tidak hanya dengan panglima militer dan politisi, tetapi juga dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Walaupun dibantah, para pengamat militer mengatakan kini Iran diketahui dalam aksi konfrontasi besar dalam setangan 7 Oktober berada dibelakang Hamas. Tanpa dukungan Iran, Hamas tidak akan mampu bertahan hingga kini dari gempuran Israel.Â
Serangan balasan militer Israel yang mengejar Hamas, telah menimbulkan penderitaan yang luar biasa di Gaza, yang mana kini terjadi gelombang dukungan Internasional terhadap rakyat Palestina di Gaza , termasuk Indonesia.
Sementara AS dilaporkan telah mengirim dua kapal induk untuk melindungi Israel, nampaknya mengantisipasi bila ada serangan besar lain selain dari Hamas.Â
Steven Cook, peneliti senior di Dewan Hubungan Luar Negeri AS mengatakan kepada CBS News, Hamas percaya bahwa normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab di sekitarnya serta integrasi Israel ke wilayah tersebut merupakan ancaman yang signifikan.Â
Banyak analis dan pejabat melihat pengaruh Iran dalam serangan Hamas, disebabkan karena tidak suka upaya damai Israel dengan negara- negara Arab, sepert th 2020 Israel berdamai dgn UAE.Â
Iran kini menggunakan Hamas sebagai proxy menyerang Israel untuk mengganggu upaya damai yang ada. Saat serangan dipilih oleh Iran dan Hamas dengan memanfaatkan kondisi israel yang agak melemah akibat konflik internal dalam negeri dengsn adanya reformasi yang sangat kontroversial dari sayap kanan Benjamin Netanyahu. (Chuck Freilich, Harvard)
Perombakan tersebut sangat memecah belah Israel, terjadi demo puluhan ribu warga turun kejalan, menolak ikut latihan reguler jika reformasi ditegakkan.Â
Saat pertemuan tingkat tinggi Iran dengan kelompok militan Palestina baru-baru ini, kelompok Hizbullah secara eksplisit mengatakan, "tidak pernah ada waktu yang lebih baik" untuk menyerang Israel, saat pemerintahan Netanyahu sedang fokus ke dalam, dan kini itu terjadi.Â
Kepala badan intelijen militer Israel mengakui dalam surat yang dikirimkan kepada stafnya pada 17 Oktober bahwa telah terjadi kegagalan intelijen besar-besaran menjelang serangan Hamas 7 Oktober itu, dan ia menyatakan bertanggung jawab penuh secara pribadi.Â
Mengapa Israel terus melakukan gempuran ke Gaza, karena kelompok Hamas menggunakan pemukiman di antara penduduk sebagai tempat persembunyian markasnya.Â
Konsep militer Isael yang akan membumi hanguskan Hamas di Gaza menyebabkan korban dikalangan sipil. Cara yang digunakan drastis mendorong warga meninggalkan Gaza untuk menyerang Hamas lebih bebas.Â
Semua pasokan listrik, air dan suplai logistik di tutup, kini bantuan kemanusiaan masuk melalui perbatasan Mesir. Konflik bersenjata ini mengulangi perang masa lalu, hanya musuhnya kini Hamas sebagai proxy Iran.
Teori Hamas sebagai proxy, meniru teori Israel saat pelemahan Suriah dimana Mossad bersama CIA dan Mi6 menciptakan ISIS untuk melakukan pengacauan di Suriah. Dengan demikian maka Suriah tidak akan menyerang Israel.Â
Nah, kini Hamas menjadi proxy Iran untuk memasukkan Israel dalam killing ground. Israel (Mossad dan IDF) terjebak, emosional dan berniat membumi hanguskan Gaza tanpa menghitung dampak psikologis jatuhnya korban di pihak sipil.Â
Nampaknya Israel tidak akan berhenti membombadir Gaza untuk melemahkan Hamas, bahkan terbersit ancaman akan menyerang dengan senjata nuklir.Â
Hingga korban terus berjatuhan bahkanvmelebihi korban perang Ukrains. Sikon ini dianggap oleh Hamas akan menguntungkan, karena banyak negara- negara di dunia akan bersimpati kepada Palestina dan pasti. menekan Israel.Â
Bagi Indonesia, kasus ini sebagai sebuah studi. Saat ini kita menuju ke pilpres 2024, kita perlu mewaspadsi jangan sampai terjadi perpecahan di dalam negeri.Â
Harus disadari ada kekuatan luar yang mengincar Indonesia pecah, dengan memanfaatkan proxy dalam negeri. Indonesia berada di center of grafity konflik AS versus China (RRT).Â
Keduanya berebut memengaruhi dan bisa terlibat dalam pemilihan Presiden pada Pilpres 2024. Selain itu ada juga kelompok yang menghendaki negara berbentuk khilafah.
Kita tahu Densus baru menangkap 61 teroris yang akan menggagalkan pemilu. Perlu diingat bahwa kasus Perang di Gaza telah merangsang kelompok teroris kembali bangkit di Suriah dan sekitarnya.Â
Terbukti kini ada kelompok JAD (Jamaah Ansharut Daulah) yang terindikasi akan menggagalkan pemilu dengan aksi amaliah, menyiapkan pengantin. Bukan tidak mungkin simbol AS akan mereka serang dengan tujuan mendiskreditkan pemerintah.Â
Selain itu kini muncul masalah kritikan keras keputusan Ketua MK tentang usia cawapres, serta isu politik dinasti. Mari kita hati-hati jaga persatuan dan kesatuan kita.Â
Kasus konflik keras Ukraina dan krisis Gaza bukti lolosnya pengamatan intelijen, intinya intelijen kecolongan. Badan intelijen Indonesia sebaiknya memonitor kemungkinan adanya operasi clandestine anti-pemerintah.Â
Beberapa media asing kini menyoroti Presiden Jokowi yang disebut tidak demokratis. Ini jelas mewakili suara negara Barat termasuk AS. Waspada, Sir, semoga bermanfaat. Pray Old Soldier.
Penulis: Marsda Purn Prayitno W. Ramelan, Pengamat Intelijen
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H