Mohon tunggu...
Yudha Pratomo
Yudha Pratomo Mohon Tunggu... Jurnalis - Siapa aku

is typing...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Cerita Saya saat Membeli Rumah Subsidi

24 Juli 2017   13:14 Diperbarui: 15 Juni 2022   11:05 29005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah subsidi. Rumah.com

Masih galau soal lokasi, akhirnya saya coba mencari ke daerah sebelah barat Jakarta. Seperti Tangerang, Serpong, dll. Daerah Serpong dan sekitarnya sudah pasti mahal. Apalagi adanya BSD membuat harga properti di sana semakin melambung jauh. Mau tidak mau saya harus cari ke daerah "yang lebih pinggir" lagi. Sempat saya mencari ke daerah Sudimara hingga Cisauk. Tapi harga di sana sudah fantastis.

Tidak sengaja di internet, saya temukan pengembang rumah subsidi yang perumahannya berlokasi di daerah Parung Panjang. Lokasinya tidak jauh dari Cisauk, hanya beda satu stasiun kalau tidak salah. Waktu itu saya langsung ingat ada teman saya yang membeli rumah di Perumnas Parung Panjang dan lokasinya cukup dekat dengan stasiun.

Teman saya ini pun satu kantor dengan saya. Saya coba kontak dia, sekadar tanya-tanya plus minus lokasi tersebut dan akhirnya saya bisa ambil beberapa simpulan. Daerah Parung Panjang ini sebenarnya masuk wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Padahal lokasinya sudah sangat berbatasan dengan Provinsi Banten. Lokasi ini menurut saya cukup potensial, karena akses menuju Jakarta sudah cukup mudah dengan adanya KRL dan waktu tempuh hanya sekitar 30-35 menit ke stasiun Palmerah dekat kantor tempat saya bekerja.

Oke, saya coba cek kondisi langsung ke TKP. Beberapa hari setelah tanya-tanya pada kawan saya ini, saya coba mendatangi daerah Parung Panjang. Kulturnya di sana adalah Sunda yang sangat kental. Cocok dengan saya yang memang darah Sunda. 

Di sana kekurangannya adalah jalanan yang "ngebul" alias berdebu. Karena banyak truk-truk besar pengangkut batu lewat jalan utama tersebut. Juga masalah air. Parung Panjang termasuk dataran tinggi sehingga butuh kedalaman lebih dalam jika ingin mengebor sumur. Jangan berharap pada PDAM karena memang belum semua titik terjamah di sana.

Tapi untungnya, perumahan yang saya incar ini tidak berdekatan dengan jalan utama. Dari stasiun perumahan tersebut berjarak sekitar 1 kilometer. Butuh waktu sekitar 10 menit perjalanan menggunakan motor untuk mencapainya. Tidak masalah sih menurut saya, malah lebih baik kondisinya seperti ini. Tidak dekat dengan jalan utama yang bikin sesak nafas.

Oke, kemudian saya lanjut perjalanan ke perumahan. Pemandangan di sana masih sangat kental dengan kondisi perkampungan. Sawah masih berjajar rapi dengan kerbau pembajak menghiasi di atasnya. Ternyata jauh dari jalan utama yang bikin sesak nafas ini, masih ada udara sejuk di sana. Bahkan ketika saat saya sampai di lokasi, kondisinya baru saja diguyur hujan. Dingin, tidak seperti di Jakarta.

Di sana saya disambut oleh marketing developer bersangkutan, dia menyambut saya dengan segelas teh manis hangat dan beberapa cemilan jajanan pasar. Gaya bicaranya khas orang marketing yang tengah memburu mangsanya, yaitu saya. Tapi saya tidak mau tertipu begitu saja, karena itulah saya cukup bawel pada orang marketing ini.

Program rumah subsidi memang diperuntukkan masyarakat kelas menengah ke bawah dengan pendapatan terbatas. Oleh karena itu uang tanda jadi (dp) pun dibuat serendah mungkin. Tapi saya sarankan Anda jangan tertipu dengan gimmick di brosur yang menerangkan bahwa dp rumah subsidi hanya berkisar antara 4 hingga 8 juta rupiah.

Memang benar sebesar itulah uang dp untuk rumah subsidi ini, tapi jangan lupa ada biaya-biaya tidak terlihat yang mengekor di belakangnya.

Biaya itu di antaranya adalah biaya notaris, biaya perubahan izin Hak Guna Bangunan (HGB) ke Surat Hak Milik (SHM) kemudian ada beberapa biaya lainnya yang menyusul. Jika ditanya berapa total biaya di muka ini, jawabannya relatif, pintar-pintar Anda menawar saja. Tapi untuk amannya Anda setidaknya harus menyiapkan dana maksimal 30 juta untuk semua biaya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun