Pertama, rumah subsidi ini hanya bisa dimiliki oleh pekerja dengan pendapatan pokok (gaji pokok) di bawah 4 juta rupiah. Kedua, pepatah "ada harga ada rupa" berlaku di sini. Pasalnya dari beberapa ulasan yang saya baca, permasalahan utamanya adalah unsur kerapian rumah hasil bangunan pengembang.
Ketiga, tidak boleh memilih sembarang developer, harus yang sudah berpengalaman membangun rumah subsidi. Keempat, aturan-aturan yang cukup ribet untuk diikuti. Poin ini saya maklumi karena pastinya agar program ini tepat sasaran. Ada poin-poin lainnya yang terlalu panjang untuk saya tulis.
Tapi syarat yang paling utama sebenarnya adalah pendapatan pokok tidak boleh lebih dari 4 juta rupiah dan tidak boleh dalam kondisi tengah mencicil rumah di lokasi lainnya. Kedua syarat utama ini jelas bisa saya penuhi, hehe. Wong gaji pokok saya malah jauh di bawah UMR Jakarta dan ini rumah pertama saya kok. *Malah tjurhat*
Setelah meneguhkan hati untuk ikut dalam program rumah subsidi ini, langkah kedua yang saya lakukan adalah mencari lokasi dan pengembang yang terpercaya.
Namanya rumah subsidi, lokasinya pasti agak terpencil dan tidak berdekatan dengan kota besar. Pada Januari lalu saya sempat datang ke pameran properti di JCC. Saya kumpulkan brosur-brosur rumah subsidi dan memang semua rumah subsidi itu lokasinya cukup jauh dari kota. Ini sempat membuat saya ragu sebenarnya. "Percuma murah, kalo jauh dari peradaban," pikir saya waktu itu.
Dari beberapa brosur yang saya kumpulkan ada beberapa lokasi tempat para pengembang membuat rumah subsidi ini. Awalnya saya tertarik dengan salah satu pengembang di daerah Pondok Afi, Bekasi.Â
Embel-embel "Bekasi" ini yang membuat saya tertarik awalnya. Saya kira lokasinya dekat dengan kota, tapi setelah tanya sana-sini ternyata aksesnya cukup bikin amsyong. Ditambah dengan unit yang belum readyalias kita masih mesti menunggu rumah tersebut berdiri.
"Sudah jauh, rumahnya belum tentu jadi pula," itu pikir saya. Memang, jika ingin membeli rumah subsidi kita harus pintar memilih developer. Ada beberapa kasus di mana karena developer kekurangan modal akhirnya proyeknya mangkrak dan ujung-ujungnya didemo oleh pembeli yang sudah terlanjur memberi dp. Ngeri bukan? Makanya harus teliti.
Lanjut...
Pilihan kedua jatuh pada pengembang dengan lokasi di Bojong Gede, Bogor. Dari awal rencana saya memang ingin membeli rumah di Bogor daerah Bojong Gede atau Cilebut. Saya pikir lokasi pengembang tersebut dekat dengan stasiun, tapi ternyata tidak. Saya sempat survei ke lokasi dan ternyata jauhnya naudzubillah.
Memang sih, keunggulannya perumahan dari developer ini sudah ready stock. Jadi kita tidak perlu was-was. Tapi jaraknya itu terlalu jauh dengan stasiun. Ditambah dengan adanya sutet dekat perumahan tersebut. Batal lah saya ambil rumah ini.