"Setiap barang yang kita buang pasti berakhir di suatu tempat"
Analogi tersebut adalah tepat, apabila kita mengunjungi sebuah TPA. Secara awan, TPA di indentikkan dengan kepanjangan Tempat pembuangan akhir, namun menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah dan beberapa peraturan menteri lingkungan hidup dan menteri pekerjaan umum yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pengertian TPA adalah sebagai berikut :
TPA adalah singkatan dari Tempat Pemrosesan Akhir yaitu tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
Di sini ada kata "proses" dan "aman". Namun apakah semua TPA di Indonesia memproses sampah yang di hasilkan dan apakah hasil dari proses tersebut aman? tentu saja itu di sadari TPA masih "jauh" hal tersebut.
Berdasarkan riset Sustainable Waste Indonesia (SWI), TPA mampu menyerap 69 % dari sampah yang di hasilkan Masyarakat dan Industri di Indonesia, hanya 7% dari sampah yang di daur ulang bahkan 24% sampah dihasilkan tersebut tidak terkelola dengan baik, yang mengakibatkan pencemaraan terhadap lingkungan.
Artinya dari 65 juta ton sampah yg di hasilan per tahun oleh masyarakat indonesia, 15 juta ton sampah mengotori ekosistem dan lingkungan PER TAHUN. Sebuah jumlah yang fantastis
Dari data yg di dapat, jenis sampah yang paling banyak dihasilkan adalah sampah organik sebanyak 60 %, sampah plastik 14 %, diikuti sampah kertas (9%), metal (4,3%), kaca, kayu dan bahan lainnya (12,7%).
Khusus plastik, membutuhkan 400 tahun bahkan lebih utk alam mengurai secara utuh (baca :mini-environmental-management) . Berarti ada potensi 6.5 jt ton sampah plastik per tahun yg perlu penanganan spesial/khusus. Peran serta dari semua stakeholder dalam rantai pasok sampah plastik, terutama dari sektor hulu ny yaitu salah satu nya sampah yang di hasilkan oleh rumah tangga.Â
Pentingnya sosialisasi
TPA tujuan adalah TPA di Telaga Punggur, di tempat tersebut Bpk Ruslan sebagai pemandu guide utk "Tamasya", Beliau mengajak kami ke 3 jenis sistem yang di gunakan  yaitu sebagai berikut :
1. Sistem Open DumpingÂ
Sistem ini merupakan sistem awal yang digunakan saat pembukaan TPA telaga punggur di tahun 1995, Â Open dumping adalah sistem pembuangan sampah yang paling sederhana. Sampah hanya dibuang di sebuah tempat pembuangan akhir tanpa ada perlakuan lebih lanjut. Sistem ini telah di tinggalkan karena berdampak kepada lingkungan dan ekosistem sekitar
Saat ini, sistem ini masih di gunakan oleh TPA telaga punggur, Sistem Landfill dalah sistem pengelolaan (pemusnahan) sampah dengan cara membuang dan menumpuk sampah di lokasi cekung, memadatkannya , dan kemudian menimbunnya dengan tanah. Â Metode pengelolaan sampah dengan sanitary landfill adalah jenis yang paling umum digunakan dibanyak negara, termasuk IndonesiaÂ
Menurut Pak Ruslan, sistem land fill telah berlangsung hampir 20 tahun, dan ketinggian timbunan mencapai 20 meter dari elevasi awal. Â
Di area land fill, terdapat 1 bulldoser yang akan meratakan sampah yang di angkut oleh truk, namun sebelum itu para pemulung-pemulung akan mengumpulkan sampah-sampah yang mempunyai nilai jual sebagai contoh, sampah plastik .
Sistem ini baru di terapkan di TPA telaga punggur, dengan menggunakan dasar geotextile di lapisan bawah dan bebatuan di lapisan kedua, air/cairan yang terkandung dalam sampah -sampah akan terpisah dan mengalir ke pip yang terhubung dengan bak-bak air filter yang telah di siapkan.Â
Terdapat 3 bak filter, yang harus di lewati sebelum di lepas ke lautan atau sungai terdekat. Â Sedangkan sampah-sampah yang telah mengalami proses filterisasi akan di proses menjadi gas atau di kenal dengan proses gasifikasi yang nanti nya akan menjadi bahan pembakaran
Tentu saja ada proses lanjutan yang memerlukan mekanisme tertentu (baca : Gasifikasi Biomasa - Sampah) , akan tetapi sistem terbaru ini lebih ramah lingkungan.
  Nah, sistem ini belum tersedia, namun menurut Pak Ruslan dengan luas lahan TPA sekitar 49 hA, dimana yang baru termanfaatkan hanya separuh nya, kemungkinan sistem ini bisa di terapkan di masa depan. Akan tetapi tentu saja memerlukan dukungan dari berbagai stakeholder pemerintahÂ
Rute terakhir "Tamasya"
Setelah mengajak kami berkeliling di 3 tempat pengelolaan sampah, kami juga berkunjung ke Bank sampah yang ada di TPA tersebut, dan perkebunan yang di hasilkan oleh bibit-bibit sayur yang merupakan sisa dari sampah pasar atau rumah tangga.
Selain itu, kami juga berkesempatan melihat, truk-truk sampah yang di parkir di TPA. Total ada 159 truk sampah, dengan komposisi 40 truk sampah untuk mengangkut sampah industri dan 119 truk sampah untuk mengangkut sampah rumah tangga
Melihat komposisi diatas, sampah rumah tangga menjadi penyumbang terbesar di TPA telaga punggur, hampir 400 ton sampah yang di hasilkan perhari oleh rumah tangga, sedangkan dari industri berkisar 200 ton, sehingga total terdapat perhari 600 ton sampah yang di angkut ke TPA telaga punggur
Di akhir rute tamasya, kami di ajak melihat proses di jembatan timbang. Saat truk pengangkut sampah berada di atas jembatan timbang, data akan langsung terhubung ke sistem komputer yang ada di  kantor timbangan. Selain itu setiap truk pengangkut sampah di tandai, untuk memudahkan filterisasi data yang di hasilkan sehingga bisa mengetahui sampah yang datang berasal dari kecamatan mana
Berikut pesan dari Pak Ruslan, untuk kita semua :Â
Dari Batam Untuk Indonesia yang lebih baik
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI