Mohon tunggu...
Pramuja Pangestu
Pramuja Pangestu Mohon Tunggu... Administrasi - Good Peopel

News is not only new

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pancasila Sebagai Pilar Pendidikan Karakter Bangsa

5 Mei 2020   00:02 Diperbarui: 5 Mei 2020   00:04 10303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Latar Belakang Masalah

Pancasila merupakan poin-poin dari nilai-nilai luhur bangsa indonesia yang besifat general, sehingga nilainya menjadi sumber segala sumber. Pancasila sebagai pilar bagi pengetahuan, khususnya ilmu kesosialan bangsa timur. Bangsa timur memiliki sejarah, budaya, dan opandangan hidup yang khusus, sehungga mempunyai keniscayaan dalam interaksinya dengan ilmu pengetahuan modern. Menurut Sutrisno (2006:88).

Pancasila merupakan ideologi negara dan rakyatnya pada setiap silanya terkandung makna mendasar. Ketuhana yang Maha Esa pada sila pertama terkandung nilai, bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang bertuhan dan memiliki sikap dan moral yang relogius. Kemanusain yang adil dan beradab pada sila kedua secara eksplisit sila ini dijiwai oleh sila pertama. Yakni setiap insan bertuhan memiliki sifat hamba yang alim dan dermawan terhadap sesama.

Persatuan Indonesia pada sila ketiga terkandung makna, bahwa negara adalah sebagai tempat berkumpulnya mhkluk sosial yang memiiki tujuan sang sama. Kerakyatan yang dipimpin dalam hikmat kebijaksanaan dala permusyawaratan perwakilan pada sila keempat merupakan proses bagaimana tujuan itu dibuat dan tujuan itu dicapai. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan tujun yang hendak diwujudkan dari sila pertama hingga sila keempat.

Berdasarkan dari berbagai pemberitaan diberbagai media sosia yang sempat menjadi ternding topik, terdapat penyimpangan pelajar dari nilai-nilai luhur pancasila.

Kasus-kasus tersebut seperti bulliying atau perundungan, penganiyayaan guru, pelecehan seksual, yang terakhir viral adalah siswi SMP yang membunuh seorang balita dan tak merasa bersalah.

Pendidikan nasional sehrusnya berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Undang-Undang No. 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berbunyi :

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradapan bangsa, yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.

Usaha membentuk sumber daya manusia yang berkualitas seperti yang tercantum

dalam tujuan pendidikan nasional, maka kualitas pendidikan di Negara Kesatuan

Repuplik Indonesia (NKRI) harus ditingkatkan dengan didukung adanya kualitas

tenaga kependidikannya.

Kajian Pustaka

 

Pengertian Pendidikan Karakter

 

Lickona (1991:51) dalam bukunya Educating for Character menjalaskan tentang pengertian karakter dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut.

Character consist of operative values, values in action. Character conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling and moral behavior. Good character consists of knowing the good, desiring the good and doing the good-habits of the mind, habits of the heart and habits of action. Pernyataan di atas dapat dijelaskan bahwa karakter terdiri atas nilai-nilai tindakan. Karakter dipahami mempunyai tiga komponen saling berhubungan yaitu pengetahuan moral, perasaan

moral, dan perilaku moral.

Karakter yang baik terdiri dari pengetahuan yang baik, menginginkan yang baik dan melakukan kebiasaan yang baik pula dari pikiran, kebiasaan, dan tindakan. Pendidikan karakter mengangkat nilai-nilai universal yang dapat diterima oleh latar belakang agama, budaya dan tradisi yang berbeda, tidak sekedar mengangkat teori semata namun juga aplikasinya di masyarakat. Pendidikan karakter dimaksudkan sekaligus sebagai pembentukan karakter. Pendidikan karakter itu sendiri merupakan sebuah proses panjang, yaitu proses pembelajaran untuk menanamkan nilai-nilai luhur, budi pekerti, akhlak mulia yang berakar pada ajaran agama, adat istiadat, dan nilai-nilai keindonesiaan dalam rangka mengembangkan kepribadian peserta didik supaya menjadi manusia yang bermartabat, menjadi warga bangsa yang berkarakter sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Dengan demikian, siswa membutuhkan pendidikan karakter yang akan membentuk karakter positif.

Pendidikan karakter penting dan mendesak untuk dilakukan pada saat ini karena hasil pendidikan tidak sesuai dengan tujuan pendidikan, apalagi melihat fenomena dikalangan remaja. Dekadensi moral yang semakin meningkat disebabkan pendidikan tidak menyentuh aspek afektif, sehingga perilaku siswa tidak mencerminkan manusia yang memiliki karakter baik, yang ada hanyalah siswa cerdas tetapi memiliki emosi tumpul. Untuk itulah guru perlu mendidik siswa agar memiliki karakter positif. Seperti yang diungkapkan oleh Lickona (1991:53).

 

Tujuan Pendidikan Karakter 

 

Tujuan pendidikan karakter menurut Nurul Zuriah (2008:64-65) yaitu memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan; mengkaji, menginternalisasi, dan mempersonalisasikan nilai; serta mengembangkan keterampilan sosial dan akhlak mulia dalam diri siswa, sehingga dapat mewujudkannya dalamperilaku sehari-hari dalam berbagai konteks sosial budaya yang berbhineka sepanjang hayat.

Sekolah merupakan institusi yang memiliki tugas penting bukan hanya untuk meningkatkan penguasaan informasi dan teknologi dari anak didik, tetapi ia juga bertugas dalam pembentukan kapasitas bertanggungjawab siswa dan kapasitas pengambilan keputusan yang bijak dalam kehidupan, seperti diungkapkan oleh Horace Mann (Zaim Elmubarok, 2008:106) yang menyatakan, "the highest and noblest office of education pertains to our moral nature. The common school should teach virtue before knowledge, for knowledge without virtue poses its own dangers".

Inti dari pendapat tersebut bahwa sekolah haruslah menjadi penggerak utama dalam pendidikan yang bebas (free public education), pendidikan sebaiknya bersifat universal, tidak memihak (non sectarian), dan bebas. Untuk itulah kemudian disusun suatu model baru dalam pendidikan moral yang berujung pada pendidikan karakter agar permasalahan moral dapat diatasi.

Sjarkawi (2006:39) mengungkapkan bahwa pendidikan karakter bertujuan membina terbentuknya perilaku siswa yang baik bagi setiap orang. Artinya, pendidikan nilai karakter bukan sekadar rnemahami tentang aturan benar dan salah atau mengetahui tentang ketentuan baik dan buruk, tetapi harus benar-benar meningkatkan perilaku moral seseorang. Oleh karena itu, evaluasi keberhasilan harus menggunakan perwujudan perilaku karakter sebagai ukurannya. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama pendidikan karakter adalah untuk memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan, mengkaji, menginternalisasi, mempersonalisasi nilai, dan mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia dalam diri siswa serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari.

Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter

 

Menurut Darmodiharjo (Kurotul Aeni & Sudaryanto, 2005:27) nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin, dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Barth (1990:370) menjelaskan bahwa nilai adalah "the results of judgments made by an individual or the society as a whole which determine the relative importance or worth of a thing, idea, practice or believe". Penjelasan tersebut mengandung pengertian bahwa nilai merupakan hasil pertimbangan yang dibuat oleh seseorang atau masyarakat secara kelompok untuk menentukan penting atau berharganya suatu hal, gagasan, atau praktek.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dipahami bahwa nilai merupakan suatu esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Nilai adalah sesuatu yang abstrak dan ideal. Nilai bukan benda konkret, bukan fakta, tidak hanya sekedar soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, yang disenangi dan tidak disenangi. Nilai itu terletak diantara hubungan subjek penilai dengan objek. Nilai yang terletak di bawah keyakinan berada

dalam dunia rohaniah/batiniah, spiritual, tidak berwujud, dan tidak empirik, tetapi sangat kuat pengaruh dan peranannya dalam setiap perbuatan dan penampilan seseorang. Nilai menjadi standar tingkah laku yang bersifat tetap dan abadi.

Terdapat berbagai macam nilai dalam pendidikan karakter. Lickona (2000:48) mengungkapkan, "The content of good character is virtue. Virtues -- such as honesty, justice, courage, and compassion -- are dispositions to behave in a morally good way". Maksud dari pendapat Lickona tersebut ialah bahwa isi atau konten dari karakter yang baik adalah kebaikan seperti kejujuran, keadilan, keberanian, tenggang rasa, yang semuanya itu adalah tindakan baik yang bermoral.

 

Pancasila sebagai Sumber Nilai

Pancasila merupakan ideologi, dasar negara, dan falsafah negara yang harus dipertahankan dan terus dihidupkan demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apalagi dewasa ini pemahaman akan nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme generasi muda semakin menurun. Oleh karena itu, penting dilakukannya revitalisasi nilainilai Pancasila bagi elemen masyaraka pada umumnya dan generasi muda pada khususnya. Indonesia merupakan negara yang beragam, kehidupan masyarakatnya diwarnai oleh berbagai macam suku bangsa, adat-istiadat, hingga berbagai macam agama dan aliran kepercayaan. Dengan kondisi sosiokultur yang heterogen atau plural tersebut dibutuhkan idiologi yang universal, tetapi dapat mengayomi seluruh bangsa. Ideologi itulah yang disebut Pancasila.

Bapak Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Ki Hadjar Dewantara

pernah menegaskan: "...Pengajaran harus bersifat kebangsaan, kalau pengajaran bagi anak-anak tidak berdasarkan kenasionalan, anak-anak tak mungkin mempunyai rasa cinta bangsa dan makin lama terpisah dari bangsanya, kemudian barangkali menjadi lawan kita ...".

Pancasila adalah dasar negara. Pancasila bukan wahana tetapi ruh yang harus tetap hidup karena tanpa pancasila maka Indonesia tidak ada. Di atas pancasila sebagai dasar negara itu, berdirilah pilar-pilar negara. Ada empat pilar yang ditegakkan di atas dasar negara yaitu: 1) Proklamasi Kemerdekaan (sebagai pesan eksistensial tertinggi), 2) UUD 1945, 3) NKRI, 4) Bhinneka Tunggal Ika. Tanpa dasar maka pilar-pilar akan mengambang. Pancasila sebagai dasar memberi ruh dan warna pada pilar-pilar yang ditegakkan di atasnya (Sri Edi, 2014:29).

Pembangunan karakter bangsa sudah menjadi harga mati pada masa-masa sekarang ini.Perilaku-perilaku menyimpang yang telah membudaya hanya dapat diberantas secara tuntas dengan mengubah pola pikir dan karakter seseorang. Terkadang kita sulit untuk menentukan parameter yang sesuai terlebih-lebih dengan kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri dari bermacammacam etnis, agama, budaya, dan sebagainya.Di sinilah kita semestinya kembali kepada nilai-nilai luhur bangsa yang terkandung dalam pancasila.

Pada hakikatnya pendidikan pancasila adalah upaya sadar diri suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya, selaku warga masyarakat, bangsa dan negara secara berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual) dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik) serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara, dan hubungan internasionalnya.

Berdasarkan UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 2 menyatakan bahwa "pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945". Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional", dapat diartikan bahwa kurikulum pendidikan nasional seharusnya adalah untuk memperkokoh sikap cinta tanah air atau nasionalisme, dengan kata lain kurikulum pendidikan nasional seharusnya membudayakan mindset ketunggalikaan di tengah realita kemajemukan atau kebhinekaan Indonesia.

Pancasila secara alami lahir dari kepribadian bangsa Indonesia itu sendiri. Keberagaman di Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, warna kulit, kebiasaan budaya yang berbeda satu sama lain dapat dipersatukan dengan pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam tiap butir sila pancasila merupakan cerminan jati diri bangsa yang sudah melekat pada tiap sanubari warga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila memiliki lima buah sila yang memiliki makna yang mendalam sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

Metode Penelitian

 

Penelitian Kualitatif

Metode penelitian kualitatif merupakan metode baru karena popularitasnya belum lama, metode ini juga dinamakan postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat post positifisme, serta sebagai metode artistic karena proses penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola), dan disebut metode interpretive karena data hasil peneletian lebih berkenaan dengan interprestasi terhadap data yang di temukan di lapangan.metode penelitian kuantitatif dapat di artikan sebagai metode penelitian yang di gunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistic, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang teleh di tetapkan. Metode penelitian kualitatif sering di sebut metode penelitian naturalistik karena penelitianya di lakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), di sebut juga metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak di gunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya.

Beberapa metodologi seperti McMillan dan Schumacher(1997), mendefinisikan metode kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasanya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahanya. Sedangkan menurut Mantra (2004) dalam buku Moleong (2007) mengemukakan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode kualitatif berusaha mengungkap berbagai keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat, dan/atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara menyeluruh, rinci, dalam, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Sukidin, 2002).

Metode penelitian kualitatif juga merupakan metode penelitian yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah dari pada melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini lebih suka menggunakan teknik analisis mendalam (indepth analysis), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metodologi kulitatif yakin bahwa sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya. Menurut teori penelitian kualitatif, agar penelitinya dapat betul-betul berkualitas, maka data yang dikumpulkan harus lengkap, yaitu berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan,gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya, dalam hal ini adalah subjek penelitian (informan) yang berkenaan dengan variabel yang diteliti.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen?dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, dll), foto-foto, film, rekaman video, benda-benda, dan lain-lainyang dapat memperkaya data primer.

Dengan demikian menurut Moleong (2007), sumber data penelitian kualitatif adalah tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis yang dicermati oleh peneliti, dan benda-benda yang diamati sampai detailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat dalam dokumen atau bendanya. Sumber data tersebutpun harusnya asli, namun apabila yang asli susah didapat, maka fotocopy atau tiruan tidak terlalu jadi masalah, selama dapat diperoleh bukti pengesahan yang kuat kedududkannya. Sumber data penelitian kualitatif secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu manusia dan yang bukan manusia. Namun ketika peneliti memilih manusia sebagai subjek harus tetap mewaspadai bahwa manusia mempunyai

pikiran, perasaan, kehendak, dan kepentingan. Meskipun peneliti sudah memilih secara cermat, sudah merasa menyatu dalam kehidupan bersama beberapa lama, tetap harus mewaspadai bahwa mereka juga bisa berfikir dan mempertimbangkan kepentingan pribadi. Mungkin ada kalanya berbohong sedikit dan menyembunyikan hal-hal yang dianggap dapat merugikan dirinya, dalam hal ini peneliti harus lebih pandai mengorek informasi menyembunyikan perasaan. Dengan demikian mungkin data yang akan diperoleh lebih bisa

dipertanggungjawabkan.

Sehubungan dengan pengumpulan data tersebut Sadar (1996) mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif ini kehadiran peneliti sangat penting kedudukannya, karena penelitian kualitatif adalah studi kasus, maka segala sesuatu akan sangat bergantung pada kedudukan peneliti. Dengan demikian peneliti berkedudukan sebagai instrumen penelitian yang utama

(Moleong, 2007). Begitu penting dan keharusan keterlibatan peneliti dan penghayatan terhadap permasalahan dan subjek penelitian, maka dapat dikatakan bahwa peneliti melekat erat dengan subjek penelitian. Jadi tujuan dari metodologi ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah. Penelitian kualitatif berfungsi

memberikan kategori substantif dan hipotesis penelitian kualitatif.

Menurut Sukmadinata (2009) dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu. Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang?orang melalui interaksinya dengan situasi sosial mereka (Martono, 2011).Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2012)

Hasil dan Pembahasan

 

Nilai-nilai dalam Pancasila

 

Di dalam Dictionary of sociology, nilai adalah kemampuan yang dipercaya yang ada pada sesuatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi, nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melakat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. Sebagai suatu dasar filsafat negara maka silasila pancasila merupakan suatu nilai. Oleh karena itu, sila-sila pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan, meskipun antara sila yang satu dengan sila yang berbeda, tetapi kesemuanya merupakan kesatuan yang sistematis. Berikut penjelasan sila-sila dalam Pancasila.

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah sebagai penjawantahan tujuan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaran negara, hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan dan HAM harus dijiwai nilai-nilai keTuhan Yang maha Esa.

2. Sila Kemanusian yang adil dan beradab. Sila ini secara sistematis didasari dan dijiwai oleh

sila Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Dalam sila kemanusian terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Oleh karena itu, dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam perauran perundang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama HAM harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan. Kemanusian yang adil dan beradab mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya, baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia maupun lingkungannya. Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai mahkluk yang berbudaya bermoral dan beragama. Dalam kehidupan bernegara harus senantiasa dilandasai oleh moral kemansusiaan antara lain dalam ke?hidupan pemerintahan negara, politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, pertahanan dan kemanan serta dalam kehidupan keagamaan.

 

3. Sila Persatuan Indonesia. Nilai yang terkandung dalam sila persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan dengan sila keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat sistematis. Sila persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab serta mendasari dan dijiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara adalah penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama di antara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok, golongan. Oleh karena itu, perbedaan adalah merupakan bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk negara. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tapi satu, mengikatkan diri dalam persatuan yang dilukiskan dalam Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan diarahkan pada suatu tujuan yakni persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama. Yaitu perdamaian dunia.

4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dalam Permusyaratan/Perwakilan. Nilai yang terkandung dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dan perwakilan didasari oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusian yang adil dan beradab serta persatuan Indoensia, dan mendasari serta menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai yang terkandung di dalamnya adalah bahwa hakikat negara adalah sebagai penjelmaan sifat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang bersatu bertujuan mewujudkan manusia yang taat dalam suatu wilayah negara. Rakyat adalah merupakan penduduk suatu negara. Negara adalah wilayah yang dari dan oleh rakyat. Oleh karena itu, rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara, maka nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam sila kerakyatan di antaranya adalah:

a) adanya kebebasan yang disertai dengan tanggungjawab terhadap masyarakat bangsa maupun moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

b) menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, dan

c) menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama.

 

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Nilai yang terkandung dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indoensia, serta kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Bangsa yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan, yaitu bangsa yang memiliki komitmen dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyatnya merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter berkeadilan sosial seseorang tercermin antara lain dalam perbuatan yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan, sikap adil, menjaga keharmonisan antara hak dan kewajiban. Pancasila mempunyai nilai-nilai universal (Umum), pada bangsa lain tidak dilaksanakan secara utuh dan menyeluruh sebagaimana bangsa Indonesia dan bangsa lain. Dengan demikian perbedaannya bukan terletak pada sikap ramah tamah, gotong royong dan lain-lain, tetapi tetap terletak pada pengamalan atau penerapan nilai-nilai pancasila tersebut. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia oleh karena itu penerapannya harus ditumbuhkan dan dikembangkan tanpa adanya pemaksaan atau indoktrinasi melainkan harus ditumbuhkan dari dalam hati nurani. Berdasarkan uraian di atas, pancasila memiliki nilai-nilai yang apabila diamalkan, maka dapat menjadi pondasi yang kuat dalam membangun bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik.

 

Upaya Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Penguatan Karakter Bangsa

Franz Magnis-Suseno (2012:11) menyatakan bahwa kita mempunyai etika nasional yang dirumuskan dalam pancasila. Etika dalam pancasila bukan hanya sebuah rumusan melainkan merupakan prasyarat agar bangsa Indonesia bisa maju bersama, damai, sejahtera dan memiliki solidaritas sosial yang tinggi. Franz Magnis-Susenomerumuskan etikapancasila dalam lima pedoman yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Kelima pedoman tersebut adalah:

1) tak boleh ada tekanan, ancaman atau paksaan dalam hal agama,

2) dalam situasi apa pun kita bertindak secara beradab,

3) kita maju dan kita maju bersama,

4) mari kita sukseskan demokrasi kita, dan

5) mari kita dahulukan yang miskin dan lemah agar dapat hidup secara manusiawi.

Kelima pedoman tersebut muncul sebagai reaksi atas kondisi perilaku masyarakat yang sangat mengkhawatirkan seperti saat ini. Pancasila sebagai wujud dari cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia di era globalisasi ini semakin diabaikan bahkan ditinggalkan. Oleh karena itu, perlu upaya untuk menanamkan kembali karakter bangsa yang berpedoman pada nilai-nilai pancasila. Kita ketahui bahwa manusia mustahil dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Kasus tersebut menimbulkan suatu kesadaran bahwa segala yang akan dicapai pada dasarnya membutuhkan bantuan orang lain. Selanjutnya hal tersebut juga melahirkan kesadaran bahwa setiap manusia terpanggil hatinya untuk melakukan hal yang baik bagi orang lain dan lingkungannya. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam corak dan budayanya ini, kemampuan untuk mengendalikan diri dan kepentingan adalah suatu

sikap yang mempunyai arti sangat penting dan bahkan merupakan sesuatu yang sangat diharapkan, yang pada gilirannya akan menumbuhkan keseimbangan masyarakat. Dalam pandangan pancasila, hubungan sosial yang selaras, serasi,

dan seimbang antara individu dengan masyarakatnya tidak netral, melainkan dijiwai oleh nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila sebagai kesatuan. Manusia harus hidup dan bekerja sama dengan manusia lain dalam bermasyarakat (Kaelan,2010:31).

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan pancasila merupakan satu aspek penting untuk membangun karakter generasi bangsa. Hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Sumber daya manusia yang bermutu yang merupakan produk

pendidikan dan merupakan kunci keberhasilan suatu negara. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 menyatakan:

"Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".

Pernyataan-pernyataan diatas tampak jelas bahwa pendidikan harus mampu membentuk atau menciptakan manusia yang dapat mengikuti dan melibatkan diri dalam proses perkembangan, karena pembangunan merupakan proses perkembangan, yaitu suatu proses perubahan yang meningkat dan dinamis. Hal ini berarti bahwa membangun hanya dapat dilaksanakan oleh manusia-manusia yang berjiwa pembangunan, yaitu manusia yang dapat menunjang pembangunan bangsa dalam arti luas, baik material, spriritual serta sosial budaya.

 

Simpulan

 

Pembentukan karakter tidak semudah memberi nasihat dan instruksi, tetapi memerlukan kesabaran, pembiasaan, dan pengulangan. Proses pendidikan karakter merupakan keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, dan nilai-nilai moral. Pendidikan karakter di sekolah tidak dapat berjalan tanpa pemahaman yang cukup dan konsisten oleh seluruh stakeholder sekolah. Di sekolah, kepala sekolah, guru, dan karyawan harus memiliki persamaan persepsi tentang pendidikan karakter bagi peserta didik. Setiap personalia pendidikan memiliki peranan masingmasing. Pemaknaan kembali dan menghidupkan kembali nilai-nilai pancasila merupakan jalan yang tepat untuk melawan pengaruh negatif globalisasi yang berdampak buruk atau negatif bagi generasi muda.Untuk itulah diperlukan upaya dan usaha dalam menanamkan serta menginternalisasikan nilai-nilai pancasila, salah satunya melalui pendidikan pancasila lewat generasi muda penerus bangsa. Melalui pendidikan diharapkan mampu membentuk karakter pribadi penerus bangsa yang tidak mudah goyah oleh derasnya arus globalisasi. Selain itu, perlu adanya aktualisasi nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan ideologi pancasila. Demikian Pancasila sebagai pilar pendidikan karakter bangsa.

 

DAFTAR PUSTAKA

Chairiyah. (2014). Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila Sebagai Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan, 1(1), 54--62. Retrieved from https://www.neliti.com/id/publications/259044/revitalisasi-nilai-nilai-pancasila-sebagai-pendidikan-karakter

Taufiqurrahman. (2018). Pendidikan Pancasila.

Dr. Sandu Siyoto. (2015). Dasar Metologi Pendidikan.

Barth, J.L. 1990. Methods of Instruction in Social Studies Education: Third Edition. New York: University Press of America. 

Douglas J. Simpson, et.al. 2005. John Dewey and The Art of Teaching. California: Sage

Franz Magnis-Suseno. 2012. "Etika Bangsa Berbudaya di Abad ke 21: Keharusan kalau 

Indonesia mau maju", makalah pada Seminar Nasional Membangun Karakter Bangsa

melalui Pemantapan Kebudayaan Nasional dan Kesadaran Historis, diselenggarakan oleh

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang 30 Mei 2012.

Kaelan. 2010, Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma Offset

Kemdiknas. 2010. Buku Induk Pembangunan Karakter: Jakarta: Kemendiknas

Kurotul Aeni & Sudaryanto. Proses pendidikan budi pekerti di Taman Muda Majelis Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Nomor 1, Tahun VII, 2005.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun