Bandingkan penguasaan lahan hutan pada IUPHHK-HT tahun 2014, lima besar provinsi adalah Kaltim 47 unit, luas 1,90 juta ha, Kalbar 41 unit, luas 1,90 juta ha , Riau 56 unit, luas 1,65 juta ha , Sumsel 19 unit, luas 1,20 juta ha, Jambi 18 unit,luas 694.657 ha; dengan IUPHHK-HT tahun 2019, lima besar provinsi adalah Kalbar 47 unit, luas 1,90 juta ha, Kaltim 50 unit, luas 1,86 juta ha , Riau 48 unit, luas 1,40 juta ha, Sumsel 19 unit, luas 1,31 juta ha, Papua 8 unit, dengan luas 898.645 ha.
Yang perlu dicermati adalah meskipun unit manajemen  (UM) IUPHHK-HA maupun IUPHHK-HT berbeda namanya namun kadang-kadang merupakan anak perusahaan dari group manajemen yang sama dari kelompok-kelompok perusahaan yang merajai usaha perkayuan di Indonesia sebagaimana yang diantaranya telah disebut diatas.
Penguasaan lahan hutan lain, yang juga menonjol adalah pemanfaatan hutan produksi dan hutan lindung melalui mekanisme izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Khusus untuk ijin tambang/IPPKH yang diberikan dalam kawasan hutan, totalnya lebih kurang 590 ribu hektar sejak orde baru hingga tahun 2020. Jangka waktu IPPKH diberikan paling lama sama dengan jangka waktu perizinan dibidangnya atau keputusan tentang tahap kegiatan untuk: a) kegiatan eksplorasi dan operasi produksi pertambangan b) instalasi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik serta teknologi energi baru dan terbarukan antara lain panas bumi c) jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi; dan diberikan paling lama 20 (dua puluh) tahun untuk: a) prasarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai prasarana transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi; b) penampungan korban bencana alam dan lahan usahanya, yang bersifat sementara; c) industri selain industri primer hasil hutan; d) pertanian dalam rangka ketahanan pangan; e) pertanian dalam rangka ketahanan energi; dan f) kegiatan yang tidak memerlukan izin dibidangnya.
Sedangkan penguasaan lahan hutan untuk kegiatan perhutanan sosial hingga saat ini telah mencapai 7,85 juta ha. Jangka waktu yang diberikan untuk kegiatan perhutanan sosial menurut peraturan menteri LHK no. P. 83/2016 (HD, HKm dan HTR) Â berlaku selama 35 tahun, tidak dapat diwariskan dan dilakukan evaluasi setiap 5 (lima) tahun. Hasil evaluasi berkala setiap 5 (lima) tahunan sebagai dasar perpanjangan HD, HKm dan HTR.
Kontribusi Izin Usaha Kehutanan untuk Negara
RUU Cipta Kerja no.11 tahun 2021, mengubah UU no.41/1999, pasal 35  ayat (1) dari setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 dan pasal 29, dikenakan iuran izin usaha, provisi, dana reboisasi, dan dana jaminan kinerja menjadi setiap pemegang perizinan berusaha terkait pemanfaatan hutan dikenakan  Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dibidang kehutanan.
PNBP dibidang kehutanan dipungut berdasarkan PP no. 12/2014 tentang 4 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berlaku pada Kementerian Kehutanan, PP no. 33/2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan dan  PP No. 44 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Jenis PNBP dikehutanan dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu PNPB Sumber Daya Alam (SDA) (PP no. 12/2014 dan PP no. 33/2014) dan PNBP non SDA (PP no. 12/2014 dan PP no. 44/2014). PNBP SDA meliputi dana reboisasi (DR), iuran izin usaha pemanfaatan hutan (IIUPH), provisi sumber daya hutan (PSDH), penggunaan kawasan hutan (PKH). Sedangkan PNBP Non SDA terdiri dari PNBP dari PHKA, ganti rugi tegakan, penggantian nilai tegakan, jasa laboratorium dan perpustakaan, produk samping hasil penelitian, penggunaan sarana dan prasarana, PNBP Lingkungan Hidup dan PNBP lainnya.
Jenis penerimaan PNBP SDA
Penerimaan Dana Reboisasi
Dana reboisasi adalah dana yang dipungut dari pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi dan rehabilitasi hutan.