Mohon tunggu...
Prajna Dewi
Prajna Dewi Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang terus berjuang untuk menjadi pendidik

Humaniora, parenting, edukasi.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Pendidikan Seksual, Perlukah Dikenalkan ke Anak Sejak Dini?

8 Oktober 2022   10:15 Diperbarui: 8 Oktober 2022   12:41 2325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendidikan seks (Sumber: shutterstock)

Dito, berusia sembilan tahun, dibuat terkejut-kejut oleh Nancy, teman di sekolahnya yang baru. Nancy saat di jam istirahat, tiba-tiba masuk ke kolong meja mendekati tempat Dito duduk, dan berusaha mengintip ke arah dalam celana Dito. 

Sontak kejadian ini membuat Dito risih, takut dan bingung. Karena hubungan Dito dan mamanya erat, ia langsung menceritakan kejadian ini sepulang sekolah, gantian sekarang mamanya Dito yang takut dan bingung.

Apa yang harus dilakukan jika anak menceritakan tentang perlakuan tidak senonoh yang dialaminya?

1. Dengarkan ceritanya dengan seksama

Ajukan pertanyaan dengan santai, wajah tegang orang tua dapat menghentikan niat anak berterus terang. Siapa, Kapan, di mana, bagaimana, sudah berapa kali, adalah kata kunci yang perlu ditanyakan. 

Setelah dapat informasi, ingat untuk mencatat semua keterangan yang didapat.

2. Minta waktu pada wali kelas sesegera mungkin

Ceritakan semua yang didengar pada wali kelas dengan tanpa mengurangi ataupun menambahkan isi cerita. Sampaikan kepada wali kelas bahwa kita ingin mendengar tindakan apa yang akan mereka ambil, dan minta wali kelas untuk menyampaikan perkembangan terkait hal ini.

3. Pikirkan tentang tindakan yang perlu diambil sebagai orang tua

Apakah kita perlu “merumahkan” anak sampai kejadian ini jelas, atau bahkan melaporkan kejadian ini kepada yang berwenang, tentunya tergantung kepada berat ringannya kasus dan tingkat risiko yang ada.

Dalam hal kasus Dito, tentunya kejadian ini tidak perlu sampai melibatkan yang berwajib. Sesungguhnya apa yang terjadi masih dalam tahap isengnya anak sekolah yang tidak membahayakan, namun dapat berkembang menjadi buruk jika didiamkan dan orang tua serta pihak sekolah tidak tanggap.

Apa yang bisa dilakukan orang tua maupun pihak sekolah?

Pencegahan adalah kata kunci, mencegah munculnya perbuatan yang tidak senonoh, baik di sengaja maupun tidak, perlu dilakukan sekolah dan juga orang tua antara lain melalui sex education, pendidikan seks. 

Apa saja yang perlu disampaikan kepada anak melalui pendidikan seks?

1. Tahap satu (usia 5-7 tahun)

Anak dikenalkan dengan anggota tubuhnya, termasuk organ reproduksi dengan nama sebenarnya, perbedaan jenis kelamin, bagaimana menjaga kebersihan dan keselamatan diri adalah hal awal yang perlu mereka pelajari.

Etika dan norma yang berlaku terkait seksualitas dan perbedaan jenis kelamin perlu disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami.

Di tahap ini ajarkan anak siapa saja yang boleh melihat dan menyentuh area tertentu pada tubuhnya. Ajarkan pula untuk menjaga privasi saat tidak berpakaian lengkap.

Contoh, “Adek, kalau buang air kecil tidak boleh di tempat terbuka. Malu kalau dilihat orang lain.”

Dengan demikian anak tahu bahwa ia perlu menjaga area privasinya agar tidak terlihat oleh orang lain, begitu pula sebaliknya, ia tidak boleh sengaja mencari-cari dan melihat area privasi orang lain.

Anak juga perlu tahu bagaimana dan siapa yang dapat dimintai bantuan jika ada yang membahayakan keselamatan mereka.

2. Tahap dua (usia 7-9 tahun)

Pada tahap ini anak diajak memahami perubahan pada tubuhnya seiring pertambahan usia.  Mengenali perasaan diri dan memahami orang lain juga diajarkan.

Pemahaman tentang gender dan bagaimana masyarakat memandang gender merupakan salah satu pengetahuan yang disampaikan pada tahap ini secara sederhana. 

Perlu diingat, bahwa gender bukan sebatas mengacu pada hal biologis seperti jenis kelamin, namun lebih jauh, mencakup peran dalam kaitan kehidupan sosial.

3. Tahap tiga (usia 9-11 tahun)

Jika pada tahap sebelumnya mereka pahami perubahan tubuh secara umum, di tahap ini anak dikenalkan lebih jauh terkait perubahan tubuh ketika memasuki masa pubertas serta memahami bahwa setiap orang berbeda. Pola hubungan di luar keluarga mulai dikenalkan. Anak juga diingatkan lagi kemana mereka dapat mencari bantuan jika mendapat masalah.

Izinkan anak bertanya terkait masalah seksual pada orang tuanya. Jika orang tua bingung menjawab, minta waktu jeda untuk mencari tahu cara menjawab yang tepat.

Jangan bungkam keingintahuan anak karena mereka berada pada fase ingin tahu yang besar. Alih-alih diam saat dilarang membicarakan masalah terkait seksual, mereka malah penasaran dan mencari tahu dengan caranya sendiri.

4. Tahap empat (11-13 tahun)

Pubertas bukan hanya sebatas perubahan bentuk tubuh, tapi juga meliputi perubahan organ tubuh yang berhubungan dengan proses reproduksi. 

Di tahap ini anak perlu paham tentang konsepsi, bagaimana terjadinya kehamilan, dan bagaimana mereka harus menghindari perbuatan yang dapat menyebabkan terjadinya kehamilan.

Norma sosial yang berkembang terkait gender dan seksualitas juga perlu mereka pahami, sehingga paham dan tahu sikap yang harus diambilnya dalam sebuah situasi.

Anak perlu dijelaskan bahwa perilaku yang salah seperti seks bebas akan membawa dampak buruk bagi dirinya sendiri.

Panduan di atas adalah tahapan yang dilakukan oleh sekolah tingkat dasar dalam mengenalkan topik seksualitas kepada anak yang perlu juga dipahami oleh para orang tua.

Namun sesungguhnya pemahaman tentang perbedaan jenis kelamin dapat diawali oleh orang tua sejak anak berusia satu tahun. 

Saat memandikan anak dapat kita ajak dia mengenali bagian tubuhnya dengan menyebutkan sesuai nama sebenarnya sambil dijelaskan kepada anak cara menjaga kebersihan serta  cara melindunginya.

Tentunya dengan bahasa yang sederhana, yang dapat dipahami anak seperti yang saya tulis pada artikel yang berjudul, "Mengapa dan Harus Bagaimana Ketika Anak Suka Memegang Alat Kelaminnya Sendiri."

Dengan anak mengetahui hal dasar terkait seksualitas secara benar, serta etika yang harus dijaga maka diharapkan tidak ada perilaku mencari-cari tahu seperti yang dilakukan Nancy pada cerita di atas. 

Dan yang terpenting, anak memiliki pengetahuan yang benar terkait seksualitas dan diharapkan dapat menjaga dirinya dari eksploitasi seksual yang marak terjadi akhir-akhir ini.

Sumber: 1 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun