Mohon tunggu...
Pradita Maharani Putri
Pradita Maharani Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis

https://praditasaja.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ketika Cinta (Tak Selalu) Bisa Kalahkan Segala

6 Januari 2019   13:57 Diperbarui: 6 Januari 2019   14:15 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

/1/

Namanya Cakrawala, biasa dipanggil Lala

Agar terdengar lebih feminim, kata ibunya

Karena Lala dikenal tomboy dan tak kenal menyerah

Meski begitu, Lala adalah gadis berkerudung

Yang tumbuh di daerah minoritas penggunanya

Sifat tomboy membuatnya lebih kuat

untuk memilih jilbab

Tomboy eksklusif, katanya sumringah dan bangga

Lala suka berteman, tak pernah memilih

Siapapun, darimanapun, ia terima dengan gembira

Tangan terbuka dan santun sewajarnya

Diselingi canda berbatas karma sesekali

Dibesarkan di tanah Bhinneka Tunggal Ika

membuatnya mengerti banyak toleransi

Perbedaan untuk dihargai dan dihormati

Yang cinta damai dan memperkecil masalah kebanyakan.

Baginya, perbedaan bukanlah hal

yang dapat meledakkan masalah.

Periang, suka bercanda dan kadang usil

adalah ia yang dikenal orang lain

Seperti tak ada masalah saja.

Selalu bahagia dan dicinta sekelilingnya

Itulah Lala, si gadis biasa.

/2/

Nun jauh disana, di Negara sebelah timur perbatasan Palestina

Seorang bujang dibesarkan dengan budayanya yang dikenal luas

Daerah padang pasir bercuaca ekstrim

bukan halangan dalam menumbuhkembangkan generasi impian

Yang cerdas, berpotensi, dan berbudi.

Darian Aleser namanya, yang berarti singa yang kaya dan penuh tahta

Berdasar agama yang tebal dan kental sunnah,

ia tak terlalu mengerti perbedaan, pun toleransi.

Karena ditempatnya, semua tak beda

Menjalani kebiasaan dan adat serempak, tanpa terkecuali.

Hidup dengan sangat lurus

Membentuknya menjadi pribadi serius.

Tak mengenal usil dan jahil

Hanya bercanda ringan dan tawa tanpa terbahak

Baginya, canda itu langka, terlebih pada kaum hawa

Beruntung baginya suka bekerja keras

Karena ia dapat mengeruk kesempatan di luar negaranya

Mempelajari banyak hal diluar negara dan budayanya

Lagi-lagi, dihormatinya dan selalu menilai positif

Demi kesopanan dan norma secara global.

Di satu masa, ia sampai di tanah garis khatulistiwa,

dan ia suka berlama-lama.

Menjadi dosen terbang muda, membuatnya disuka para mahasiswi

Tapi ia hanya tertunduk menahan senyum.

Fatal bagi Si Penghafal Al-Qur'an

untuk telalu sering bertegur sapa dengan wanita

Apalagi menebar janji dan rayuan,

itu tak pernah ia lakukan.

Prinsipnya: sekali, seumur hidup, dan kepada satu wanita.

Menurutnya, kebiasaan itu salah. [i] 

 


 


 

/3/ 


 

Awal 2009 menjadi waktu yang digariskan Ilahi 

dalam pertemuan singkat dua insan yang jauh berbeda 

Diperkenalkan oleh lelaki yang dihormati keduanya. 

Lala dan Darian berkenalan tanpa berjabat, 

namun bisa cepat memberi isyarat 

yang membuat tai kucing terasa cokelat. 


 

Kala itu, sore cerah bertemankan angina sepoi-sepoi 

Cuaca yang disukai wisatawan negara tropis 

Biasa bagi Lala, tapi tidak bagi Darian 

Ia mengagumi dan mensyukuri ciptaan Tuhan ini 

Alhamdulillah... 

Pujian itu mencengangkan Lala. 

Di zaman edan seperti saat ini, 

ternyata masih ada yang mengucap syukur 

untuk hal yang kebanyakan disepelekan orang. 

Simpati Lala bertambah satu poin terhadap Darian. 


 

Tidak lebih dari tiga jam tatapan, berujung penasaran. 

Dan tak lama, teknologi bicara. 

Modernisasi melatarbelakangi semua keindahan 

Komunikasi yang terpaut beda 5 jam kehidupan 

Menjadi ringan tanpa beban. 


 

Lala dan Darian merasa berbeda. 

Merasa lebih indah dan semakin dewasa 

Padahal 3 jam bukanlah waktu yang lama 

Untuk dapat saling percaya 

Tapi keajaiban berkata sebaliknya 


 

Sulap Sang Maha Cinta membalikkan semuanya 

Getar kagum membuat rasa syukur semakin dalam 

Babak baru pada masing-masing hati telah dimulai 

Dengan cara yang tidak disengaja, sederhana. 

Namun berharap berakhir seperti cerita Cinderella, 

Bahagia... 


 

Seperti kabar gembira yang telah lama dinanti: 

Si tomboy menyenandungkan lagu cinta 

Dan Si penghafal Al-Qur'an lebih sering tersenyum 

saat mengingat si sosok jenaka. 

Terasa dunia makin sempurna 

Ternyata cinta itu memang ada 


 


 

/4/ 


 

Senyum hangat melalui webcam 

Dan saling menanya 'bagaimana harimu berlalu?' 

Menjadi cerita yang tak bosan diulang 

Menjadi alasan membuka percakapan lebih banyak 

Meski menimang maya, tapi terasa indah tanpa rekayasa 


 

Sekedar mengingatkan waktu shalat 

Adalah hal kecil berujung dahsyat 

Membuat ibadah makin semangat 

Tanpa merasa cucuran keringat 

Juga menjadi alasan untuk saling mengabarkan 

Tak perlu mahal agar tercipta keindahan 


 

Perlahan namun pasti, rindu pun datang 

Tak berkabar, maka terasa hilang 

Dengan kegiatan masing-masing yang selalu berputar sama 

Kini terasa berbeda, lebih berwarna 

Indah juga rasanya... 


 

'Ah, dia tak seperti kebanyakan pria Timur-tengah 

yang katanya sombong[ii] dan semena-mena.[iii]

 

Ia sopan, ramah, dan bersahaja dengan gelar sosial akademis

 

yang cenderung tinggi di usianya

 

tak bisa berbohong, polos, dan apa adanya.' 

Batin Lala menilai, tak sekali dua kali, tapi hampir selalu 

Serasa ribuan kata tak cukup menjabarkan Darian 

Bukan fisik, tapi sikap dan sifat 

Pesan-pesan Darian tak satupun dihapusnya 

Karena ia merasa Darian tidak biasa, 

Darian istimewa... 


 

Tanpa Lala tahu, ia mendapatkan pujian yang setimpal 

Dari hati yang jauh disana, Darian Aleser. 

Kesan Negara Pancasila hanya bisa memproduksi tenaga kerja 

Luntur seketika... 

Ya, semua karena Lala 

'Ternyata Negara itu memiliki harta berharga,  

wanita istimewa dan jenaka, seperti Lala 

Membuat hari-hari menjadi ceria 

Dan memperkenalkanku pada dunia canda yang berkata penuh tata. 

Alhamdulillah Rabbi, kau perkenankanku mengenal Lala.' 

Selalu disebutkannya itu seusai shalat, penuh syukur. 


 

Sang Penguasa Cinta 

Menjadi saksi dan tempat mengadu keduanya 

Pujian, kerinduan, dan alasan tertawa 

Hanya diketahui oleh-Nya 


 

Seperti Kahlil Gibran dan Selma Karamy[iv]

 

Atau Pyramus dan Thisbe[v]

 

Kisah dua anak manusia tak selalu berjalan sempurna

 

Walau mengatasnamakan bahagia dan cinta

 

Selalu ada yang tak suka 

Selalu ada yang tak rela 

Apalagi dengan keadaan yang jauh berbeda 


 

Wanita setengah baya yang merasa 

punya andil dalam perkenalan mereka 

tak lagi ada di pihak pembela 

Yang tersenyum kala mereka bahagia 

Tapi berbalik menjadi bagian antagonis naskah hidup 

Yang menunjukkan bahwa rasa bahagia 

juga memiliki golongan yang pantas 

dan punya tingkatan yang berbeda, 

Pun latar belakang 

untuk bisa tertawa bersama. Itu pandangannya 


 

Wanita itu memandang Darian dan Lala 

Seperti corak polkadot dan garis diagonal 

Yang tak pantas jika dipadukan 

dan sebaiknya dipisahkan 

Lagi-lagi, dengan membawa perbedaan 

dan sindiran yang tajam. 

Lala ingat betul apa ang diucapkannya 

di depan banyak orang: 

'Pasti pria seperti Darian, yang tampan dan berprestasi, 

hanya akan pantas berpasangan dengan levelnya. 

Dan tidak mungkin di bawah standarnya. 

Bukan begitu, Lala?' 


 

Tak pelak, Lala merasa tersindir dan tersudut. 

Sebagai wanita biasa yang belum merasakan 

bangku kuliah di usianya di awal 20, 

tentu ia merasa nol dibandingkan dengan Darian 

yang telah memiliki beberapa gelar akademis 

di usianya yang bahkan belum mencapai 30. Luar biasa. 

Tapi Lala tak pernah menceritakannya kepada siapapun. 

Disimpannya sendiri. 

Hanya menangis di atas sajadahnya. 


 

Darian sendiri tak pernah membahasnya 

Sebagai pria sopan dan berpendidikan 

Ia tahu betul siapa lawan bicaranya 

Apalagi Lala 

Yang perlahan tak sekedar menjadi lawan bicara 

Yang perlahan tak sekedar menjadi teman bayangan 

Tapi perlahan mulai berubah menjadi kebutuhan 

Yang selalu terucap di doa istimewa 

Supaya ia baik-baik saja 


 


 

/5/ 


 

Lala dan Darian terus menjalani hari dengan indah 

dalam ketersembunyian 

Dan membiarkan hati mereka dan 

Yang Maha Suci saja mengetahuinya 


 

Tak dinyana, cinta bisa membuat Lala menjadi romantis 

Dan selalu menulis kata-kata puitis 

Bahkan hingga ribuan baris 

Berisikan rindu, senang, gundah, ragu, juga sedih. 


 

Hati Lala mulai tak karuan, matanya enggan terpejam 

Ia melogikakan kata-kata wanita setengah baya tersebut 

'Mungkin ada benarnya juga, 

Apa aku harus memberikan batasan yang lebih jauh? 

Apakah aku harus bersikap layaknya orang yang  

hanya bertemu satu kali? 

Dan membuang percayaku padanya? 

Rabbi, apa yang harus aku lakukan? 

Aku mulai mencintai ciptaan-Mu, Darian..' 

Hatinya merintih...ragu, perih... 


 

Shalat istikharah dipilihnya dalam ragu 

Dengan tangis bimbang di tiga perempat malam 

Ia mengadu pada Tuhannya, Allah Yang Esa 

'Rabbi, baru kali ini aku merasakan cinta yang nyata 

Dengan tulus tanpa syarat. Tapi apa ini? 

Aku merasa tak pantas mencintainya. 

Tapi aku bisa merasa rindu. Padahal hanya sekali bertemu 

Salahkan aku? Apa yang harus aku perbuat? 

Rabbi, tuntun aku.. berikanku petunjuk-Mu..' 


 

Belum kering air mata doanya, 

Sebuah pesan masuk ke ponselnya: 

'Ada cerita apa tentangmu hari ini? 

Adakah waktumu menceritakannya padaku? 

Aku selalu menungu. Darian.' 

Rabbi, inikah jawaban yang kau tunjukkan padaku? 

Lala menghembuskan nafas beratnya 

Antara bimbang dan senang 

Tapi, ah, rindu itu datang lagi... 


 


 

/6/ 


 

Belum bergeser galau Lala 

Kini giliran Darian dihampiri dilema 

Tiba-tiba, ibunya memanggilnya 

dengan cara tak biasa di suatu senja 

'Kamu berteman dekat dengan indunisi[vi], Darian?'

 

Pertanyaan singkat dengan nada tajam

 

'Ya' diakuinya apa adanya. Dan ia menahan nafas.

 

Sejak kecil, ibunya selalu berkata indunisi itu tidak baik 

Negara yang hanya bisa 

menambah jumlah tenaga kerja setiap tahunnya. 

Di mata ibunya, Negara Indonesia adalah Negara pembantu 

Padahal Darian tahu, Indonesia Negara jutaan intan 

Dimana satu diantaranya sedang menunggu 

dengan cinta, yang persis sama seperti yang dimilikinya 


 

Lapar Darian hilang, semuanya hambar 

Ibunya hendak menjodohkannya secara sepihak 

Dengan anak gadis sahabat ibunya 

Dan tentunya berasal dari suku yang sama[vii]

 

Itu yang terpenting kata ibunya

 


 

Ia cinta ibunya, yang melahirkan dan membesarkannya penuh kasih 

Begitupun cinta di kedewasaannya pada Lala 

Ia tak ingin meluaki kedua wanita yang dicintainya 

Tapi tak terlihat ada jalan tengah diantaranya 


 

Di hari yang sama, ketika Darian tengah menunggu Lala di dunia maya 

Seorang wanita muncul dan mengaku sebagai sahabat Lala 

Atas nama kesopanan, Darian menjadikannya rekanan maya 

Darinya Darian mendapat banyak berita tentang Lala 

yang sekaligus mengejutkannya 

Wanita itu membawa cerita latar belakang keluarga Lala 

Yang tidak hanya memiliki 1 agama saja, tidak islam saja 

Sayangnya, ia memberikan kesan yang jauh berbeda: 

Bahwa Lala-lah yang tidak hanya memiliki satu keyakinan 

Jadi tak pantas Darian berteman dengannnya 

Darian dikepung bimbang 


 

 


 

Dalam keseharian yang dikenal Darian sejak lahir 

Perbedaan keyakinan itu tak biasa 

Perbedaan seperti itu adalah masalah pelik 

Tiba-tba, satu pertanyaan berputar di benaknya 

'Masihkah aku bisa mempercayai apa yang kurasa?' 

Ia butuh waktu sendiri, tanpa Lala 

Tanpa saling menghubungi, tanpa ada canda lagi 

Dan berharap semuanya menjadi lebih baik. 


 


 

/7/ 


 

Lebih 2 bulan sudah Darian tak berkabar dengan Lala 

Berkali Lala bertanya 'ada apa', sebanyak itu pula tak ada jawab 

'Biarlah, mungkin ini jalan yang ditunjukkan Allah' 

Katanya menghibur diri saat di dalam kelas kursus bahasa asing 

Tanpa Lala sadari, sepasang mata di kelasnya 

Tak pernah lepas memperhatikan tingkahnya, mengaguminya 

Pria berperawakan oriental dengan senyum manis 

Dan pekerjaan sebagai dokter muda berkeyakinan Konghucu 

Sedang mencari celah untuk mendapatkan hatinya 

Dokter Zhang namanya 

Yang menyukai keceriaan si tomboy Lala apa adanya 


 

Tak lama, ketika cinta Lala semakin teraduk 

dan menjadi semakin kalut terhadap Darian, 

Zhang merasa harus mengambil sikap 

Ia telah bertekad akan berpindah keyakinan menjadi islam 

Jika alasannya adalah Lala 

Dengan alasan diskusi diluar jam kursus, 

Setelahnya ia mengutarakan rasa pada Lala 

Sesaat, lidah Lala kelu, hatinya bimbang, rasanya meragu 

Zhang memang pria baik, pun lebih nyata dibanding Darian 

Logika Lala berkata Zhang lebih masuk akal 

Sayang, hatinya tak berkata demikian 


 

'Jika kau juga sama denganku, aku akan tinggal disini, dihadapmu. 

Namun jika tidak, aku akan berangkat ke China 

Untuk mempelajari pengobatannya' 

Pilihan itu lebih seperti ancaman bagi Lala 

Mengapa hatinya lebih mempercayai Darian yang maya? 

Daripada Zhang yang nyata, yang jelas datang dengan cinta? 

Logikanya ditawan maya, 

Padahal Darian tak lagi berkabar padanya 

Di minggu berikutnya, Zhang telah berada di China 

Meninggalkan sepotong cerita tertebas di Indonesia...                  


 



 

Di suatu Jum'at, nomor tak dikenal memanggil ponsel Lala 

Belum selesai ia mengucap salam, 

Terdengar suara yang sudah amat dikenalnya 

'Maafkan aku, Lala. Aku egois. 

Hanya mendengar semua dari sebelah pihak. 

Berkali ku mencoba melupakan dan mengurai bayangmu, 

Smakin Allah menunjukkanmu padaku. 

Meski sulit membuatnya masuk akal, 

Tapi rindu ini terasa nyata..' 


 

Lala tak bisa berucap 

Ia kehilangan kata 

Namun Darian tahu bahwa itulah jawaban semua 

Bahwa Lala merasa yang sama dengannya. 

Didera rindu yang abu-abu 

Tanpa rayuan cinta seperti lainnya 

Tapi tulusnya terasa 

Duh, rindu dahulu kini semakin dalam... 


 


 

/8/ 


 

Hari merangkak, perbedaan waktu masih menganga 

Namun Lala dan Darian makin saling menerima 

'Walaupun ia datang dengan sebelah kaki, 

asal dengan hati yang sama, aku menerimanya.' 

Bayangan terburuk terpikir di benak Lala 

Mengingat Darian hidup di perbatasan perang 


 

Meski bergelut dengan cemas dalam diam 

Keberanian Darian mengintip dan menguak keputusan, 

tak bisa hanya diam tanpa sikap lelaki jantan 

saat masa depan mulai ditentukan tanpa haknya, 

ia ingin meretas problema dan menetaskan jalan tengah bagi semua 

Ibunya, dirinya, Lala, dan semua beda 


 

Pergi dari Negara perbatasan perang 

Dengan alasan pekerjaan dirasa menjadi cara ampuh 

Dalam niat menghindari perjodohan 

Sekaligus jadi bukti kesungguhannya pada Lala 

'Aku akan mengajar di Negara Raja Abdullah bin Abdul Aziz. 

Semoga cepat kau datang ke rumah Allah,  

Agar dapat kupinangmu di depan Ka'bah, Lala...' 


 

Bergetar hati Lala 

Dalam haru, bahagia, dan bersalah tanpa restu ibu. 

Ternyata dalam cinta, tegar saja tak cukup 

Seorang tomboy yang tangguh pun bisa rapuh 

Seorang penurut pun bisa melawan arus 

Sekalipun tanpa generasi kepastian, 

Seperti cerita dongeng yang berakhir bahagia selamanya... 


 


 

/9/ 


 

Tak terasa ratusan hari sudah cerita Lala dan Darian 

Yang berwarna dengan cerita sempurna versi anak manusia 

Tawa canda, rindu sendu, semua mengalir silih berganti 

Bait-bait do'a semakin khusyu' diucapkan 

Harapan demi kebahagiaan terlontar 

Seperti sudah pasti akan dikabulkan 


 

Sepasang cincin berkilau penuh makna dan 

Tempat tinggal sederhana 

Telah dipersiapkan darian sebagai seorang calon imam 

Restu orang tua Lala pun telah dikantongi keduanya 

Bahagia seperti sudah menanti 

Selangkah lagi, semuanya akan sah dalam ijab kabul 

Tanpa memperhitungkan peran Yang Kuasa dalam bahagia mereka 

Pun restu ibu Darian yang masih menggantung tinggi 


 



 

Rencana masa depan sering disebut-sebut kedua insan 

Yang dibuai cinta 

Sesekali, kata 'kita' menyulut semangat malu-malu 

Untuk segera mewujudkannya 

'Semoga ini dapat menjadi nyata' harap mereka berdua 

dalam selongsong batas kefanaan 


 


 

/10/ 


 

Fajar dan senja masih datang silih berganti 

Pun hari-hari yang berjalan secukupnya 

Tapi cinta terasa tak pernah cukup 

Bagi dua hati yang merasanya 

Lala dan Darian melangkah semakin jauh dalam cinta 

Rindu yang semakin bertambah dari hari ke hari 

Membentuk belantara rindu berkurung satu nama 

Dan mengunci rapat dari setiap godaan indah 

Di kenyataan panggung sandiwara 


 

Semua terasa makin sempurna 

Ratusan kata menguntai indah 

Mengalirkan pujian pujangga atas nama cinta 

Di dunia mereka, hanya ada keindahan cinta 

Kedekatan menjadi hal tak kenal batas dalam jarak 

Lagi-lagi, kepercayaan mendalangi semuanya 

Berujung harap 'semoga tak menyentuh hampa' 


 

Hingga suatu hari, Darian tak lagi kuasa melawan budayanya 

Hatinya tertekuk luka, tak hanya kaku raganya 

Perih luar biasa 

Saat ibunya telah mengatur pernikahan 

Dengan ras sesamanya, wanita yang bahkan tak ia kenal 

Di beberapa bulan ke depan 

Seketika, kebencian dan amarah yang tak pernah ada 

Kini membakar dirinya di tumpukan rindu 

Ternyata semuanya menguap dalam doa ibu 

Terasa dirinya bagai awan hitam 

 Yang enggan hujan, juga tak bisa menjadi cerah 


 

Dipandanginya berkali-kali cincin sederhana 

Berukir nama yang diinginkannya, Lala. 

Cincin yang dicicilnya secara berkala 

Cincin yang dibelinya sembunyi-sembunyi 

Cincin yang merupakan bukti kesungguhannya 

Cincin yang ... 

Ah... 

Matanya terasa mulai membasah dan kabur 

Air matanya jatuh bersama masa depannya 

Bersama hati bimbang yang berpihak dua: ibu dan cintanya 


 

Berhari-hari ia berpikir cara menjelaskan pada Lala 

Yang sudah pasti bahagia 

Menanti satu harap menjadi nyata 

Apa yang harus dikatakannya agar Lala tahu 

Bahwa ia pun tak suka 

Pada budaya yang tak mengenal cinta 


 


 

/11/ 


 

Seolah makin sadar dengan tajamnya perbedaan, 

Di pertengahan 2011 

Lala tak lagi 'memaksa' Allah mempersatukannya dengan Darian 

Ia minta diberikan yang terbaik, apapun itu 

Sederhana... 

Meski ia tak henti mendoakan Darian 

Dan menitipkan percayanya lewat Ilahi 


 

Lala tak pernah tau apa yang terjadi di seberang sana 

Hingga suatu hari Darian mengatakan semuanya 

Sekaligus mengambil putusan yang tak pernah terbayangkan 

akan ada pada sosok sepertinya 

'Lala, sebentar lagi aku akan dinikahkan dengan wanita  

pilihan ibuku.  

Berkali kujelaskan semua tentang kita, tapi beliau acuh. 

Aku bingung.  

Jika saja kau juga mempertahankan cinta kita,  

Maka akan kutinggalkan semua. 

Budayaku, negaraku, juga keluargaku. 

Bisakah kau jawab aku sekarang, Lala? 

Apa kau akan mempertahankan kita?' 

Lala tak dapat langsung menjawab di detik berikutnya 

Hatinya terlalu lemas, 

tak dirasanya darah yang mengalir di tubuhnya 

Terduduk, terdiam, terhempas... 

Andai Darian tahu kabar ini pun akan berdampak hebat pada hidupnya... 


 

Tapi Lala tidak buta hati, tak tuli karena cinta 

Ia tahu orang tua adalah prioritas kedua setelah Allah, 

Dan bukan setelah cinta 

Dengan logika di atas kecewanya, ia menjawab: 

'Suatu hari, dengan izin Allah, kelak aku akan menjadi seorang ibu. 

Dan saat itu, bukan tidak mungkin aku akan diperlakukan  

seperti sikapmu hari ini oleh anakku. Karena aku percaya karma itu ada. 

Aku bukanlah siapa-siapa jika dibandingkan dengan ibumu. 

Turuti dan bahagiakan beliau, selagi masih ada. 

Dan lupakan kita.' 

Jawaban Lala memecah keputusan Darian 

Yang mulai menghasut jiwanya 

Menjadi jutaan keping tanda tanya 

Rindunya terpantul dalam ruang ketidakpercayaan 

Tenggelam sudah harapnya dalam ucap tegas Lala 


 

Lala tahu ia akan kecewa dalam waktu yang lama 

Sedihnya akan berkepanjangan 

Karena tak mudah baginya membuka hati dengan cepat 

Tapi entah mengapa lidahnya tak ragu 

Saat menjawab pertanyaan Darian 

Walau mengalir tanpa terpikir sebelumnya, hatinya tenang 

Lebih tenang daripada waktu lalu 

Ketika bersama Darian yang tanpa restu 

Ia yakin dengan apa yang diucapnya 

Cinta pecinta bisa mendapatkan pengganti 

Tapi tidak cinta ibu... 


 

Diingatnya kembali doa yang sering disebutnya 

Menginginkan yang terbaik, apapun itu 

Bahkan ketika cinta berlalu di hadapannya 

Ia tak segan mengizinkannya pergi tanpa beban 

Dengan cara yang paling diridhoi 

Luka hati Lala memang masih basah dan menganga lebar 

Namun hatinya tak berhenti bersyukur kepada Sang Pemilik Cinta 

Di ketebalan laranya yang mulai mengelupasi kepercayaan, 

Ia mendengar sayup-sayup lantunan Al-Qur'an' 

'Dan sesungguhnya kepada Tuhanmulah keindahan (segala sesuatu). 

Dan sesungguhnya Dia-lah yang menjadika orang tertawa dan menangis.'[viii] 

Dalam perih hati, lirihnya berkata tulus:

 'Inilah jalan yang akan membuat kita lebih bahagia dari apa yang pernah kita rasa, Darian. Inilah bukti bahwa cinta tak selalu bisa kalahkan segala...' 

Dan airmatanya menetes ikhlas...

 

End-Note

[i] Praktek poligami, adalah kelanjutan dari bentuk cara pandang yang sebelah mata terhadap kaum perempuan. Mereka yang mengolok-olok ini telah bersikap anakronistis atas sejarah, yakni menilai suatu babak sejarah masa lalu berdasarkan atas acuan kondisi dan norma yang berlaku pada saat ini. Sumber: http://sosbud.kompasiana.com/2011/07/17/olok-olok-tentang-poligami-salah-alamat/

[ii] Sering bangga pada asal usul mereka yang memiliki keturunan para Nabi, sering sombong akan harta benda yang mereka miliki, memamerkan kekayaan kepada semua orang. Sumber: http://agama.kompasiana.com/2010/10/10/orang-arab-sombong/

[iii] Surat Kastem yang terakhir diterimanya sebelum pulang ke Indonesia adalah tentang siksaan majikan yang membuat tubuhnya makin kurus. Sumber: http://berita.liputan6.com/read/307586/tak-sedikit-tki-disiksa-majikan 

[iv] Kahlil Gibran, Sayap-sayap patah.

[v] Dua karakter dari mitologi Romawi, dengan kisah cinta tak sampai. Terkenal di Babilonia, seperti Romeo dan Juliet. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Pyramus_and_Thisbe

[vi]  

(baca: indunisi) artinya orang Indonesia. KH Adib Basri & KH Munawwir A. Fatah, Kamus Indonesia-Arab Arab-Indonesia, halaman 106.

[vii] Beberapa suku berpopulasi kecil yang termakan oleh paham "esensialisme" ini percaya bahwa orang yang berasal dari sukunya tidak bisa maju karena secara "esensi" sukunya memang inferior dibandingkan suku lain. Seperti Timur Tengah dengan mengatakan bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan. Sumber: http://sosbud.kompasiana.com/2011/06/21/benarkah-ada-bangsaras-yang-memiliki-derajat-lebih-tinggi/

[viii] Al-Qur'an surat An-Najm ayat 42 & 43

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun