Pagi itu datang perlahan. Menyusup diantara sisa-sisa embun yang masih menggantung di ujung dedaunan. Langit yang semula kelabu dengan sisa-sisa kabut malam mulai berubah warna.
Dari abu-abu redup menjadi jingga yang hangat. Sinar matahari perlahan menembus celah-celah awan mencium bumi dengan lembut. Di kejauhan, suara ayam jantan yang terlambat berkokok mengiringi bangunnya kota kecil.
Hawa sejuk terasa masih membelai kulit tapi dalam diam. Udara hangat mulai menggantikan membawa hari baru dengan segala janji dan rahasianya.
Di salah satu sudut kota terdapat sebuah rumah sederhana dengan halaman yang dipenuhi bunga warna-warni dan kolam ikan koi. Disitulah tinggal sepasang suami istri dan kedua putri mereka Dyaz dan Kyna.
Namaku Dyaz.  Aku berusia empat belas tahun. Aku  anak yang ceria dan penuh rasa ingin tahu. Aku sering membantu ibuku di dapur belajar resep-resep tradisional yang selalu membuatku merasa dekat dengan kedua orang tuaku. Â
Ibuku  bernama Lia. Ia wanita yang lembut dan penuh kasih. Setiap pagi menyapa hari dengan senyuman dan semangat untuk membuat rumahnya menjadi tempat yang hangat.
Ayahku bernama Dian. Ia sosok yang tegas namun selalu ada untuk keluarga. Dengan kerja kerasnya memberikan kehidupan yang layak dan terbaik bagi keluarga.
Adik perempuanku bernama Kyna yang baru berusia enam tahun. Dengan rambut panjang yang selalu diikat kuncir dua dan mata coklat yang cerah. Kyna memiliki aura kebahagiaan yang menular. Kyna anak yang penuh imajinasi dan rasa ingin tahu. Orang tua kami mengajarkan tentang nilai-nilai keluarga, agama, cinta, dan tradisi.
Hari itu aku terbangun dengan semangat yang meluap-luap. Di kalender aku melihat angka yang melambangkan sebuah momen spesial. Hari pernikahan orang tuaku yang ke-16. Dalam pikiranku, aku ingin memberikan kejutan yang tak terlupakan.
Sudah sejak lama aku mendengar Ibu dan Ayah berbincang tentang kerinduan mereka akan masakan Ayam Lado Hijau Koto Gadang. Sejak kecil aku sering mendengar cerita tentang betapa lezatnya hidangan itu yang selalu mengingatkan orang tuaku pada masa-masa muda mereka.
Aku ingat dulu pernah membaca artikel tentang masakan Ayam Lado Hijau Koto Gadang.
Ayam Lado Hijau Koto Gadang merupakan salah satu hidangan khas Minangkabau  dari Nagari Koto Gadang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat.
Nagari Koto Gadang  juga terkenal tempat lahir dan besarnya pahlawan-pahlawan Minangkabau bertitel nasional.
Pahlawan yang berasal dari nagari Koto Gadang diantaranya adalah Haji Agus Salim (Mentri Luar Negeri), Rohanna Koeddoes (Wartawati pertama Indonesia dan pahlawan RI), Sutan Sjahrir (Perdana Menteri pertama RI) dan Emil Salim (Mentri Penerangan RI) juga tumbuh besar di Nagari hamparan Gunung Singgalang ini.
Ayam Lado Hijau Koto Gadang terkenal dengan rasanya yang pedas segar dan bumbu dengan dominasi cabai hijau yang menjadi karakteristik utamanya.
Nama lado hijau merujuk pada cabai hijau yang biasa disajikan bersamanya. Mengambil inspirasi dari hasil alam setempat. Terutama cabai hijau (lado mudo) yang tumbuh subur di wilayah tersebut.
Ayam Lado Hijau Koto Gadang biasanya disajikan dalam berbagai acara adat, seperti pernikahan, pesta syukuran, pertemuan keluarga besar dan perayaan hari besar.
Ayam Lado Hijau Koto Gadang sering kali diasosiasikan dengan komunitas peternak setempat yang telah mempertahankan dan melestarikannya sebagai bagian dari warisan budaya mereka.
Meskipun tidak ada satu tokoh tertentu yang dikenal sebagai penemu Ayam Lado Hijau Koto Gadang pengembangan dan pelestariannya merupakan hasil kerja keras masyarakat Koto Gadang yang menghargai tradisi kuliner mereka.
Masakan Ayam  Lado Hijau Koto Gadang dapat bertahan hingga sekarang karena keunikan rasa, penggunaan bumbu tradisional yang melimpah, daya tarik bagi wisata kuliner di daerah tersebut. Serta komitmen masyarakat untuk melestarikan warisan kuliner mereka.
Dengan semangat aku memutuskan untuk memberi kejutan istimewa. Aku ingin memasak Ayam Lado Hijau Koto Gadang untuk merayakan cinta mereka.
Cerita tentang betapa istimewanya masakan Ayam Lado Hijau Koto Gadang. Masakan yang selalu membuat orang tuaku baper. 'Pasti mereka kangen banget,' Gumamku sambil tersenyum.
Tanpa sepengetahuan orang tuaku. Setelah sarapan aku memutuskan untuk menelepon Nenekku. "Nek apa kabar? Aku ingin tanya resep Ayam Lado Hijau Koto Gadang?"
Dari ujung telepon suara Nenek terdengar ceria. "Oh Dyaz! Itu masakan favorit Ibu dan Ayahmu! Tentu bisa, Nak. Siapkan kertas dan pulpen ya."
Aku mengambil kertas dan mulai menuliskan resep yang disampaikan  nenek. "Bahan- bahannya siapkan 1 ekor ayam yang beratnya 2 kg. 500 gram cabai hijau. 250 gram bawang merah. 5 butir bawang putih, digeprek. Sebatang serai, dimemarkan.
Adapula daun-daun, 5 lembar daun jeruk, 2 lembar daun salam, dan bumbu khas 3 cm lengkuas, digeprek, 2 cm jahe, 500 ml santan. Ditambah dengan 5 buah jeruk kasturi, royco rasa ayam 1/2 bungkus tergantung selera. Boleh ditukar dengan gula pasir, 1 sendok sayur minyak kelapa asli yang besar untuk menggoreng bumbu dan cabai.
"Jangan lupa yang terpenting adalah cinta dalam memasak!" Ucap Nenekku. Aku  tersenyum lebar. Meski aku sedikit bingung dengan beberapa bumbu yang disebutkan, semangatku tak akan padam.
Setelah mengakhiri percakapan. Aku mematikan telefonku dengan Nenek. Aku langsung melesat ke pasar.
Di pasar, aku berkeliling mencari bahan-bahan yang terdaftar. Aku merasakan kebahagiaan tersendiri ketika bisa memilih bahan segar. Namun saat berusaha menemukan cabai hijau. Aku mulai merasa frustasi. 'Di mana cabai hijau itu?' Gumamku. Setelah bertanya kepada seorang pedagang sayur.
"Permisi, Pak. Di mana ya aku bisa menemukan gerai yang menjual cabai hijau?" Tanyaku. "Oh, itu ada di ujung pasar, sebelah kiri. Gerai Bu Wati, biasanya lengkap." Jawab pedagang dengan ramah. "Terima kasih banyak, Pak!" Ucapku sambil tersenyum. Dan aku segera bergegas menuju gerai Bu Wati.
Setelah beberapa menit mencari. Aku akhirnya menemukan gerai yang dimaksud. Aku pun membeli beberapa cabai hijau segar dan merasa lega. Namun saat aku berbalik untuk pergi. Mataku menangkap sosok seorang pria mencurigakan yang bergerak cepat di dekat gerai.
Aku memperhatikan dengan seksama. Pria itu tampak mengintip. Lalu tiba-tiba meraih barang belanjaanku dan cabai hijau yang baru kubawa ditangan. Aku berusaha melarikan diri dan merasa hatiku bergetar.
"Eh! Itu mencuri!" teriakku.
Suaraku menarik perhatian pedagang di gerai itu. Â Bu Wati segera menoleh dan melihat pencuri tersebut. Ia berlari mengejar. Namun pria itu sudah mulai melarikan diri dengan cepat.
Tiba-tiba, pencuri itu terpeleset di lantai yang licin dan terjatuh. Bu Wati dan aku pun menghampirinya "Dasar, kenapa kau mencuri?" Tanya Bu Wati dengan tegas, sambil menatap pencuri yang terjatuh.
Pencuri itu tampak ketakutan. "Maafkan saya, Bu. Saya butuh uang dan makanan untuk keluarga saya," Jawabnya dengan suara bergetar.
Aku merasa iba tapi tetap menegaskan. "Mencuri bukanlah solusi! Cari cara yang lebih baik." Ucapku. Bu Wati mengangguk. "Benar. Jika kau membutuhkan pekerjaan, datanglah padaku. Masih ada cara yang baik untuk memberi makan dan menghidupi keluarga."
Pencuri itu terdiam tampak berpikir. Akhirnya  Ia mengangguk pelan. "Maafkan saya dan terimakasih Bu. Saya janji akan berubah." Ucap pencuri.
Dengan penuh semangat. Aku akhirnya kembali ke rumah dengan belanjaan di tangan. Karena aku tidak mengetahui bagaimana cara membersihkan ayam dan takaran bumbu dalan membuat ayam lado hijau. Aku pun memutuskan untuk video call Nenekku.
"Assalamu'alaikum, Nek!" Sapaku ceria. "Wa'alaikumussalam, Dyaz! Ada yang ingin kamutanyakan lagi?" Jawab Nenek, tersenyum.
"Nek, Dyaz masih bingung cara membersihkan ayam ini. Tadi Dyaz sudah coba, tapi sepertinya belum benar. Bisa kasih tahu langkah-langkahnya lagi?" Tanyaku menunjukkan ayam yang masih kotor.
Nenekku tertawa lembut. "Tentu, sayang. Pertama, cuci ayam dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran dan darah di permukaannya. Pastikan semua bagian terkena air." Ucap Nenek.
Aku mencatat dengan teliti dan mendengarkannya dengan seksama. "Lalu, apa lagi Nek?" Ucapku.
"Setelah itu, ambil pisau dan potong bagian lehernya. Pastikan untuk membersihkan bagian dalamnya juga. Buang bagian yang tidak diperlukan, seperti jeroan, jika ada." Â Jelas Nenek.
"Baik, Nek! Dyaz mengerti sekarang. Setelah itu?" Aku bertanya, semakin yakin.
"Cuci lagi ayam tersebut sampai 2 kali lagi dan saat mencuci untuk keempat kalinya ayam tersebut direndam dengan garam kasar yang sudah dicampur dengan air. Kemudian bilas sampai bersih. Tiriskan." Ucap  Nenekku. "Baik Nek." Ucapku.
"Oh iya Nek, berapa banyak cabai yang harus Dyaz pakai?" Tanyaku.
"Sesuaikan dengan selera. Jika suka pedas, gunakan lebih banyak. Tapi jangan lupa sayang. Bumbu yang pas adalah kunci masakan yang enak!" Nenek menambahkan dengan semangat.
Sebelum mengolah bahan. Aku tahu bahwa persiapan alat dan bahan sangat penting.
Aku mengambil kuali besar beserta spatula dari lemari. Kuali besar untuk menumis bumbu, pikirku. Setelah itu aku mencari talenan dan pisau tajam. Alat yang sangat penting untuk mengiris bumbu-bumbu segar.
Di sisi lain, aku menyiapkan mangkuk untuk mencuci ayam dan satu wadah untuk menampung bumbu-bumbu yang sudah dihaluskan dan satu wadah untuk irisan bawang.
"Harus ada cobek dan ulekan untuk menghaluskan cabai dan rempah." Gumamku sambil menatap alat-alat yang telah disiapkan.
Selanjutnya, aku menyiapkan bahan-bahan yang sudah di beli di pasar tadi. Dan mulailah aku mencuci ayam terlebih dahulu. Aku mencuci ayam dengan benar, yang sudah aku tulis tadi. Tata cara membersihkan ayam yang di beritahu Nenekku tadi.
Aku masih video call dengan Nenekku. Aku mulai memasak. Cara membuat Ayam Lado Hijau Koto Gadang pun dijelaskan
Nenek.
"Pertama kamu harus mengiris bawang merah 50 gram dan bawang putih sekitar 5 buah." Lalu giling bumbu, yaitu jahe, bawang putih, kemiri dan ditambah dengan garam sampai halus.
Selanjutnya haluskan cabai hijau ditambah bawang merah yang sisa 200 gram." Ujar Nenek sambil menunjukkan cobek. Aku  dengan hati-hati mulai menghaluskan bumbu, mengingat petunjuk Nenek. "Pastikan tidak ada bumbu yang tertinggal." Ucap Nenekku sambil mengawasi.
Setelah bumbu siap, panaskan  minyak dalam wajan dan masukkan bawang merah yang sudah di iris tadi sampai layu.
Selanjutnya tambahkan lengkuas yang digeprek, daun salam, daun jeruk dan serai. Kemudian masukkan cabai hijau yang sudah bercampur dengan bawang merah, masak sebentar.
"Tumis bumbu ini sampai harum, ya. "Baik, Nek!" Aku menjawab sambil menuangkan bumbu ke dalam wajan.
Sepertinya aku akan segera disambut aroma wangi yang menggoda. "Wow harum sekali Nek!" Seruku gembira.
"Kalau sudah harum, masukkan potongan ayamnya," Lanjut Nenek. Aku dengan cepat memasukkan ayam. Mengaduknya hingga terbalut bumbu. Perlahan lahan dengan api kecil. Â Nenek tersenyum bangga melihat cucunya begitu antusias.
"Kemudian buka tutup ayam tambahkan santan kental 500 ml dan penyedap rasa ayam 1 sendok teh." Ucap Nenek. "Baik Nek." Ucapku.
Namun saat aku hendak menuangkan santan. Kyna adikku yang tak sabar berlari mendekat. Dalam sekejap Kyna terjatuh dan dengan cepat menjatuhkan wadah santan ke lantai.
"Kyna!" Seruku terkejut melihat santan tercecer di lantai. Untungnya masih  ada cukup santan yang tersisa di wadah lain.
"Maaf, Kak! Aku tidak sengaja!"Kyna terisak menatap santan yang tumpah. Aku melihat wajah adikku yang penuh penyesalan dan langsung berusaha menenangkan.
"Tidak apa-apa, Kyna. Santan yang di lantai bisa dibersihkan. Yang penting kamu tidak terluka." Kataku sambil tersenyum. Aku mengambil sisa santan dan mulai menuangkannya ke dalam kuali.
Setelah situasi tenang. Aku memandang kyna dengan lembut. "Tapi lain kali hati-hati ya. Saat kita memasak kita harus fokus dan tidak terburu-buru." Ucapku.
Kyna mengangguk, menyesali tindakannya. "Iya, Kak. Aku akan lebih hati-hati." Ucap Kyna.
Karena aku sedang video call dengan Nenek. Â Jadinya Nenek tau kejadian tersebut, Nenek hanya memberi adikku nasihat. Setelah Nenek memberi nasihat kepada adikku, lalu Nenekku melanjutkan cara untuk membuat Ayam Lado Hijau Koto Gadang.
"Koreksi rasa jika masih ada yang kurang, lalu masukkan air jeruk kasturi. Masak ayam dengan api kecil sambil sesekali diaduk. Biarkan ayam meresap rasa selama beberapa menit." Lanjut Nenek.
Kami berdua menunggu sambil mengobrol. Menceritakan kenangan masa kecil aku saat sering membantu Nenek di dapur.
Tak lama, aku membuka tutup wajan. Aroma sedap menyebar di seluruh dapur.
"Ayo, cicipi sedikit!" Ajak Nenek. Aku mencicipi ayam yang sudah matang dan merasakan kombinasi rasa pedas dan gurih. "Enak sekali, Nek! Aku bisa masak ini untuk keluarga!" Ungkapku dengan bangga. Nenek tersenyum bangga. "Ingat, masaklah dengan cinta. Itu yang membuat masakan kita istimewa." Ucap Nenek.
Ketika malam tiba aku menata Ayam Lado Hijau di atas piring saji . Â Aku tambahkan sedikit irisan tomat dan bawang goreng di atasnya untuk garnish. Rasanya puas sekali melihat hidangan yang sudah jadi. Memastikan semuanya terlihat cantik. "Selesai!" Seruku sambil tersenyum puas.
Tak lama setelah itu kedua orang tuaku Ibu dan Ayah, masuk ke ruang makan. "Dyaaaz, ada apa?" Tanya Ibu. Curiga melihat suasana di sekitar yang tampak berbeda.
"Selamat ulang tahun pernikahan, Ibu, Ayah!" Aku berteriak mengungkapkan kebahagiaannya. Aku menghidangkan Ayam Lado Hijau yang telah aku  masak dengan penuh cinta.
Ibu dan Ayah terkejut dan tersenyum lebar. "Wow, kamu masak sendiri? Ini luar biasa, Nak!" Kata Ayah, bangga. "Ibu dan Ayah sudah lama pengen Ayam Lado Hijau Koto Gadang, tiba tiba kamu memberi kejutan masakan ini Ibu dan Ayah sangat senang!" Ucap Ibuku. "Iya dong.. dyaz gitu loh" Ucapku tersenyum.
 Kami sekeluarga duduk bersama di meja makan. Dan aku melihat kedua orang tuaku dan adikku menikmati hidangannya. Suasana hangat dan penuh cinta menyelimuti mereka. Sambil menyantap. Mereka berbagi cerita dan tawa. Mengingat kenangan indah selama bertahun-tahun bersama.
Tiba-tiba pintu rumah diketuk. "Siapa ya?" Tanya Ibu. Aku membuka pintu dan terkejut melihat nenek berdiri di sana, membawa kue ulang tahun. "Nek!" Seruku bahagia. Nenek datang tepat pada waktunya untuk merayakan momen istimewa itu.
"Mau ikut merayakan ulang tahun pernikahan, ya?" Tanya nenek sambil tersenyum. "Betul, Nek! Kami baru saja makan Ayam Lado Hijau Koto Gadang buatan Dyaz," Kata Ibu sambil menunjuk piring yang masih terisi.
Nenek masuk dan segera bergabung di meja makan. "Ayam Lado Hijau Koto Gadang? Hmm, pasti enak sekali!" Ucap nenek, mencicipi hidangan tersebut. "Kamu hebat Dyaz!"
Keluargaku melanjutkan makan bersama, tertawa dan bercerita, suasana penuh keceriaan.
Waktu itu Nenekku berbisik kepadaku dengan pelan. "siapa dulu dong yang ngajarin cara buat Ayam Lado Hijau Koto Gadangnya.., Nenek gitu loh." "Hehehe iyaa, makasih ya Nenek." Ucapku dengan pelan.
Momen-momen indah terasa semakin sempurna dengan kehadiran  Nenek. Dengan hangat aku merasa bangga bisa memberikan kejutan spesial untuk orangtuaku.
Malam itu di antara tawa dan kebersamaan. Mereka merayakan cinta yang telah terjalin. Menyantap Ayam Lado Hijau Koto Gadang. Mengukir kenangan baru penuh cinta yang tak terlupakan. Tidak pernah pudar.
Cinta tidak selalu harus diungkapkan lewat kata-kata atau pelukan. Kadang cinta hadir dalam bentuk sederhana seperti masakan Ayam Lado Hijau Koto Gadang. Yang dibuat dengan hati. Untuk mereka yang kita cintai.
Tamat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI