Mohon tunggu...
Ponco Wulan
Ponco Wulan Mohon Tunggu... Guru - Pontjowulan Samarinda

Pontjowulan Kota Samarinda Kalimantan Timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Percik Rindu di Tengah Hujan Senja

23 November 2024   19:32 Diperbarui: 23 November 2024   22:41 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bu Laras," panggilnya pelan. Laras yang sedang merapikan buku di mejanya menoleh. "Oh, Pak Dani. Ada apa?"

"Saya sudah bicara dengan Bu Hany," kata Pak Dani, langsung ke intinya. "Saya menjelaskan semuanya, termasuk perasaan saya kepada Ibu." Wajah Laras memerah, tapi ia tetap tenang. "Pak Dani, apa yang Bapak maksud?"

Pak Dani mengambil napas panjang. "Bu Laras, saya menyukai Ibu. Saya tahu Ibu meminta kita menjaga jarak tapi saya tidak bisa berpura-pura tidak merasakan apa-apa. Saya ingin memperjuangkan hubungan ini, jika Ibu mengizinkan."

Laras terdiam, matanya menatap ke arah lain dan mencoba mencerna kata-kata Pak Dani. Setelah beberapa saat, ia menjawab pelan, "Pak Dani, saya menghargai keberanian Bapak untuk bicara. Tapi ini bukan hanya tentang kita. Saya juga memikirkan bagaimana menjaga harmoni di lingkungan kerja."

"Saya tahu," jawab Pak Dani cepat. "Dan saya berjanji, saya akan selalu menjaga profesionalisme di tempat kerja. Tapi di luar itu, saya ingin menunjukkan bahwa saya serius."

Laras tersenyum tipis meski hatinya masih penuh dengan kebingungan. "Bapak, beri saya waktu untuk memikirkan semuanya. Ini bukan keputusan yang bisa saya ambil dengan cepat." Pak Dani mengangguk, tersenyum penuh pengertian. "Tentu, Bu Laras. Saya akan menunggu."

Malam itu, Laras duduk di teras rumahnya, memandangi langit berbintang. Dalam hati, ia merasa bimbang. Tapi ada sesuatu yang hangat di hatinya, sesuatu yang perlahan mulai ia akui sebagai harapan baru. Setelah menenangkan diri dari percakapan dengan Pak Dani, Laras memutuskan untuk berbicara dengan kedua orang tuanya. Mereka berkumpul di ruang keluarga. Ayah sedang membaca koran dan Ibu merajut sebuah syal. Laras duduk di antara mereka dan mencoba merangkai kata-kata.

"Ibu, Ayah," Laras memulai dengan suara lembut.

Keduanya menoleh, memperhatikan Laras yang tampak serius.

"Ada apa, Nak?" tanya Ayah, meletakkan korannya.

Laras menarik napas dalam-dalam. "Beberapa waktu terakhir, Pak Dani, pegawai kecamatan yang sering bekerja sama dengan sekolah, menyampaikan bahwa dia menyukai saya. Hari ini dia bilang ingin serius."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun