Momen ini ditangkap sebagai peluang oleh Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Sebagaimana diketahui bersama, PDI merupakan hasil merger sejumlah partai-partai non-Islam di DPR RI. Salah satunya Partai Nasional Indonesia (PNI) bentukan Soekarno.
Merasa sebagai ahli waris PNI dan juga idealisme politik Soekarno, para petinggi PDI lantas menggaet Megawati. Tujuannya apalagi kalau bukan sebagai vote-getters, penambang suara?
Terlebih waktunya dirasa pas, sebab ada agenda pemilihan umum di tahun 1987. PDI mendapat izin untuk "berjualan" nostalgia Soekarno dalam kampanye. Partai berlogo kepala banteng ini melihat Megawati yang anak kandung Soekarno dapat melambungkan perolehan suara.
Megawati sendiri mendaftar sebagai anggota PDI pada 1987, sebelum Pemilu digelar. Tak hanya menjadi anggota biasa, PDI mencalonkan Megawati sebagai anggota DPR RI.
Mudah ditebak, Megawati lolos ke Senayan sekalipun PDI menempati urutan buncit dalam hal perolehan suara. Kalah dari Golongan Karya (Golkar) dan juga Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang berada di posisi 1-2.
Dijegal, Tetapi Malah Menanjak
Dari sinilah karier politik Megawati perlahan menanjak. Ketika PDI menggelar kongres pada 1993, Megawati maju sebagai salah satu kandidat ketua umum. Saingannya adalah Suryadi dan Budi Harjono.
Seperti lazimnya di masa Orde Baru, Pemerintah mencampuri urusan dapur PDI. Ada upaya untuk menghambat proses pemilihan ketua umum, sebab disinyalir mayoritas anggota bakal memilih Megawati.
Inilah yang tidak diinginkan Presiden daripada Soeharto. Sudah susah payah menenggelamkan aura dan nama besar Soekarno, bagaimana mungkin membiarkan puterinya naik daun seperti ini?
Namun upaya menggagalkan kongres PDI waktu itu dibalas Megawati dengan cantik. Dua jam sebelum waktu yang diberikan habis, Megawati melakukan konferensi pers untuk mengumumkan dirinya sebagai ketua umum baru karena mendapat dukungan dari mayoritas anggota partai.
Pemerintah kebakaran jenggot. Terlebih pada 1994 PDI mengukuhkan status Megawati sebagai ketua umum. Sementara itu massa pendukung PDI semakin membesar berkat nostalgia Soekarno yang dijadikan andalan.
Tahun 1996, upaya Pemerintah menggembosi Megawati dilakukan dengan mensponsori kongres PDI di Medan. Dalam kongres itu Suryadi terpilih sebagai ketua umum. PDI-pun terbelah antara kubu Megawati dan kubu Suryadi.