Sampai dia menyodorkan sebuah hard disk eksternal. Warna merah maroon. Aku menatapnya tak berkedip. Hard disk itu barang keramat ku. Isinya...alamak. Hanya ada 1 folder dan semua berisi foto-foto jepretan saya yang...sebagian besar fotonya. Dan satu file puisi. Kenapa ada padanya?
        "Kamu yang punya, kan?"
Aku mengangguk sambil menghela nafas panjang. Semoga dia tidak membukanya. Semoga.
        "Maaf, itu ketinggalan di meja kerja ayah saya di kampus. Kemudian ayah membawanya pulang. Dipikirnya ada file kamu yang mau dikonsultasikan. Pas di buka, ayah saya baru mengatakannya sehari kemudian. Setelah kamu meninggalkan kampus usai ambil ijazah. Saya terpaku saat itu. Semua file berisi foto-foto saya yang kamu ambil diam-diam. Lalu sebuah puisi yang membuat ayah saya merasa bersalah karena tak pernah mengenalkan saya ke kamu. Seandainya kita kenal, mungkin lain ceritanya. Kita bisa saling mengenal satu sama lain. Saya terdiam saat itu. Tak tahu harus berkata apa. Mungkin saya yang kurang peka. MUngkin juga memang saya tidak tahu sebelumnya dan lambat laun saya menyadarinya bahwa ini mungkin tagdir. Akhirnya, untuk menebus kesalahannya, ayah saya berusaha mencarimu. Saya pun juga.Sampai saya menemukan kamu dari Regi. Kamudian, Regi lah yang mengatur pertemuan di kota ini. Kebetulan, saya waktu itu harus menggantikan ayah seminar di luar kota. Paling tidak ayah saya sudah berusaha. Dan sekarang kita disini."
Aku terperangah menghadapi jawaban dari segala teka teki yang selama ini ada dalam kehidupanku. Apakah ini endingnya?
        "Maaf, kamu harus menyimpan semuanya sendirian. Saya tahu, kamu menunggu saya. Dan saya ternyata memikirkanmu 10 tahun ini. Mungkin terlambat."
Aku makin tidak mengerti. Apakah ini jawabannya. Tentang rasa yang mungkin akan segera terbalas. Batasan itu sekarang ada. Aku dan dia. Di tengah scenario yang entah bagaimana awalnya. Yang jelas kami tersenyum satu sama lain. Mengiringi dentingan melankolis perasaanku padanya.
        "Kita bisa saling mengenal. "
Aku menyambut uluran tangannya. Sambil tak henti bersyukur. Apakah ini akhir dari penantian panjangku? Aku juga belum tahu. Akhirnya aku bisa mengenalnya. Mungkin hubungan atau apalah namanya akan datang kelak. Yang jelas isi hatiku sudah terwakili melalui hal tak terduga. Puisi itu sungguh mengubah duniaku.
Malam itu aku pulang ke kota tempat tinggalku dengan hati berbunga-bunga. Regi yang tertawa lepas mengejekku akhirnya menjadi orang yang membuka lebar semua ini. Aku tidak tahu sampai mana endingnya. Hatiku dipenuhi ribuan bahkan jutaan bintang gemintang. Mobilku melaju sempurna sesempurna hatiku yang sedang bahagia. Sampai dentuman keras membuatku melayang. Tiba-tiba gelap datang dan mengaburkan semuanya. Gelap. Hanya gelap. Jiwaku terbang bersama angin malam yang semakin kelam. Aku tak ingat lagi. Aku sudah bahagia.
        ANDAI