Mohon tunggu...
plur retknow
plur retknow Mohon Tunggu... Guru - menulis dengan hati

Cogito ergo sum (aku berfikir aku ada) / Rene Descrates

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Flamboyan Kau dan Aku

12 Maret 2022   13:16 Diperbarui: 12 Maret 2022   13:21 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menamainya 'cinta'

                Sungguh

                Aku tak sanggup menghindari nya

                Duhai mata elang,

                Apakah ini akan ada akhirnya? Aku tak bisa lagi berkata-kata

Paginya, sebelum aku berkemas untuk kembali ke kota tempat ku tinggal, aku memutuskan pergi ke rumah Professor Ken. Akan aku hadapi apapun yang terjadi. Tak peduli bagaimana aku seam jantung saat nanti berhadapan dengan putra semata wayangnya, tak peduli apapun. Niatku satu. Aku bukan anak kurang ajar yang lupa siapa yang turut andil dalam masa depannya. Masalah hati, perasaan akan aku kunci kembali serapat-rapatnya. Toh aku juga tidak begitu mengenal nya secara langsung. Akan banyak alibi yang bisa membelokkan ketidak mampuanku menghadapinya. Tenang.

Sampai di rumah Profesor Ken, aku seperti diingatkan kembali saat kuliah dulu. Aku sering dibimbing guru sepintar dan sebijaksana beliau di teras depan rumahnya. Lalu seperti ibu peri, istri beliau membawakan nampan berisi jus buah kesukaanku dan makanan ringan. Sungguh aku adalah murid paling beruntung saat itu. Mungkin karena professor Ken dan Bunda Prigel tak punya anak perempuan. Yang ku tahu mereka hanya punya satu putra yang seumuran denganku. Kebetulan pula aku adalah mahasiswa yang punya prestasi di bidang yang diajar beliau. Public relation.

                "Apa kabar, Jas?"

Pertanyaan itu membuyarkan lamunanku. Priyayi jawa yang anggun dan bijaksana itu kembali menyapaku dengan  logat ramahnya. Bunda Prigel. Aku menyambut uluran tangannya dengan ciuman tangan. Beliau tersenyum. Lalu kami pun terlibat obrolan seru selam 10 tahun berlalu. Sampai saat professor Ken pun datang dan bergabung dengan kami.

                "Ternyata Jasmine sudah kenal sama Sabda. Dia sahabatnya Regi."

Bunda Prigel tersenyum. Mati lah daku. Mereka membahas si mata elang itu sekarang.Aku berekspresi sewajar-wajarnya. Sampai pada aku membelokkan topik tentang kesehatan Professor Ken dan kami ngobrol seru kembali.Untuk yang pertama kalinya aku patah hati, karena tak kulihat si Mata elang itu hadir. Tapi sudahlah mungkin kami memang ditagdirkan untuk tidak saling mengenal. Bagiku, mengaguminya diam-diam adalah hal terindah sepanjang hidupku. Sampai aku bisa move on kelak. Waktu cepat berlalu sampai pada saatnya aku pamit pulang karena akan kembali ke kota tempatku tinggal. Esok hari aku harus kembali bekerja. Professor Ken tersenyum bangga melihatku seperti saat ini, demikian juga Bunda Prigel yang tak henti-hentinya mendoakanku diiringi filsafat-filsafat jawa yang bijaksana. Aku berpamitan dan berjanji akan sering-sering berkirim kabar di media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun